Pencarian

Author : Felicia Yosiana G


A/N : Ditulis pada 29 September 2011.


A : Huwaa, Tuhan!! Akhirnya saya bisa ngobrol lagi sama Anda!!

JC : Kenapa teriak-teriak begitu? Aku selalu di sini.

A : Saya berasa kayak domba yang baru nyasar terus balik lagi.

JC : ‘Ditemukan’ lebih tepat. Kau tahu, harusnya Aku yang teriak seperti itu.

A : Anda senang?

JC : Lebih daripada yang kau pikirkan! Kesenagan-Ku, sama seperti kesenangan setiap makhluk, adalah bila diperhatikan. Bukankah menyedihkan kalau ada orang yang terus bersama-sama kalian tapi terus-terusan dicuekin?

A : Ouch. Maap, Tuhan.

JC : Ya. Tidak masalah. Yang penting kamu sudah kembali dan ini menyenangkan-Ku.

A : Ada begitu banyak yang saya ingin tanyakan... Bingung mau mulai dari mana. Bagaimana kalau soal Hikmat?

JC : Boleh. Pertama-tama, apa yang kau ketahui soal Hikmat?

A : Belajar dari pengalaman, Hikmat adalah Anda.

JC : Hahaha. Ya, benar. Aku adalah Hikmat. Kau belajar.

A : Hikmat berarti tahu kapan harus melakukan sesuatu, kan?

JC : Benar. Tapi lebih dari semua itu, Hikmat adalah pencarian akan Aku yang tanpa batas dan akhir. Hikmat adalah ketenangan. Hikmat adalah pengetahuan bahwa Aku terus disampingmu, mengamati setiap kata-kata dan tindak-tandukmu.

A : Itu sebabnya Anda melarang kata-kata yang sia-sia?

JC : Ya. Dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran. Itu Firman-Ku dan Aku tidak pernah berbohong ataupun salah.

A : Bagaimana dengan sosialita? Bukankah kami, manusia, dituntut untuk aktif dan banyak ‘bicara’ di dalamnya?

JC : Dari segi dunia, ya. Tapi tidak menurut-Ku. Tetap ada waktu untuk berbicara, ada waktu untuk diam, ada waktu untuk mendengarkan. Kamu mengerti hal ini.

A : Susah banget...

JC : Bukannya tidak mungkin. Itulah sebabnya kenapa Aku menmerintahkan kalian untuk terpisah dari dunia yang jahat ini.

Lihatlah orang-orang di sekeliling kalian. Dengarkanlah apa yang mereka perbincangkan, kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Di mana kalian berkecimpung? Itu semua yang menentukan apa yang kalian lakukan, kan?

A : Maksud-Mu menyeleksi?

JC : Benar. Daud melakukan hal ini dan ini telah ditulisnya pada Kitab Mazmur. Kenapa anak-anak-Ku lebih suka duduk bersama para pencemooh dibanding duduk di kaki-Ku dan menikmati Hikmat-Ku?

Tidakkah kalian tahu yang baik dan yang buruk? Kenapa kalian begitu hanyut dalam dunia  yang akan menerima murka-Ku ini?

A : Jadi, bagaimana kami harus bersikap?

JC : Bersikaplah sebagaimana Aku bersikap. Apa yang kamu lihat?

A : Hikmat. Ketenangan. Kasih yang tidak pura-pura. Anda tidak banyak berbicara namun selalu merespons. Anda sangat kalem dan tidak macam-macam. Karakter Anda sangat rendah hati dan hangat. Di dalam kediaman, Anda menunjukan Kasih tertinggi yang tidak menuntut balas.

JC : Benar.

A : Saya bisa jadi penulis puisi nih kalo bergaul sama Anda terus-terusan...

JC : Hahaha. Memangnya kenapa? Aku suka, kok.

A : Merasa lucu aja... Memangnya Anda enggak ya?

JC : Enggak. Aku suka melihatmu begitu. Itu jauh, jauh lebih baik dibanding kamu murung memikirkan dunia dan hanyut dalam pikiran-pikiranmu.

A : Nohok, Tuhan...

JC : Bagus, kan? Itu bukti kalau Aku menyayangimu.

A : Nah, sekarang bawaan saya pingin koprol dan lompat-lompat...

