Mimpi - Konfrontasi

Author : Felicia Yosiana G

30 Desember 2011

Saya bermimpi mengenai konfrontasi dengan Yesus Palsu. Ini, sebenarnya, adalah penggenapan janji Tuhan kepada anak-anak Tim Doa. Ya, sebelumnya Ia berjanji bahwa minggu-minggu ini kami akan banjir mimpi. Dan benar saja, kami pun mulai mendapat mimpi-mimpi, baik untuk nubuatan personal antar anggota Tim maupun yang universal.

Kembali ke isi mimpi. Saya, Aloi, Aivin serta beberapa orang anak Tim Doa sedang berada di ruangan yang luas berlantai kayu. Temboknya terbuat dari kaca, dan kami duduk satu deret di sebuah sofa besar letter L. Ada juga seorang kenalan yang duduk di bagian letter L samping kami, tapi ia sendirian di sana. Jelasnya, kami duduk di bagian __ dan ia duduk di bagian |. Meja di bagian L sofa memisahkan kami.
Suasana saat itu agak hening. Cuaca mendung dan ruangan itu agak gelap karena sedikitnya cahaya matahari yang masuk. Tiba-tiba, entah kenapa suasana berubah. Kami mulai berisik dan berteriak-teriak, “JC dateng! JC dateng!” Tapi, kenalan saya yang duduk di bagian | sofa tetap diam saja dengan muka depresi dan kepala agak menunduk.

Tiba-tiba pintu belakang terjeblak membuka. Kami semua bangkit dan kaget saat menyadari bahwa Tuhan Yesus masuk ruangan! Ia datang dalam kemuliaan dan cahaya-cahaya putih yang berkelebat-kelebat. Sambil membuka tangan dan tersenyum lebar, Ia menghampiri kami. “Oh, perjalanan kalian pasti susah,” kata-Nya, seakan-akan hendak ‘Mengangkat’ kami pulang ke Sorga.
Namun saat itu perasaan saya agak aneh. Saya, entah kenapa, mengetahui bahwa karunia Pembeda Roh saya langsung aktif dengan kuat dan mensinyalkan tanda bahaya. Maka, setengah jarak dari sofa dan pintu yang telah ditempuh sosok Yesus itu, saya berteriak, “Diam di situ!” sambil mengacungkan satu tangan.

Saat saya berteriak begitu, Yesus berhenti dan mukanya mendadak menjadi datar. Saya segera mengutip ayat-ayat secara intens. Teman-teman saya yang duduk satu deret rupanya juga sudah mulai sadar bahwa ia adalah Yesus palsu. Kami semua segera membuka pertahanan dan mengutip ayat sebagai serangan. Aloi mengutip ayat-ayat, Aivin dan teman di sebelahnya membuka Perisai Iman. Tetapi kenalan yang duduk di sofa deret terpisah tidak melakukan apa-apa! Ia hanya menatap Yesus Palsu dengan takut dan getir, padahal seharusnya ia tahu benar ap ayang harus dilakukan!

Itu udah nggak mempan lagi,” komentar si Yesus Palsu beberapa menit setelah kami melawan.
Tapi saya tidak berhenti. Saya tidak peduli dan terus mengutip ayat. Saya tahu benar itu trik Iblis untuk melemahkan kepercayaan kami terhadap Firman. Dan Puji Tuhan, ia mulai merintih kesakitan saat kami tidak berhenti menyerang.
Tiba-tiba muka Yesus Palsu berubah. Ia tersenyum menyebalkan dan mulai menerjang maju. (Saya rasa ia sudah menyadari bahwa ada anak yang tidak bertahan dan hanya terpaku di tempat tanpa perlawanan). Ia menerjang kami, dan satu tangannya berhasil mencengkram kenalan saya tersebut—yang hanya berteriak sambil menangis alih-alih meminta pertolongan Tuhan dan bertempur.

