Neraka--Sebuah Penglihatan



Author : Benedictus Harvian

Panas.

Semuanya merah membara.

Awalnya, tidak ada apapun selain api yang berkobar tanpa henti. Saya menggelengkan kepala sedikit karena terkejut dan mengerjapkan mata. Apa ini..? Jangan-jangan..

Saya belum lama bangun dan masih terduduk lemas di tempat tidur. Kembali, saya mencoba menghilangkan pemandangan itu dari benak saya dengan mengerjap-ngerjapkan mata.. Masih ada. Butuh sepersekian detik untuk menyadari bahwa itu adalah Penglihatan alih-alih sekedar mimpi atau khayalan.

Pemandangan pun berganti. Lautan api digantikan oleh tempat semacam gua yang gelap dan suram, dengan kuali super besar di tengah-tengah dua sosok makhluk yang sedang mengaduk-aduk isi kuali tersebut dengan semacam batang panjang. Trisula tersampir di bahu mereka. Mereka berwarna hitam dari ujung kepala sampai ujung kaki, dengan ekor melambai-lambai dan kepala tak berambut. Saya sedikit bergidik. Dua makhluk itu adalah setan. Kuali tersebut, yang mengeluarkan asap dan gelembung-gelembung panas, adalah alat penyiksaan. Ada manusia di dalamnya! Jeritan tertahan terdengar samar-samar dari dalam kuali terkalahkan oleh kekeh tawa para penyiksa. Pengertian dari Roh Kudus jelas.

Saya sedang melihat neraka.

Beberapa kali Tuhan membiarkan saya ‘mengintip’ isi surga, tapi tak pernah neraka. Saya pongah. Sedikit rasa kantuk yang masih tersisa sekonyong-konyong lenyap. Ada rasa sukacita karena mendapat Penglihatan luar biasa dari Tuhan, tapi rasa ngeri yang terpancar dari tempat yang saya lihat begitu membuncah.

Tidak sampai satu menit, Roh Kudus menyudahi Penglihatan tersebut.

Lembut namun pasti, Roh Kudus berbicara melalui Hikmat.

Ini adalah peringatan. Penegasan akan apa yang sudah tertulis di Firman Allah mengenai waktunya sudah dekat dan tiap orang akan menuai apa yang ditaburnya. Neraka sungguh ada dan Surga sungguh ada. Berbaliklah ke jalan Tuhan dan berikan hidupmu untuk-Nya untuk memperoleh bagian di Kerajaan Surga alih-alih tempat sengsara kekal, neraka. Allah sungguh memang adalah penyabar dan penyayang, namun tidak bisa dipermainkan.

Validasi : Mat 5:29-30, Luk 12:5, Gal 6:7
[ Read More ]

God's Always There


Author: Meitri Angelina


Tuhan selalu ada. Ia selalu ada di saat anda merasa sedih dan di saat anda merasa gembira. Ia tahu saat anda berdiri maupun saat anda jatuh. Dalam tulisan kali ini, saya akan membuat tulisan yang diharapkan dapat menguatkan anda. Saat ini, Saya ingin menyatakan bahwa apapun kondisi anda atau seberapa dalampun anda telah jatuh atau seberapa sakit pun hati anda, saya ingin anda tahu bahwa Tuhan mengasihi anda dan Dia selalu berada di samping anda selama anda berjuang melewati pergumulan-pergumulan anda. He’s always there J

Saya akan men-sharingkan pengalaman saya yang baru-baru saja saya alami. Beberapa waktu belakangan ini dapat dikatakan sebagai masa yang suram dalam hidup saya. Saya mendapatkan banyak sekali masalah. Sebelumnya, Tuhan Yesus memang telah mengatakankepada saya bahwa saya akan mengalami masa-masa yang berat di depannya, namun Ia mau saya bertahan dan Dia mengatakan bahwa Dia akan selalu menyertai saya. Saat itu, saya mengatakan “ya” kepada-Nya. Saya berkata bahwa saya akan tetap setia.

