Surrendering Dreams

Author : Benedictus Harvian

            Saudara, apakah Anda punya mimpi?

            Mungkin ada di antara kita yang kenal Tuhan dan lahir baru sejak kecil. Ada pula yang setelah remaja atau dewasa.

            Saya termasuk yang kedua.

            Karena itu, saya dapat berbagi mengenai betapa pentingnya menyerahkan mimpi kita kepada Tuhan.

            Ketika kita masih anak-anak, kita pastinya memiliki banyak mimpi. Mungkin kita mengagumi orang tertentu dan ingin menjadi seperti dia, atau mendengar cerita, atau melihat dari televisi atau buku bacaan. Apa mimpi Saudara?

            Saya sendiri selalu menyukai segala hal tentang Jepang. Yup—Jepang. Animasi, komik, budayanya selalu jadi tempat saya menaruh minat besar sejak kecil. Saya ingin sekali pergi ke sana. Ingin datang ke negeri yang sangat memberi pengaruh dalam kehidupan saya sejak saya masih kecil. Ingin melihat bunga sakura. Ingin coba makanan-makanan di sana. Ingin studi di sana. Pokoknya, pengen.

            Sampai suatu ketika di SMA kelas tiga, saya dilawat Tuhan dan memutuskan untuk menyerahkan kehidupan saya untuk-Nya. Tentu saja kehidupan saya berubah banyak. Banyak hal yang ‘dipilihkan’ Tuhan. Mana yang kudus dan tidak kudus. Mana yang baik dan yang lebih baik.

            Adapun, keinginan tersebut tetap ada. Saya tetap ingin pergi ke negara matahari tersebut. Alhasil, saya pun mendaftar program pertukaran pelajar yang disediakan kampus tahun lalu.. dan mentok sampai seleksi kedua. Saya tidak berhasil lolos seleksi final, yang adalah wawancara.

            Kecewa? Yah, tentu. Memangnya saya tidak berdoa? Berdoa, kok. Dari awal mendaftar sampai seleksi, saya rutin mendoakan. Tapi apa jawaban Tuhan?

            Ternyata jawaban-Nya adalah tunggu. Tahun berikutnya, saya kembali mendaftar program pertukaran pelajar ke Jepang. Puji Tuhan, saya diterima dan akan mengikuti program internship di salah satu universitas di sana selama 4 bulan.

            Semua ini bagi saya merupakan perjalanan iman yang sangat berharga.

            Pada kesempatan terakhir saya mendaftar, saya diajarkan sesuatu yang sangat penting oleh Tuhan. Bahwa mimpi harus diserahkan kepada-Nya. Keinginan-keinginan hati kita harus diserahkan pada Tuhan. Sebab, kita bukan hidup dengan sistem dunia yang berkata bahwa usaha selalu sebanding dengan hasil. Manusia boleh berjerih payah, namun Tuhan yang menentukan. Tentu bukan berarti kita jangan berusaha. Amsal berkata bahwa mereka yang pemalas tidak akan mendapatkan apa pun.

            Ada beberapa poin yang bisa saya tarik di sini. Pertama, sadar bahwa seberapa pun usaha kita, semua ditentukan Tuhan. Maka, bawa usaha tersebut ke dalam Tuhan. Tanya Tuhan apa yang harus dilakukan. Berdoalah. Kedua, sikap hati yang benar sangat menentukan. Apa tujuan mimpi kita tersebut? Apakah untuk memuliakan Tuhan? Atau untuk kesenangan semata? Tuhan tuntun saya hingga poin saya berkata dalam doa ‘Tuhan, saya sangat ingin pergi. Tapi kalau justru itu malah akan menjauhkan saya dari Engkau, jauhkan itu dari saya. Biar saya hanya menyenangkan-Mu.’ Mintakan kerendahan hati dan sikap hati hamba dari Tuhan. Ketiga, jangan buka celah. Berdoa. Minta Tuhan singkapkan celah-celah dosa dalam hidup Anda. Jangan sampai rencana Tuhan bisa diinterferensi si jahat karena adanya celah tersebut, entah celah tersebut Anda sadari atau tidak. Setelahnya minta ampun. Meratap minta ampun sama Tuhan dan minta celah-celah tersebut ditutup. Minta supaya berkat-berkat yang telah tercuri direbut kembali.


            Apa pun mimpi kita, mari kita mimpikan bersama Tuhan.
[ Read More ]