Saya terbangun dengan pengetahuan bahwa Yesus Palsu itu tidak dapat menyentuh kami yang bertahan dan melawan.
[ Read More ]

Mereka yang Menunggu

Author : Felicia Yosiana G

25 Desember 2011

Saya melewati Silent Christmas dengan perasaan agak campur aduk. Ada beberapa masalah yang membuat saya agak uring-uringan hari-hari terakhir ini. Maka pada suatu kesempatan di siang hari Natal, saya berbaring di tempat tidur seraya memikirkan hal-hal yang tidak berkaitan dengan problema saya.
Hal yang terpikirkan pertama kali adalah Sorga. Sudah menjadi kebiasaan saya untuk memikirkan Rumah di saat-saat rasa bete menggandrungi. Saya menerapkan apa yang ditulis dalam Alkitab: memikirkan perkara yang di atas. Jadi pada saat-saat seperti ini, saya akan suka berbincang dengan Tuhan mengenai pekerjaan-Nya, baik di bumi maupun Sorga. Kata ‘aborsi’ segera terbentuk di benak saya. Ada berbagai pengelihatan dan testimoni orang-orang yang pernah dibawa ke Sorga dan melihat bahwa anak-anak yang diaborsi berada di Rumah.

Saya tersenyum saat memikirkan ini. Betapa menenangkan untuk mengetahui bahwa bayi-bayi malang itu mendapatkan sesuatu yang milyaran kali lebih baik dari sekedar untuk terhilang dalam kekekalan! Saya membayangkan sejenak anak-anak ini dan bersyukur karena mereka tidak perlu turun ke dunia penuh dosa. Di saat itu tiba-tiba saya teringat kepada nyokap.
Mami, panggilan saya terhadap beliau, meninggal karena kanker yang telah menggerogoti tubuhnya selama sepuluh tahun pada saat saya berusia 14 tahun. Bukunya, “Bukankah Ini Mukjizat?” terbitan Gloria, menceritakan sebagian kisahnya kepada dunia. Ia adalah pejuang iman yang luar biasa. Dan saya berpikir, sukacita apa yang ia rasakan saat ia akhirnya bertemu dengan Yesus, pujaan hati dan tambatan imannya. Kebahagiaan seperti apa yang meluap darinya saat ia menerima tubuh kemuliaan yang tidak dipenuhi kanker? (Note: ia meninggal dengan kanker yang telah bermetastase ke seluruh tubuh). Apa ia melonjak bahagia saat ia bertemu dengan kakak lelaki saya yang keguguran, ya?

Saya mulai kehilangan bayangan di sana. Saya tidak pernah dapat membayangkan punya saudara kandung, apalagi laki-laki, jadi saya tidak bisa membayangkannya. Apalagi saat nanti kami bertemu. Apa saya bakal canggung, ya? Apa ia bakal mengenali saya, adik yang tidak pernah ditemuinya selama hidup? Reuni seperti apa saat kami nanti tiba di Rumah?
Mereka menunggumu,” kata Tuhan tiba-tiba. “Sorga itu luas, tahu. Mereka menunggu kamu dan Papi untuk pulang. Dan jangan khawatir, they know about you. And they’re cheering for you, their daughter and sister.

Saya sangat tidak ingin menangis. Tapi air matanya bandel... “Kenapa Anda memberitahu hal ini?” tanya saya.

To encourage you,” kata Tuhan lembut. Ia kemudian menatap saya dengan serius dan penuh kasih. “Do not give up now, daughter.”

Saya tidak terlalu bisa menanggapinya. Jadi saya hanya mengangguk dan berteriak kepada diri sendiri, “Jangan nyerah sekaraaaaaaaaaaang!!! Sebentar lagi kan mau Mudiiiiikk!!!”

Dan... Tuhan memang luar biasa. Ia pun memberikan Ibrani 12 kepada saya! Dia memang Allah yang luar biasa!
Apakah Anda juga memiliki orang-orang yang Anda kasihi menunggu Anda di Sorga? Mungkin Anda pernah mengalami keguguran? Atau ada sanak saudara yang mendahului Anda—meninggal di dalam Tuhan? Percayalah bahwa mereka sedang menyemangati Anda! Selesaikanlah pertandingan kita di bumi ini sebagaimana Paulus menyelesaikannya. Dan yakinlah, seluruh Sorga menantikan Anda! Betapa terjaminnya kemeriahan kepulangan kita!



[ Read More ]

Mimpi - Pengangkatan dan Seleksi

Author : Yani

Mimpi profetik ini saya dapatkan pada 23 Desember 2011. Saya sedang berada di suatu restoran ternama bersama teman-teman SMA dengan latar malam hati. Dari sana, kemudian saya pindah ke sebuah taman kecil bersama seorang dewasa dan seorang anak kecil. Di sana kami mulai mengeluarkan kartu-kartu dan memilah-milahnya. Yang baik kami pisahkan, dan yang buruk kami bakar dengan api.