Hari demi hari, saya merasa masalah-masalah mendatangi saya satu per satu. Satu-satunya yang dapat saya lakukan adalah berpegang teguh pada iman saya. Awalnya, saya tetap mampu berdiri meskipun telah luluh lantah sana sini. Sampai akhirnya, ada satu kejadian yang sukses menghancurkan ‘pertahanan’ saya. Saat itu, saya benar-benar marah dan merasa sangat lelah. Saya benar-benar ‘ngambek’ sama Tuhan dan mengacuhkan Dia. Saya merasa marah, saya merasa Tuhan meninggalkan saya. Saya menangis sejadi-jadinya saat itu. Ditengah-tengah tangisan saya, saya lupa bagaimana caranya karena saya tidak sedang memutar lagu, playlist di handphone saya memutar lagu yang berjudul Carry You- Ammy Grant. Lagu yang telah sekian lama ‘nangkring’ di handphone saya namun tidak pernah saya dengarkan sebelumnya ahahah. Awalnya, saya sama sekali tidak mengubris lagu itu sama sekali. Anehnya, lagu itu terdengar makin jelas dan semakin jelas. Lirik yang saya dengar sangat jelas, yaitu Lay down your burden, I will carry you. Lirik itu sukses menyentuh hati saya. Saat itu, Tuhan hanya tersenyum dengan penuh pengertian melihat tingkah saya. Bukannya menghentikan tangisan saya, saya malah menangis semakin keras :P.

Saat saya lebih tenang, Tuhan mengajak saya untuk berdoa. Awalnya, saya merasa malu sekali. Saya membutuhkan waktu lama sampai akhirnya saya mampu datang kepada Tuhan. Saat itu, saya mendengar Allah Roh Kudus memerintahkan saya untuk meletakkan beban saya kepada Tuhan. Saya merasakan kelegaan yang luar biasa. Tuhan Yesus berkata dengan lembut bahwa Dia tidak meningglkan saya dan bahwa sayalah yang menjadi terlalu fokus kepada masalah saya ketimbang pada Dia. Hal inilah yang membuat saya menjadi lemah sampai akhirnya jatuh. Masalah ini jugalah yang sering dihadapi oleh orang-orang percaya. Terkadang masalah-masalah dalam hidup kita tanpa kita sadari, pandangan kita menjadi terfokus masalah yang kita hadapi ketimbang Tuhan.

Saat ini, saya ingin anda mengetahui bahwa Tuhan memahami segala permasalahan dan pergumulan anda. Apapun pergumulan anda, saya mau anda tahu bahwa He’s always there. Saya ingin menegaskan bahwa Dia selalu ada untuk anda.  Tuhan ada disana saat anda bergumul dalam permasalahan-permasalahan anda. Ia mendengar setiap keluh kesah anda. Ia mendengar tangisan anda, Ia bahkan menangis bersama anda. Ia memahami anda bahkan lebih dari anda memahami diri anda sendiri. He wants to save you and He able to save you. Anda hanya perlu mengijinkan Tuhan untuk membantu anda untuk memikul permasalahan-permasalahan anda. Jangan biarkan masalah-masalah tersebut mengaburkan pandangan anda pada Tuhan. Saat ini, silahkan anda menyimak lirik lagu ini. Lagu yang dinyanyikan oleh Tuhan khusus untuk anda.

Carry You-Amy Grant

Lay down your burden, I will carry you
I will carry you, My child, My child
Lay down your burden, I will carry you
I will carry you, My child, My child

If I can walk on water
And calm a restless sea
I've done a thousand things you've never done
And I'm weary watchin'
While you struggle on your own
Call My name, I'll come

Lay down your burden, I will carry you
I will carry you, My child, My child
Lay down your burden, I will carry you
I will carry you, My child, My child

I give vision to the blind
And I can raise the dead
I've seen the darker side of Hell
And I returned
And I see those sleepless nights
And I count every tear you cry
I know some lessons hurt to learn

Lay down your burden, I will carry you
I will carry you, My child, My child
Lay down your burden, I will carry you
I will carry carry, My child, My child
I will carry you, My child, My child
I will carry you


Lagu ini ingin menyampaikan kepada kita betapa Tuhan ingin untuk terlibat dalam setiap permasalahan kita. Dia tidak pernah meninggalkan kita seorang diri. Saya ingin anda tahu bahwa anda punya Tuhan yang selalu peduli pada anda yang mau ikut menanggung segala beban anda. Saat saya sedang menuliskan tulisan ini. Sama seperti Ia telah membantu saya mengatasi masalah saya, saya yakin Tuhan rindu untuk melakukan hal yang sama pada anda. Saat sedang menuliskan hal ini, Tuhan meminta saya untuk menyampaikan hal ini kepada anda:

“Anak-Ku, Aku ingin kamu tahu bahwa Aku selalu ada disampingmu dan selalu siap memberikan kelegaan kepada-Mu, Aku tidak pernah terlalu sibuk untuk-Mu, Aku menjanjikan Aku selalu ada untukmu, My precious child. Aku tahu betul masalah yang kamu hadapi bukanlah permasalahan yang mudah. Aku tahu bagaimana perjuanganmu untuk tetap setia dan Aku sangat berterimakasih, dear. Namun, Aku minta kamu bertahan sedikit lagi untuk-Ku, anak-Ku. Aku tidak akan meninggalkanmu seorang diri, tangan-Ku selalu terbuka untuk-Mu. Kemarilah anak-Ku dan Aku akan memberikanmu kekuatan baru. Aku mengasihimu anak-Ku. Selalu mengasihimu”