JC : Aku juga senang kalau kamu menikmati waktu bersama-Ku dibanding memilih untuk hanyut dalam hal-hal duniawi.

A :Segitu sedikitnya kah anak-anak Anda yang mau duduk di kaki Anda sekarang ini?

JC : Kamu sendiri melihat presentasi mereka yang akan Terangkat. Ya, sesedikit itu. Sesedikit itu.

Banyak anak-anak-Ku yang melakukan ‘pelayanan’ kosong di Gereja-Ku tanpa mengenal Aku secara pribadi. Banyak yang tidak percaya bahwa mereka telah diberikan kemampuan untuk berkomunikasi dengan Allah mereka selayaknya Bapa dan anak. Banyak yang lebih memilih untuk duduk di depan komputer, TV, atau mencari teman manusia untuk diajak mengobrol.

Seberapa banyak yang melihat Aku di samping mereka, menunggu untuk diundang berdialog dalam keintiman dan kasih yang tidak bisa didapatkan di dunia?

A : Kok parah banget ya, Tuhan?

JC : Ya. Pilihan manusia memutuskan apakah Aku dapat bertindak atau tidak. Seperti yang Kutekankan sebelumnya, Aku tidak pernah memaksa ataupun mendobrak. Aku menanti dengan sabar dan penuh harap, seperti seorang kekasih yang menunggu pasangannya untuk mengajaknya berdialog.

Sedikit sekali yang mengetahui. Sedikit sekali yang mengerti.

A : Rasanya bahan pertanyaan saya langsung menguap...

JC : Hikmat-Ku telah menjawabnya. Hidup dengan Aku berarti penyertaan Sorgawi. Dan itu berarti komitmen. Tidak ada hukum yang menyangkal itu dan Aku adalah hukumnya. Langkah awal setiap orang yang mau belajar adalah bertanya. Tanya dan mintalah. Aku tidak kurang kuat untuk menjawab.

Aku tidak sedingin yang kalian kira. Aku penuh kehangatan dan kelembutan. Tapi manusia tidak mengerti kesabaran-Ku.

Banyak dari anak-anak-Ku yang menganggap bahwa Aku adalah Allah yang kejam dan tidak berperasaan, Allah yang monoton dan tidak memperhatikan perasaan ciptaan tangan-Nya.

Tidak tahukah kalian bahwa pikiran-pikiran ini berarti pembatasan terhadap Kuasa dan Kasih-Ku?

A : Tuhan, jujur, saya makin nggak ngerti arus dunia ini. Ada orang-orang yang membatasi Kasih dan Kuasa-Mu seperti yang Anda katakan, ada juga orang-orang yang nggak peduli sama sekali—mereka kita skip aja, ya, saya males bahasnya... Tapi pertanyaannya: Kenapa sampai kami jadi seperti ini?

JC : Simpel. Itu karena kurangnya pengetahuan mereka akan Aku. Mereka membaca, mendengar, dan berpikir, tapi tidak mencari dan berusaha mengenal Aku. Mengenal berbeda dengan mengetahui, Yosi. Kalau kau mengenal-Ku, maka engkau pun mendalami karakter-Ku dan tinggal di dalam pengenalan yang paling baik akan Aku.

A : Serius, saya capek bergaul di dunia... Manusia aneh-aneh, dengan paradigma masing-masing... Saya tahu jalan mencari Anda beda-beda, tapi kenapa sampai seaneh dan seribet ini? Rasanya pengen meledak...

JC : Itu karena tidak adanya kerendahan hati.

A : Mengalah maksud-Mu?

JC : Ya. Bukan doktrin atau jalan yang berbeda yang menghancurkan umat-Ku, tapi keangkuhan. Bukankah Paulus telah menjelaskan hal ini dengan sangat jelas?

A : Bahwa tidak ada golongan Paulus, golongan Yesus dan semacamnya?

JC : Ya. Aku adalah Allah Tritunggal yang Maha Esa. Kami adalah Satu. Perpecahan bukanlah hal yang Kami sukai.

A : Jadi kami harus saling merendahkan hati?

JC : Bukankah dengan cara membasuh kaki murid-murid-Ku Aku memenangkan mereka? Ya, itu adalah cara paling efektif dan efisien untuk ‘menang’.