Secepat yang saya tahu saya telah berada di sebuah ruangan serba putih. Ada banyak kumpulan orang berbaju putih di sana, dan saya bertemu beberapa anak-anak Tim Doa. Saya hanya bisa menduga bahwa kami telah Terangkat. Dengan ramai kami mulai mencari rumah masing-masing. “Aaah, ini rumah gue!” jerit seorang teman TD.

Iya! Ini juga ada rumah gue!”

Wahh, rumah kita deketan!!!”

Suasana ramai dan penuh sukacita. Tapi anehnya, saya tidak menemukan rumah saya! Saya panik dan makin syok saat tiba-tiba Felicia Yosiana mengambil semacam alat komunikasi dengan sebuah pesan dari Tuhan Yesus bagi saya. Sepertinya itu merupakan tugas bagi saya. Kemudian beberapa petugas pembimbing bermunculan dan segera menyuruh orang-orang membuat barisan. Orang-orang yang telah mendapat rumah (rumah-rumah itu memiliki nama) didata dan mereka dibimbing dalam satu hall besar. Perjamuan Anak Domba, kemungkinan besarnya.
Saya, tentunya, tidak terdaftar. Ada juga banyak orang asing lainnya yang bernasib sama. Kami bingung dan panik. Saat saya sedang melihat-lihat, saya menyadari bahwa banyak rumah yang kosong tanpa plat nama. Ada juga rumah-rumah yang tidak terurus dan masih berantakan perabotannya.

Tapi saya tidak mau disuruh turun ke bawah lagi! Maka secara diam-diam, saya mengikuti rombongan yang mendapat rumah, sementara orang yang bernasib sama dengan saya entah pergi ke mana. Dalam perjalanan menuju hall besar, saya akhirnya melihat rumah saya di belakang! Barang-barang, tumpukan kado dan perabotan terlihat berserakan di depan rumah dalam kondisi berantakan. Saat saya masih syok dan mencerna kejadian, seorang petugas bergegas menghampiri saya dan meminta maaf karena nama saya ternyata terselip dalam buku pendaftaran.
Kembali di hall, saya melihat Tuhan Yesus berdiri di sana. Tapi Ia bukan dalam versi serba bersinarnyam melainkan dengan jubah berlumuran darah dan muka yang sedih. Suasana di hall mendadak menjadi sendu dan penuh duka. Hanya ada sedikit sekali orang di sana dibandingkan dengan total jumlah penduduk bumi. Dan hal ini membuat Tuhan sangat sedih.

Saat Tuhan kemudian berjalan menuruni tangga berliku, saya mengikuti-Nya. Dan saat kami telah berhadapan, saya sangat ingin meloncat dan memeluk Tuhan, berterima kasih karena nama saya telah terdaftar. Tapi sebelum itu terjadi, Tuhan berbalik menatap saya dengan sedih dan perasaan campur aduk. Saya pun terbangun.


Arti mimpi menurut Hikmat adalah:

·         Restoran menggambarkan dunia yang tidak kudus.
Yakobus 4:4
Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.

·         Malam hari menunjukan waktu yang sudah tidak banyak menjelang kedatangan Tuhan.
Yakobus 5:9
Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu.

·         Taman kecil adalah area seleksi.
1 Korintus 3:13
Sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu.

·         Seorang dewasa adalah Kristus, dan anak kecil adalah hamba-hamba-Nya beserta malaikat, yang akan ‘menyeleksi’ orang-orang.
Yohanes 4:36
Sekarang juga penuai telah menerima upahnya dan ia mengumpulkan buah untuk hidup yang kekal, sehingga penabur dan penuai sama-sama bersukacita.

·         Kartu-kartu adalah kehidupan pengikut Kristus.
1 Petrus 2:15-16
Tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kami, sebab Aku kudus.

·         Kartu-kartu yang baik adalah hidup anak-anak Allah yang berkenan kepada-Nya. Mereka ini ‘disisihkan’ dan lolos ‘seleksi’. Dalam arti lain, mereka adalah orang-orang yang hidupnya dianggap layak oleh Bapa sebagai Mempelai Kristus yang akan mengalami Pengangkatan.
Wahyu 3:10
Karena engkau menuruti firman-Ku, untuk tekun menantikan Aku, maka Aku pun akan melindungi engkau dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka yang diam di bumi.”