Ayat validasi: Yohanes 14: 18, Matius 11: 23
[ Read More ]

Penglihatan Perihal Penyesatan


Author: Meitri Angelina

Penglihatan ini saya dapatkan beberapa waktu lampau. Saat itu, saya sedang melaksanakan doa saya kepada Tuhan. Ditengah-tengah waktu doa saya, saya merasakan adanya suatu keanehan. Saya merasa tubuh saya terangkat dan tempat di sekeliling saya menjadi kabur. Saat itu, saya menutup mata saya dan saya tetap tidak bisa membuka mata saya meskipun saya berusaha untuk membuka mata saya. Saya merasakan sensasi dimana tubuh saya  melayang ke atas dengan sangat cepat.

Sejujurnya, saya merasa shock dan bingung mengenai apa yang akan terjadi. Saya sempat berpikir apakah mungkin akan ada rapture. Tidak lama kemudian, saya mendapatkan penglihatan. Saat itu, saya melihat sangkakala berwarna keemasan ditiup dengan suara yang sangat membahana.


Penglihatan saya kemudian berganti. Saya melihat langit menjadi sangat mendung. Saya merasakan suasana yang sangat mencekam. Saya juga melihat beberapa kali petir menyambar di langit. Saat itulah, saya melihat ular yang sangat besar dan panjang berwarna hitam. Ular tersebut berterbangan di angkasa. Saya merasakan perasaan yang sangat tidak enak.

Saat itulah, Tuhan berkata kepada saya bahwa kedepannya akan ada penyesatan besar-besaran. Penyesatan yang lebih dahsyat dari sebelumnya. Hal ini memang tertulis bahwa akan adanya penyesatan sebelum kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali


Beberapa minggu setelah saya mendapatkan vision ini, saya juga membaca sebuah artikel. Melalui artikel itu, saya mengetahui bahwa seorang hamba Tuhan juga mendapatkan pesan yang sama dari Tuhan mengenai akan datangnya penyesatan.

(nb: sebenarnya, vision ini telah saya dapatkan kira-kira dalam kurun waktu 1 bulan yang lalu namun saya tidak mengeposkannya karena beberapa hal. Karena ketidaktaatan saya ini, saya merasa karunia penglihatan saya menurun dan Tuhan dengan jelas memerintahkan untuk saya menuliskannya. Salah satu hal yang ingin saya bagikan adalah jangan mengabaikan Perintah Tuhan sekecil apapun. Sekarang, saya akan lebih taat dan membagikan penglihatan yang saya dapatkan. Tentunya, setelah saya mengujinya dengan bantuan Roh Kudus)

Ayat validasi:  Markus 13: 22-23, Matius 18:7
[ Read More ]

Facing The Giant

  Author: Meitri Angelina
        
          Judul diatas saya ambil dari sebuah film kristiani yang cukup popular. Facing the Giant dapat, didefinisikan sebagai saat dimana kita melawan musuh terbesar kita. Pada tulisan kali ini, Tuhan meminta saya untuk menuliskan perihal mengalahkan musuh terbesar kita. Musuh terbesar kita yang saya maksudkan disini adalah dosa dan kedagingan kita. Uhuk, sebelum saya melanjutan tulisan saya maka saya akan terlebih dahulu mengakui dosa-dosa saya.


Saya adalah seseorang yang saat anda melihatnya anda pasti berpikir bahwa saya adalah anak baik-baik, aktif melayani Tuhan, dan sebagainya. Well, tapi dibalik semua itu, saya bukanlah orang yang sebaik itu. Saya memiliki banyak keburukan atau ‘cacing-cacing’ dalam hati saya. Cacing-cacing itu mungkin hanya terlihat sebagai hal kecil namun pelan-pelan itu akan menggerogoti hati saya dan membunuh saya. Saya memiliki dosa-dosa yang sulit sekali untuk saya kalahkan, yaitu kesombongan, kemalasan, iri hati, tidak disiplin, cemburuan, egois dan sebagainya. Saya bisa saja melanjutkan menuliskan dosa-dosa saya namun saya takut saya akan menghabiskan lebih dari seluruh halaman ini untuk menuliskan dosa-dosa saya.

