Lubang Jarum dan Kekayaan

Author : Felicia Yosiana


Saya rasa hampir setiap dari kita pasti pernah membaca perkataan Tuhan Yesus yang mengatakan bahwa sulit sekali bagi orang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Dalam perumpamaan, Tuhan membandingkan kesulitan tersebut dengan seekor unta yang memasuki lubang jarum.
Perlu diingat bahwa ‘lubang jarum’ di sini tidak dimaksudkan secara harafiah. Kalau iya, berarti mustahil dong? Lubang jarum di sini menunjuk kepada pintu kecil di gerbang kota yang biasa dibuka pada malam hari—saat gerbang utama kota telah ditutup demi alasan keamanan. Menurut sejarawan, lubng jarum ini ukurannya tidak terlalu besar dan agak sempit. Manusia mungkin tidak mengalami kesulitan berarti memasukinya, tapi lain halnya dengan seekor unta.

Unta, sebagai makhluk tinggi yang beradaptasi baik di padang pasir, adalah salah seekor hewan pembawa beban dan tunggangan yang cukup populer di Timur Tengah pada zaman itu. Ada kemungkinan besar bahwa unta-unta yang datang di malam hari memiliki seorang tuan khafilah atau saudagar. Ya, dikarenakan perjalanan yang harus mereka tempuh dari satu tempat ke tempat lain untuk membawa barang dagangan, tidak mustahil mereka sampai pada suatu kota pada saat pintu gerbang besar sudah ditutup. Tinggal di luar kota pada malam hari tentu bukan pilihan. Maka jalan satu-satunya yuntuk masuk ke dalam kota adalah melalui lubang jarum.
Melihat perbandingan lubang jarum dan unta yang lumayan tinggi, maka tidak mungkin sang unta harus masuk dalam keadaan dipenuhi dengan barang. Tentunya si Tuan akan melepaskan semua beban dari punuk untanya agar ia dapat masuk. Namun masalah belum selesai. Si unta masih terlau besar untuk muat ke lubang jarum yang sempit. 

Jadi, apakah si unta akan ditinggalkan di luar? Tidak mungkin, mengingat harga unta cukup tinggi dan terhitung berharga bagi sang Tuan. Maka solusi terakhir adalah membuat si unta berlutut dan mendorongnya melewati pintu sempit tersebut.
Apakah si unta senang? Tentu tidak. Punggung dan lututnya pasti lecet-lecet tergesek oleh tanah kasar dan langit-langit gerbang.
Dan yah, inilah yang Tuhan maksudkan: merendahkan hati dan membanting harga diri.
Namun jangan senang dulu, Tuhan belum selesai menjelaskan.


Jujur, saat saya mendengar hal ini, saya agak kaget juga. Ia menjelaskan pada saya bahwa kata ‘kaya’ yang Ia pakai dalam perumpamaan tidaklah sesempit yang kita kira. Ya, mungkin kebanyakan orang mengira bahwa hanya kaya secara ekonomi atau materi saja yang Ia maksudkan. Sayangnya, tidak demikian.
Ia mengatakan bahwa ‘kaya’ di sini cakupannya sangat luas. Apakah Anda adalah seorang yang kaya akan ilmu pengetahuan? Kaya dalam sosialita? Memiliki banyak teman dan kaya dari segi pergaulan? Kaya secara penampilan atau keterampilan? Atau apakah Anda orang yang memegang banyak tanggung jawab dan terbilang ‘penting’?
Kalau salah satu dari pertanyaan di atas dijawab dengan ‘ya’, maka Anda lah yang Tuhan maksud dalam perumpamaan-Nya!

Hal ini menyakitkan, mengingat betapa rawannya keadaan kita! Saya sempat agak bete begitu mendengar ini dari Tuhan. Tapi kemudian, Ia mengingatkan saya akan firman-Nya.
Itulah sebabnya Aku ingin kamu terpisah dari dunia ini,” kata-Nya kalem. “Orang yang tidak terpisah dari dunia ini tidaklah dapat menggapai Aku—yang tidak berasal dari dunia. Dan di sinilah Aku ingin kamu merendahkan hatimu dan menyalibkan harga dirimu.


Hal ini bukannya tidak mungkin Ia katakan. Sejak awal, telah banyak ayat-ayat Alkitab yang menyatakan bahwa Tuhan menghendaki kita untuk terpisah dari bangsa-bangsa (dunia) untuk menyatakan kebenarannya. Telah jelas tertulis juga bahwa Ia adalah Allah yang pencemburu. Maka tidak aneh kalau Ia menghendaki anak-anak-Nya menghabiskan waktu lebih bersama-Nya dibanding bersama dunia.
Saya, teman-teman Tim Doa, dan ribuan hamba Tuhan lainnya telah sering sekali diperingatkan Tuhan untuk ‘menjauhi’ orang-orang tertentu. Bukan, bukannya kami disuruh memusuhi mereka. Sebaliknya, kami disuruh beramah-tamah dengan mereka, bersikap baik dan sopan, namun tidak ‘nyemplung’ ke dalam pergaulan dunia. Apakah hal ini mustahil—bahwa Allah menyuruh kita untuk menjaga jarak dengan seorang teman? Tidak! Dalam berbagai macam buku yang ditulis oleh orang-orang yang memiliki hubungan dekat dna luar biasa dengan Tuhan, mereka pun mendapatkan perintah yang sama! Begitu juga dengan para rasul (sebagaimana ditulis dalam Alkitab) dan para hamba-Nya.

Tidak mustahil juga Ia menyunruh kita untuk meninggalkan hobi atau hal-hal yang sangat kita sukai, dan ya, sekalipun mereka bukan hobi yang buruk! Contoh yang bisa saya berikan adalah saat saya diperintahkan Tuhan untuk meninggalkan dunia debate english, menggambar dan gaming.
Secara keseluruhan, tiga hobi mayoritas ini bukan hobi yang buruk. Sebaliknya, banyak skills yang saya miliki lahir dari ketekunan saya dalam hobi-hobi tersebut. Tapi kembali kepada prinsip Allah mengenai relevansi. Mungkin saat kita bertanya ‘apakah saya boleh melakukan hal ini?’, Ia akan menjawab dengan kata ‘Boleh’. Tapi bila kita bertanya ‘apa Anda ingin saya melakukan hal ini?’, maka jawabannya tidak selalu ‘ya’ untuk hal-hal yang kita pandang baik.

Mengertikah Anda tentang prinsip ini?
Cukup pegang firman bahwa waktu ada di tangan-Nya, maka Anda akan mengerti relevansi segala Firman Allah. Ia mengetahui waktu dan kita tidak, itulah perbedaan antara ‘boleh’ dan ‘harus’.