A : Saya bingung. Tapi juga mulai mengerti...

JC : Jangan kamu serap dengan cara begitu, diyakini dan disaring dengan Hikmat-Ku saja.
[ Read More ]

Peringatan : Hidup dalam Roh

 Author : Felicia Yosiana

A/N : Ditulis pada 28 September 2011.


A : Lord, saya merasa bego... Akhir-akhir ini Suara Anda terdengar jauh dan samar. Ini menyiksa dan benar-benar bikin lelah...

JC : Kamu tahu alasannya sekarang. Tuliskanlah. Biarkan saudara-saudaramu tahu juga mengenai hal ini.

A : Hah? Engkau masih mau berbicara melewati saya?

JC : Ya. Ini akan menjadi tanda Kasih dan Kesetiaan-Ku padamu dan pada dunia.

Dengarlah, kalian, terutama yang merasa ‘aman’, Aku henda berbicara.

Apakah kalian puas dengan keadaan kalian sekarang? Apakah kalian puas dengan penyertaan Roh Kudus yang berjalan dengan tersendat-sendat di samping kalian? Apa kalian tahu seberapa besar ekspektasi-Ku pada kalian, manusia yang Kupanggil dengan nama?

Aku tidak puas.

Aku tidak puas dengan ke-suam-suam-kuku-an kalian. Aku tidak dapat berkarya secara penuh.

Lihatlah para penginjil yang telah melakukan hal-hal yang kalian bilang ‘luar biasa’ dan penuh ‘urapan’. Apakah kalian pikir kalian tidak bisa melakukannya? Adakah Aku pilih kasih terhadap anak-anak-Ku? Tidak.

Kasih-Ku, porsi Kasih dan Kuasa yang Kuberikan kepada setiap orang sama besarnya. Tapi sungguh mendukakan Aku saat kalian membatasi Aku dengan pola pikir duniawi kalian yang kalian anggap ‘kudus’ dan ‘benar’.

Kebenaran apa yang kalian pegang, anak-anak?

Firman-Ku yang kalian telan secara setengah-setengah?

Tidak tahukah bahwa sebagian dari fakta adalah kebohongan?

Di sinilah firman-Ku digenapi, bahwa banyak yang dipanggil, namun sedikit yang dipilih.

Tahukah kalian maksudnya?

Hati nurani dan roh kalian mengetahuinya. Jangan berbohong pada Roh-Ku.

Ya, sedikit yang ‘dipilih’ menunjukan bahwa ada Seseorang yang berhak menyeleksi mereka yang terpanggil. Dan apakah Aku pilih kasih terhadap mereka yang terpanggil? Tidak tahukah bahwa mereka yang setia dalam perkara kecil Kupercaya juga dalam perkara besar?

Kenapa kalian bisa puas dengan hidup kalian yang tanpa ‘urapan’?

Aku tidak menerima logika dunia, anak-anak. Kalian harus memilih: setia atau murtad. Tidak ada kata ‘setengah-setengah’ dalam kamus-Ku. Kalian mengetahui hal ini dengan baik: Aku telah menanamkan hal ini pada roh dan hati setiap orang, terlebih mereka yang telah mengakui Aku sebagai Tuhan mereka.

Teruslah berbohong pada diri kalian sendiri bahwa ‘hal itu mustahil’ atau ‘sulit’, dan kalian akan mendapat diri kalian tertinggal pada saat Aku menyapu bumi untuk mengambil Mempelai-Ku.

Telusuri Firman-Ku dan jejak kaki-Ku di bumi ini dan kalian akan melihat kebenaran yang sesungguhnya—bukan kebenaran yang diatur oleh stereotip dunia dan manusia. Biar Kukatakan: inilah kesenangan Lucifer, musuh yang menentang-Ku, yaitu melihat anak-anak-Ku mundur teratur saat mereka mengetahui separuh dari kebenaran.

Aku menuntunmu langkah demi langkah, nak. Tidak pernah Aku memberikan sesuatu yang tidak sanggup untuk kau tanggung. Tidak percayakah bahwa kau akan dapat mengejar dan mendapatkan kebenaran secara utuh bila kau terus maju?

Sudah banyak Aku berkata-kata kepada kalian.