 Baik, salah satu dosa yang paling sulit saya kalahkan adalah kesombongan. Saya sangat sangat rentan jatuh dalam kesombongan. Walaupun, saya mungkin tidak terlihat sombong tapi yah sejujurnya adalah kesombongan adalah musuh terbesar saya. Dalam relasi dengan Tuhan pun saya kerap kali merasa sombong. Saya merasa sombong saat saya bertumbuh lebih cepat dari orang lain, saya sombong saat Tuhan memberikan karunia-karunia kepada saya. Sampai suatu saat, Tuhan berkata dengan nada sedih pada saya bahwa Tuhan tidak dapat bekerja dalam diri saya apabila saya membiarkan kesombongan menguasai diri saya. Tuhan mengatakan bahwa kesombongan akan menutup mata dan membuat pikiran saya tertutup. Setelah itu, saya terus berusaha untuk mengalahkan kesombongan saya. Saya berhari-hari berusaha mengalahkan kesombongan saya namun bukannya berhasil, kondisi saya malah memburuk.

Saya menemukan jawaban dari pertanyaan saya saat saya sedang berdoa. Saat itu saya melihat saya bertelut dengan tangan saya mengangkat ke atas di depan Takhta Bapa. Kemudian, saya mendengar Bapa mengatakan “ I will make you able”. Bapa mengatakan kepada saya bahwa Ia akan memberikan kemampuan bagi saya untuk mengalahkan raksaksa di dalam kehidupan saya, yaitu kesombongan saya.  Saat itu, saya menyadari betapa bodoh dan sombongnya saya, berpikir bahwa saya mampu mengalahkan dan menyelesaian masalah saya sendiri. Saya kemudian menyadari bahwa apapun yang saya miliki dalam hidup ini semata-mata karena berkat dari Bapa.
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” (Efesus 2: 8-9)

Vision kali ini agak berbeda dengan vision sebelumnya. saya merasa seperti sedang menonton film. Sehingga, saya bisa melihat secara keseluruhan. Saya melihat roh saya bertelut di depan Takhta Bapa dan dengan taat menyembah Dia sambil menunggu perintah-Nya. Selama selang waktu itu, saya mengisinya dengan menyanyikan lagu worship. Saat itulah, penglihatan saya berganti. Saya melihat seorang ksatria lengkap dengan perlengkapan perangnya bertarung dengan monster raksaksa cokelat yang sangat besar. Saat itu, saya mengetahui bahwa pertarungan itu merupakan pertarungan antara saya dengan kedagingan saya. Saya melihat ksatria itu maju dan menusuk monster itu. Dalam satu kali tusukan, monster itu terkalahan dan terbelenggu.

Hikmat kemudian mengalir, saya memahami bahwa maksud dari monster tersebut kalah dalam satu tusukan adalah saat Allah beserta saya maka tidak ada satu permasalahan, monster, dan kuasa apapun yang tidak bisa kita kalahkan. Namun, perlu diingat bahwa semua hal itu aalah pemberian Tuhan bukan karena usaha kita sendiri. Sedangkan, maksud dari monster itu terbelunggu adalah kedangingan saya tetap ada dalam saya , mengingat saya masih mahluk dunia ini, namun sekarang ia terbelenggu sehingga kuasanya telah ditaklukan dalam Kuasa Tuhan. Namun, saya tetap harus waspada dan berjaga-jaga setiap hari agar saya dapat mengalahkan kedagingan saya. Meskipun simple, ketidakdisiplinan dan ketidakpatuhan dapat membawa seseorang untuk jatuh ke dalam dosa yang besar.

Vision saya tidak berahir sampai disitu, saya kemudian melihat flashback dari kejadian tadi dan saya melihat Tuhan kita Yesus Kristus ternyata berdiri disamping saya, dengan ukuran berkali-kali lipat dari monster itu. Ia menggengam tangan saya dan Dia menusuk monster itu. Saat itu, saya menyadari bukan saya yang mengalahkan monster itu tapi Yesus. Akhir cerita, saya melihat Tuhan kita Yesus Kristus memeluk saya dengan bangga. Saya terharu melihatnya karena meskipun saya sudah berdosa dan telah dengan bodohnya menjatuhkan diri saya ke dalam lubang dosa, Dia tetap menatap saya dengan bangga sebagai anak Raja dan memeluk saya. Yes, He is the best Dad ever J