Pilihan bermain di sini. Pilihlah. Aku tidak pernah memaksakan kehendak-Ku kepada manusia atau siapapun. Yang Aku lakukan adalah memohon dan meminta, menjawab dan menopang, membimbing dan mengasihi. Tidak pernah Aku memaksa. Itu bukan sifat-Ku.

A : Lalu, apa arti hidup dalam baptisan Roh-Mu?

JC : Itu berarti berkarya bagi-Ku, membiarkan-Ku menuntun kalian setiap waktu dan menghasilkan buah-buah. Roh-Ku yang akan mengurus semua kedegilan kalian. Ia akan membimbing kalian untuk menghancurkan tembok demi tembok dosa di hati kalian dan memurnikan roh kalian.

Ingatlah bahwa Roh Kudus tidak pernah memaksa. Sama seperti Aku dan Bapa adalah rendah hati, Ia pun adalah pribadi yang lemah lembut dan rendah hati. Bila kalian menolak-Nya, Ia tidak akan memaksa untuk tetap tinggal. Ia memang akan memohon. Aku memohon, meratap dan memanggil. Tapi tidak memaksakan kehendak-Ku.

Apa kau tahu arti dari Doa Bapa Kami? Bukankah kata demi kata telah menggambarkan dan memperlihatkan kehendak-Ku dan Ia yang mengutus Aku?

Roh yang menyala-nyala dalam kebenaran tidak akan padam dengan mudah. Akan butuh proses untuk memadamkan semangat di dalam Roh-Ku. Tapi Kuingatkan sekali lagi, hal ini mungkin terjadi. Bukalah satu celah, dan si jahat akan mulai masuk dan menggali lebih dalam lagi ke dalam hati, pikiran dan roh kalian. Ia akan mulai menghasut kalian untuk mengusir Roh-Ku keluar. Dan Roh-Ku pun akan berteriak kepada Bapa, memohonkan-Nya untuk menyadarkan manusia. Dan bila apa yang Bapa perbuat tidak mampu memperingatkan orang itu, Roh-Ku akan undur dari padanya.

Itulah sebabnya Aku mengatakan bahwa pilihan bermain di sini. Tanpa iman, engkau berjalan dalam kesia-siaan.

A : Roh yang undur daipada kami... Saya nggak mau, Tuhan.

JC : Masih ada waktu. Cari, kejar, minta dan bergeraklah! Aku tidak akan membuang mereka yang datang pada-Ku! Tidak akan Kutahan-tahan kebaikan dari mereka yang mengingini Aku!

Roh-Ku adalah kebenaran dan Hikmat, sumber segala pengetahuan yang tidak mendapat tempat di dunia yang kotor ini. Terimalah Dia dan hiduplah di dalam-Nya! Lakukan kehendak-Nya dan jadilah kalian sempurna di hadapan Bapa!

Karena sesungguhnya, waktunya sedang menutup.

Lihatlah ke atas dan jangan ke bawah. Carilah wajah-Ku selama Aku berkenan.

Tidak ada penundaan lagi.

Waktu telah ditentukan.

Sorga telah siap dengan pesta terbesar yang akan dirayakan untuk Perjamuan Anak Domba.

Pilihlah, anak-anak: Aku dan Kebenaran-Ku, atau dunia dan kebohongannya.
[ Read More ]

Karakter-Nya

Author : Felicia Yosiana G

A/N : A refers to Author. J refers to Jesus. Ini adalah perbincangan 'kecil' kami setelah sekian lama saya terseret arus dunia... 



A : Boleh kita bicara, Lord? Ada banyak hal yang ingin saya tanyakan pada Anda dan ingin saya bagikan pada saudara-saudara di dalam Anda.

JC : Boleh, kok. Kau tahu, Aku menunggu-nunggu momen ini sejak lama. 

A : Hah? Kenapa?

JC : Akhir-akhir ini kau lebih sering berjalan dengan pikiranmu sendiri. Memang, Hikmat telah dikaruniakan padamu, tapi itu bukan cara-Ku menuntun anak-anak-Ku. Coba lihat, percakapan kita sehari-hari berkurang drastis, bukan?

A : Sakit. Maap, Tuhan. Apa saya telah mengecewakan Anda?

JC : Ya, tapi itu tidak Kulihat lagi sekarang. Aku senang kau mau datang pada-Ku.

A : Akhir-akhir ini saya sulit menyimak baik Suara maupun Wajah dan perasaan Anda. Apa menurut Anda saya telah menjauh?

JC : Dengan sedih Kuakui, benar, nak. Kau menjauh dari-Ku. Dengan pikiran-pikiranmu, dengan logikamu dan segala aktivitas pikiranmu yang tidak melibatkan Aku secara langsung, engkau membuat jarak dengan Aku—Aku secara personal.

A : Biarpun apa yang saya ‘putar’ di otak berupa memori bersama Anda?

JC : Ya. Kamu menyadarinya: ada waktu untuk mengingat-ngingat, ada waktu untuk bergerak maju. Aku adalah Pribadi yang rendah hati dan lemah lembut. Bukan ciri-Ku untuk memulai percakapan dengan bombastis demi menarik perhatian. Kau sendiri mengerti hal ini, kok. Bukankah akan menyiksa bila seseorang harus menyangkal kepribadiannya? Aku pun begitu. Aku tidak dapat menyangkal diri-Ku, sifat-sifat-Ku. 

Aku adalah Aku. Terlepas dari pandangan orang-orang tentang Aku, bukan opini manusia lah yang membuat Aku. Aku tetap Aku; Allah yang setia dan rendah hati.

A : Sejauh yang saya rasakan, Kepribadian Anda memang luar biasa. Anda tenang, tidak cerewet dan banyak bicara, berselera humor tinggi, namun sangat responsif.

JC : Ya, nak. Itulah Aku. Tidak banyak bicara adalah sifat dari orang yang rendah hati. Ia tidak ‘menarik perhatian’, tidak mencari muka, tidak macam-macam dan tidak menuntut. Aku tenang dan tidak pernah terburu-buru. Aku ramah dan lemah lembut, dan karena itulah Aku senang merespon setiap dari anak-anak-Ku bila mereka mau datang kepada-Ku dan mengundang-Ku untuk berdialog. Tahukah kamu bahwa Aku melompat dalam kegirangan saat engkau mengajak-Ku berdialog? 

Jangan menangis, nak. Sekarang kau mengerti perasaan-Ku yang sering ditinggalkan dan diabaikan oleh buatan tangan-Ku sendiri.

A : Saya parah, Tuhan... 

JC : Kau tetap anak-Ku. Ini adalah pernyataan dari-Ku. Aku mau mengubahmu asalkan kau mau bekerja sama. Lihat, Aku tidak memaksamu untuk mengikuti jalan-jalan-Ku. Aku hanya menyediakan jalan, sarana, dan penyertaan sepanjang waktu untuk setiap anak yang mau mencari dan memintanya dengan iman dan kasih.

A : Kasih... Itu elemen penting dalam diri Anda.

JC : Kau bisa berkata begitu karena apa?

A : Karena Anda semata. Karena hidup belasan tahun bersama Anda. Karena kesetiaan Anda yang tidak berujung.

JC : Biarpun kamu sering ragu, ya, itu benar. Kau baru saja menyaksikan kesetiaan-Ku dalam memegang janji, bukan?

A : Ya. Engkau setia membangnkan saya pada jam 3 pagi untuk menyapa Anda dan berdoa.

JC : Tanpa jam weker, kan? Ya, itulah Aku: Allah yang setia.
[ Read More ]

Flaw

Author : Benedictus Harvi



‘Fokus’ adalah kata-kata yang sepertinya trivial, namun sangat krusial bagi Tuhan dan setiap anak-anak-Nya. Hal ini ditanamkan-Nya dengan keras pada saya beberapa hari yang lalu sebelum tulisan ini ditulis.

                Saat itu, saya memang sedang agak ‘keteteran’ dengan tugas-tugas kuliah yang sudah mulai  menumpuk. Sebagai gambaran keseharian saya: sore hari sampai di rumah, malam hari sampai subuh saya mengerjakan tugas. Hal ini berlangsung beberapa hari, sampai saat teduh saya pun jadi terkena imbasnya. Tuhan memang telah dengan sabar memperingatkan saya untuk tidak me-neg lect saat teduh tersebut, dan membangun pengaturan waktu yang lebih baik. Namun apa daya, pada praktiknya saya tidak dapat memenuhi ekspektasi-Nya.