Jadi apabila dapat saya rangkumkan, kita dengan segala kekuatan kita sendiri tidak mampu untu mengalahkan monster dalam diri kita sendiri. Sehebat apapun anda, sekaya apapun anda, atau sepintar apapun anda, anda tidak mampu mengalahkan atau mengatasi masalah-masalah dalam hidup anda apabila bukan karena Tuhan membantu anda. Apapaun yang anda miliki saat ini adalah semata-mata pemberian Tuhan kepada anda. Kita saja yang kurang menyadarinya karena segala kesombongan kita. Sehingga, satu-satunya cara yang dapat kita laukan untuk mengalahkan monster dalam idup kita adalah meminta bantuan dan berserah kepada Tuhan (note: saat saya diminta bertelut di hadapan Takhta Allah Bapa dalam waktu yang lama). Dia yang akan memampukan kita untuk mengalahkan semua ‘monster-monster dalam hidup kita. Sehingga dapat saya katakana, apapun ‘monster’ dalam hidup anda, baik kesombongan, iri hati, kemalasan, perzinahan, dendam, kepahitan, dan iri hati, He will make you able to defeat it. Yes, HE WILL MAKE YOU ABLE.

 Anda hanya perlu meminta Anda dan saya adalah pemenang sejak awal Tuhah menyerahkan dirinya untuk disalibkan bagi kita. Dosa tidak lagi memiliki kuasa atas kita. Kitalah yang justru membiarkan diri kita untuk dikalahkan oleh dosa. So, saya akan mengatakannya lagi dan silahkan anda mengatakan dengan lantang kalimat ini:
saya adalah pemenang oleh karena pengorbanan Yesus Kritus. Dosa tidak lagi memiliki kuasa atas saya. Saya yakin dan percaya Tuhan Yesus Kristus akan memampukan saya untuk mengalahkan dosa-dosa dan kedagingan saya. Saya adalah Anak Allah yang Maha Tinggi oleh karena pengorbanan Tuhan Yesus Kristus di kayu salib. Saya tidak akan membiarkan diri saya jatuh ke dalam dosa lagi. Sekalipun saya jatuh, saya percaya Tuhan akan mengangkat saya dari dosa.

Ayat validasi: 2 korintus 10:3; 2 korintus 10: 17-18; 2 korintus 12: 7; Efesus 2:8
[ Read More ]

Mengenal Hati Tuhan

Author: Meitri Angelina
 14 Oktober 2012


Pada tulisan kali ini, saya ingin men-sharingkan pemahaman yang baru-baru ini saya dapatkan, yaitu mengenai relasi dengan Allah. Pemahaman ini saya dapatkan ketika saya mendengarkan lagu pujian sejati yang dinyanyikan oleh Franky Sihombing. Saat mendengarkan lagu itu, ada lirik yang membuat saya merasakan hikmat mengalir dalam diri saya saat mendengarnya. Lirik itu berbunyi:

MemujiMu lewat suaraku
T’rasa cukup bagiku
Namun semua ternyata
Lebih dari yang kukira
Ku hanya peduli diriku
Ku tak mau tahu rinduMu

Terkadang, dalam hidup kita, kita tidak pernah benar-benar peduli mengenai apa yang Allah inginkan dalam hubungan kita dengan-Nya. Kita cenderung lebih fokus mengenai diri kita sendiri. Kita tidak pernah bertanya apa yang Ia inginkan atau berapa lama waktu yang dia mau habiskan bersama kita.. Hal apa yang ia inginkan bicarakan dengan kita.. Apa yang ingin Ia bentuk dalam hidup kita.. Terkadang, dalam hubungan kita dengan Allah, kita tidak memperhatikan apa yang Ia mau, terkadang kita justru ‘memaksa’ Allah dengan segala rancangan dan keinginan kita. Hubungan kita dengan Allah dengan Allah tanpa kita sadari sering kali hanya berlangsung satu arah, yaitu dari kita ke Allah. Kita juga tak jarang memaksa pencipta kita untuk menuruti ‘perintah’ kita. Padahal dalam doa Bapa kami, jelas satu kalimat yang berbunyi: Jadilah kehendak-Mu di atas bumi dan di dalam surga.

 Tanpa kita sadari, kita memonopoli hubungan kita dengan Allah. Kita berdoa saat kita membutuhkan Dia. Tak jarang kita mengabaikan Dia saat kita merasa tidak butuh Dia atau terlalu asik mengerjakan kesibukan Kita. Tak jarang, Kita meninggalkan Dia sendiri. Terkadang kita merasa waktu doa kita tidak lebih hanya kewajiban. Seringkali saat kita berdoa, hati dan pikiran kita tidak pernah benar-benar mengarah pada-Nya. Padahal Allah kita jugalah pribadi sehingga sudah sewajarnya hubungan kita berlangsung 2 arah. Bukankah saat berbicara dengan sahabat anda, pembicaraan tersebut berlangsung 2 arah? Dan tentu saja anda ingin agar sahabat anda mendengarkan anda. Tentu saja, Allah kita, yang juga adalah sahabat kita, ingin agar anda mendengarkan Dia dan mengetahui apa yang inginkan. Kita pun juga akan tidak suka apabila orang lain memonopolipembicaraan, begitu juga dengan Allah kita. Terkadang kita berbicara kepadaNya hanya saat kita membutuhkan Dia padahal mungkin saja Ia ingin berbicara dengan kita hanya karena Ia begitu merindukan kita.. mungkin tidak pernah kita sadari bahwa Ia selama ini telah menanti anda untuk berbicara dengannya secara pribadi.. mungkin Dia terlalu merindukan anda untuk hanya berbincang-bincang dengan anda.. Bahkan mungkin, saat anda membaca tulisan ini.. Dia ada disana berdiri tepat di depan pintu hati anda, menanti anda untuk berbicara denganNya dan Dia berkata kepada Anda:

“AnakKu, Aku telah menunggumu begitu lama untuk berbicara denganmu.. Aku ingin berbicara dari hati ke hati denganmu, anak-Ku yang paling Kukasihi… Aku rindu engkau memangil-Ku Bapa.. ya Anak-ku, Akulah Bapamu, Bapa yang baik..Aku ingin berbicara denganmu bukan hanya mengenai segala apa yang kamu butuhkan atau doa yang dipanjatkan setengah-setengah tetapi mengenai kita.. mengenai hubungan kita.. Aku merindukanmu anakKu.. anakKu yang paling kukasihi.. intan permataKu yang paling cantik”

Itu adalah kata-kata yang saya dengar Ia katakan bagi saya saat itu. Saya percaya mungkin dengan versi yang sedikit berbeda, Ia mengatakan hal yang sama bagi anda bahwa Ia begitu merindukan anda bahwa Ia rindu bercakap-cakap dengan anda dari hati kehati. Terkadang kita lupa untuk hadir bagi Dia, kadang kita terlalu egois menggunakan standar kita sendiri memonopoli hubungan kita dengan Allah. 



kita kadang puas hanya dengan memberikan sepersekian menit dalam hidup kita bagi Dia padahal mungkin Ia menginginkan lebih banyak waktu yang anda habiskan berdua dengan Anda. Layaknya sepasang kekasih yang selalu rindu untuk bertemu dan berbincang-bincang satu sama lain. Bagaimana hubungan anda denganNya saat ini? Apakah anda juga terkadang mengabaikan keinginanNya?

Saat ini, mari kita belajar untuk mengetahui apa yang Dia mau dalam hubungan kita dengan Dia.. apa yang Dia mau kita katakana dan apa yang Dia mau rancangkan untuk kita. Tidak ada salahnya apabila kita menanyakan terlebih dahulu mengenai apa yang Dia mau sebelum kita berdoa pada-Nya karena Allah kita adalah yang unik yang punya berbagai cara untuk menyenangkan hati kita. mungkin justru ada banyak hal yang ingin Ia katakan pada Anda selama ini. Sayangnya, kita terlalu sibuk ‘memerintah’ Dia dan ‘memaksakan’ kehendak kita. Saat ini, saya mengajak anda untuk belajar memahami lebih lagi apa yang Ia mau dalam hidup kita

Ayat validasi: Matius 6: 10, Amsal 19: 21
[ Read More ]

The Tower of Hope

Author : Felicia Yosiana Gunawan

12 Oktober 2012

(A/N : I wrote this note in English to fulfill my promise to the Lord. Well, enjoy.)

Let’s just admit it: it’s not easy to be hopeful while we feel pressed on both sides. Everyone must have felt this way, right? Well, I don’t know about you, but there are countless of times when my carnal mind yelled “Enough!” to my spirit. I, too, as a believer, often lost my hope and became tired of living my faith.

You have to exercise your faith,” God once had told me.

At that time, all I had done was nodding in bewilderment.

But perhaps, I’d misinterpretated His words, as I’d often thought that faith stood alone—apart from hope. It was not long ago when God’d taught me a lesson about how all things are connected.

“Hope and faith cannot be separated, then?” I asked the Lord.

He nodded. “They cannot. None stands alone. The will not be complete without one another, as you cannot have faith without hope, and vice versa.”

“Then, does it mean that I should have hope in my faith? I’m getting more and more confused.” I know it was a simple matter, but somehow, it just didn’t click on my mind. “What does it mean to hope, Lord? Is it that I have to be hopeful that You’d fulfill Your promises in my life or something?”