                Hari demi hari saya jalani dengan stagnan. Komunikasi dengan Tuhan memang tetap saya lakukan di sela-sela aktivitas, namun—tanpa sadar—saya sudah tidak lagi menempatkan Tuhan sebagai prioritas dalam daftar saya. Hidup rohani saya bisa dibilang kering saat itu, dan saya mulai agak terseret dengan arus dunia.

 Sampai suatu hari, Ia pun menyadarkan saya.
                

Malam hari, saya, yang sudah teramat lelah pulang kuliah, langsung menjatuhkan diri ke tempat tidur. Saat itu, yang ada di pikiran saya hanyalah ‘gue harus istirahat’. Saya sama sekali tidak berpikir mengenai doa malam dan saat teduh, bahkan saya tidak bertegur sapa dengan Tuhan sebelum saya tidur.

                Dan tanpa disangka, saya menuai apa yang saya tabur.

2-3 jam setelahnya saya terbangun dan keluar kamar untuk mengambil air. Yang saya ingat, saat itu kepala saya terasa sangat pening dan berat. Di saat itulah, saya menyadari ada yang aneh. Saya mencoba untuk berkomunikasi dengan Tuhan seperti biasa, namun saya tidak mendapat jawaban langsung-Nya yang biasa. Pertama-tama, Ia masih menjawab dengan sepatah- dua patah kata. Selanjutnya, saya sama sekali tidak dapat mendengar-Nya.

KE MANA ENGKAU TUHAN?!!

Adalah seruan yang bergema di seluruh sudut pikiran saya. Saya panik, saya mencoba memanggil-manggil-Nya berkali-kali, mencoba memancing percakapan, bahkan berseru-seru kepada-Nya.  Namun hasilnya tetap nol besar, dan ini berlangsung cukup lama. Saya merasa patah hati dan dipenuhi kehampaan yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya. Gelombang kesadaran menerpa saya,  bahwa saya telah tidak mengindahkan-Nya selama beberapa hari ini.  

 Saya jatuh terduduk dan berdoa dengan hampir menangis, “God, aku percaya Engkau tidak pernah meninggalkanku. Aku percaya Engkau tetap di sisiku, karena janji-Mu kekal. Apa yang terjadi padaku sekarang, aku percaya merupakan suatu trial dari-Mu dan ini memang buah dari perbuatanku sendiri.

Apa yang kau rasakan, Nak?”

Kata-kata lembut Roh Kudus mencurahkan kelegaan yang tak dapat dilukiskan oleh kata-kata.

I’m broken, God.” Kata saya dengan tampang kuyu.

Anak-Ku,  Aku terpaksa melakukan hal ini untuk menyadarkanmu. Aku mengasihimu dan Aku tidak mau engkau tertinggal rapture karena hal ini.

Perkataan dengan nada lembut itulah yang mengalirkan kesadaran ke benak saya, bagaimana saya sudah tidak mengacuhkan Tuhan belakangan ini, dan bahwa Ia pasti merasakan rasa sakit yang jauh lebih dalam dari saya ketika saya berpaling dari-Nya. Air mata mulai membasahi pipi saya. Tersedu-sedu, saya berulang kali mengucapkan, “Maaf, God. Maaf, God.”

Tuhan mengangguk-angguk sambil tersenyum. Sekali lagi saya menyadari kedalaman kasih-Nya dan kehangatan yang ada pada pribadi-Nya. Saya merasa begitu bodoh karena harus ‘ditabok’ dulu baru saya sadar akan kesalahan saya. Mengapa Ia masih mau menegur kita manusia-manusia berdosa yang tak henti-hentinya membuat hati-Nya sakit adalah hal yang di luar penalaran saya.

Setelah rekonsiliasi tersebut, secara bertahap Ia melatih saya untuk mendengar suara-Nya kembali, dan menjaga komitmen saya untuk fokus.


 Betapa Allah kita maha penyayang!

Saat kita merasa tertohok oleh firman Tuhan, saat kita merasa peringatan-peringatan-Nya terlalu keras, saat itulah sebenarnya Ia sedang menegur kita secara personal. 

Ia selalu mengulurkan tangan ketika kita jatuh, namun pertanyaannya masih tersisa: Maukah kita menerima-Nya?
[ Read More ]