A warm smile came upon His lips. I, once again, felt like a five-year-old asking her daddy how does the bird fly. “Don’t be confused.” He tilted His head slightly in wonder. “Hmm... Let’s see... What do you hope for, daughter?”

I blinked. “Huh? What do I hope for...?” A few ‘wishful thoughts’ came to my mind. Almost all of them were worldly, though. “I want to be a successful writer. I want to be able to help those around me. I want to become a better person. I want to be useful to You. I want to... well, see the Big Outpouring—Revival happening in my country. Do those count as hopes?”

“Yes, in a sense. But they’re more like what you desire and not what you hope for.”

“Is there a difference between desiring and hoping?”

“There is,” He said. “For instance, desiring means you’re wanting something to happen; something you’d thought of possible eventhough the chances may be slim. But hoping is far more than that, because it’s connected to the faith you have.”

More questions popped in my head, but I chose to keep silent. What was His point? What should I hope for then? Or rather, how should I hope...?

“Well, some questions you have,” He chuckled, reading my thoughts.

Yup, one benefit of being with the Lord is that you don’t really need words to communicate. The drawback? You practically have no place to hide and no secrets to hold.

“Have you ever heard a saying that says ‘hope renews one’s strength’?” He asked.

I nodded. “I think it’s in the Bible.”

“There are some verses talking about hope, and they are my favorite,” He said with a wink. My flickered curiosity seemed to amuse Him, since He began laughing softly against my ears as He drew me to His side. “You’re a thinker, daughter, and that is good. But sometimes, you have to drop your theories and carry on with only your faith and hope in your backpack. Think of them as a compass and a self-drawn map.”

I twisted my mouth in annoyance. For your information, I am a very insecure person when it comes into ‘walking blindly’ with the Lord. Theories, prejudices and anaylitical skills are my ‘weapons’ against my own fears. I always feel that I should calculate and speculate everything before I make a move, because if I felt like I was being dumbfounded or dumbstruck, I lost. 

“Are You trying to criticize me?” I mumbled.

“More like correcting you,” He replied, His tone was pleasant and light. “This is what I meant, daughter: You’re lacking hope.”

Realization hit me slow. “Does it mean that I don’t trust You enough to have ‘hope’ in You...?”

“Sadly, yes. But we can fix that,” He added with a smile.

“How?”

“By building your hope on a steady ground called faith.”

Was this just me or I felt like I was being toyed with? “You’re talking in circles, Lord.”

And as usual, He simply laughed it off. God and His carefree persona... “Not carefree; I prefer the term ‘easy going’,” He quickly said, making me almost snicker in compliance.


“Okay, Dear Lord. So, how do we fix it, then?” I asked. 

A vision of a white,  crumbling tower came to me. “Is that my tower of hope?” I could saw a tall tower standing before me. The foundation was solid and strong, but the pillars supporting the tower were cracked it looked like it could fall at any time.

The Lord nodded once. He pointed His index finger at the bottom part of the tall tower. “Look at the foundation,” He said. “You’re planted to a solid ground. To the only solid ground, to be exact.”

“You,” I blatantly stated.

“Yes. Me.”

A verse about the Lord being my solid ground and rock was being replayed in my head. But when it led to the “He is my strong tower” part, my shoulders slumped. “I’m not building anything solid and strong at all. How come?”

“Your hope is currently based on things that you can see,” He softly stated. “You only hope for what you think is possible to happen. Your faith is solid, but it’s lacking hope and trust. You see, the foundation alone can achieve nothing. They cannot shelter you or bring you to a higher ground.”

Wisdom was teaching me as He spoke, enabling my spirit to understand His words. “I only hope for the things that I could imagine happening. I’m not brave enough to hope higher—I’m frightened of being dissapointed, eventhough I know that the Bible says ‘those who put their trust in the Lord shall never be dissapointed.’”

“That’s it,” He concluded. “Your hope is frail, and it’s a waste of a good foundation.”

I agreed. “You want to say that this is related to the ‘blind faith’ curriculum You’re teaching me about?”

“Everything is connected,” He chanted a phrase I’d remembered too well. “Now that you know what to do, we can fix your tower.”

“So I simply have to aim higher, then? Placing my hope higher in You without demanding things?”

“A humble heart is always the key to success,” the Lord reminded, and we both laughed.
[ Read More ]

About to Judge Someone? Think Again.



Author : Silvia Gautama
            Pernahkah Anda merasa tidak akan pernah bisa ‘nyambung’ dengan seseorang? Mungkin Anda merasa orang ini tidak enak diajak bicara, aneh atau.. Yah, berbagai pendapat subyektif lainnya bisa kita kemukakan sehinga cenderung menjauhinya.
            Seringkali kita dengan mudahnya menghakimi seseorang tanpa mencari tahu kebenarannya. Tapi mari coba kita tilik lagi. Apakah orang itu memang benar-benar aneh atau kita hanya ikut menghakimi dia dari omongan orang-orang yang menganggap dia aneh?
            Saya punya seorang teman. Kebanyakan dari kami menganggapnya aneh. Pernah suatu kali saya mengobrol dengannya dan saya langsung berpikir saya tidak akan pernah bisa berteman dengan orang ini.  Kami sama sekali tidak nyambung.
            Saya juga tidak suka dengan cara berbicaranya yang saya tangkap sombong dan self-centered. Semua yang dia bicarakan hanya tentang dirinya sendiri. Walau begitu, saya tidak menjauhinya dan tetap berteman. Tapi hubungan pertemanan kami juga biasa-biasa saja dan tidak dekat.
            Suatu kali, dalam satu kejadian saya membutuhkan bantuannya. Ia bersedia membantu! Baru kali itu saya benar-benar berbicara lama dengannya. Biasanya, saat dia berbicara, saya hanya mendengarkan dengan setengah hati dan cenderung saya tidak terlalu peduli dengan apapun yang dia bicarakan. Kali ini, saya sungguh-sungguh mendengarkannya.
            Siapa sangka, saya tertawa terus-menerus saat mengobrol dengannya! Benar-benar tertawa maksud saya--bukan tawa palsu seperti biasa karena tidak mengerti apa yang dia bicarakan. Baru kali ini saya memandangnya dengan sudut pandang yang berbeda. Saya jadi berpikir  bahwa mungkin dia tidak seburuk itu dan orang yang cukup menyenangkan. Orang yang baik pula, melihat kesediannya membantu saya.
            Setelah lama sekali mengobrol dengannya, saya sadar dia orang yang cukup menyenangkan walau ada beberapa hal antara kami yang memang tidak cocok. Well, tapi ia tidak seaneh anggapan saya dulu. Saya yang berpikir kami tidak akan pernah cocok dulu dibuat terkesan ketika saya sungguh-sungguh mendengarkan omongan-omongannya. Ternyata banyak yang bisa saya pelajari darinya!
            Guys, seringkali tanpa sadar kita cepat sekali menghakimi orang. Entah kita menganggap orang tersebut aneh, freak, tidak nyambung atau apapun. Padahal, bisa saja semua dugaan Anda itu salah! Seringkali kita juga mengikuti pandangan lingkungan yang ternyata sebenarnya salah. Misal, orang-orang menganggap seseorang aneh hanya karena dia suka menyendiri, lalu kita ikut-ikutan menganggapnya aneh padahal kita belum pernah berbicara sekalipun dengannya.
            Saya ingin mengajak Anda untuk berpikir sejenak sebelum menghakimi. Apakah kita sudah cukup sempurna untuk menghakimi orang lain? Seringkali setiap melihat seseorang di kjalan, kita tergoda untul menghakimi mereka. Melihat penampilan orang yang acak-acakan, kita langsung mengira mereka orang yang tidak rapi. Padahal mungkin saja tebakan saya sama sekali salah.
            Coba pikirkan kalau kita ada di posisi sebaliknya : kita yang dihakimi orang lain. Tentu tidak mau bukan? Kita senang sekali menghakimi tapi paling benci dihakimi. Apakah Yesus sendiri menghakimi?
            Mari kita lihat Yohanes 8:3-11. Ada perempuan yang kedapatan berzinah, dan sesuai hukum Taurat semestinya perempuan itu dilempari batu. Orang-orang menganggap perempuan itu berdosa dan sudah sewajarnya dilempari batu. Tapi apa jawaban Yesus? "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." (ayat 7).
            Yesus pun tidak menghukum perempuan itu walaupun Ia punya hak untuk itu. "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." (ayat 11). Ia turun dari kursi penghakimannya, menghampiri kita si orang berdosa, mengasihi kita dan bersedia memaafkan kita! 

            Sebelum kita menghakimi seseorang, marilah kita berhenti sebentar dan pikirkan seberapa banyak kekurangan kita yang sudah Yesus ampuni. Daripada menghakimi orang lain dan mencari tahu kekurangan mereka, lebih baik kita introspeksi diri. Apakah kita lebih baik dari orang yang kita hakimi?
            Mari belajar untuk tidak cepat-cepat menghakimi orang lain!
[ Read More ]