·         Kartu yang buruk adalah hidup yang kurang berkenan di hadapan Bapa. Kartu-kartu ini tidak berarti selain untuk dibuang ke dalam api.
Matius 3:10
Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api.

·         Orang-orang yang telah Diangkat dan mendapat rumah adalah mereka yang telah keluar dari bumi dan melaksanakan tugas panggilan mereka dengan baik.
Wahyu 3:21
Barangsiapa menang, ia akan kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Aku pun telah menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya.”

·         Rumah yang masih berantakan atau belum selesai adalah rumah orang-orang yang tidak menjalankan panggilan hidup mereka dengan sungguh-sungguh. Mereka mengenal Yesus dan mengetahui banyak soal Keselamatan. Tapi karena satu dan lain hal, mereka menjadi suam-suam kuku dan akhirnya tidak lolos seleksi.
Wahyu 3:16
Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.”

·         Rumah tidak bernama adalah orang yang tidak sungguh-sungguh mengikut Yesus. Bisa dikatakan mereka adalah ‘Kristen KTP’ atau ‘asal tahu Yesus’.
Wahyu 2:16
Sebab itu bertobatlah! Jika tidak demikian, Aku akan segera datang kepadamu dan Aku akan memerangi mereka dengan pedang yang di mulut-Ku ini.”

·         Tuhan Yesus yang sedih dan bersimbah darah melambangkan Pengorbanan-Nya yang mulia untuk menebus semua orang—yang sayangnya, dipandang sebelah mata oleh mayoritas manusia (yang berarti, mereka yang tertinggal Pengangkatan).
1 Petrus 4:18
Dan jika orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan, apakah yang akan terjadi dengan orang fasik dan orang berdosa?

·         Perbandingan mereka yang Terangkat dan Tertinggal sangat besar dan signifikan. Dari berbagai pengelihatan hamba-hamba Tuhan dan para anak-anak di seluruh dunia, bahkan tidak sampai 10% (dari 7 milyar penduduk bumi saat ini) di atas umur 7 tahun yang akan Terangkat.
Matius 22:14
Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.”

·         Tuhan kita bukan Allah yang tidak berperasaan. Ia meratapi umat-Nya yang tidak mengenal-Nya dan masih hidup suam-suam kuku.
Roma 8:26
Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.
[ Read More ]

Api Kuasa 2

Author : Benedictus Harvian

22 Desember 2011

            Pagi hari. Saya sedang membuat sarapan ketika mengecek pesan singkat di ponsel dari saudari saya dalam Kristus, Felicia. Hmm.. Isinya ajakan untuk berdoa secara khusus bagi kebangunan rohani dunia beserta sepotong pesan peneguhan dari Tuhan. Tentu saya positif menanggapinya! Ini yang kita, prajurit Kristus harus lakukan dalam waktu-waktu mendesak ini. Saya tidak sempat membalas karena masih fokus pada masakan, however.. Namun saya tetap tidak dapat mengindahkan perasaan yang mengatakan akan adanya sesuatu yang lebih besar lagi... It does ring a bell—a particular bell. Wait... Err... Which bell, anyway? Itu yang benak saya gumamkan selagi menambahkan bumbu...
            Ketika saya hendak mencampurkan garam, Tuhan nyeletuk, “Jangan biarkan garam-mu tawar oleh perasa buatan dunia.” Saat itu saya rasa saya memang menambahkan perasa makanan sachet terlalu banyak (maklum, tukang masak gedongan) hingga garam yang saya beri sudah tidak terlalu berpengaruh. Hikmat memproses omongan tersebut, bahwa kita sebagai anak Allah adalah garam bagi dunia—yang diumpamakan sebagai masakan. Jangan sampai pengaruh ‘rasa’ yang kita beri kepada dunia tertutupi oleh berbagai himpitan dunia—yang, seperti sudah Anda duga, diumpamakan sebagai perasa makanan sachet. Nyengar-nyengir karena analogi kocak yang dipakai Tuhan, saya melanjutkan memasak, tidak sadar kalau Tuhan punya maksud yang lebih dalam.
            Saya terpikir akan ajakan doa dari saudari saya tersebut dan menanyakannya pada Tuhan. Kami berdiskusi beberapa saat hingga saya menanyakan kebangunan rohani tersebut. Saat itu, ga boong, saya merasakan dorongan tak tertahankan untuk melompat! Dan yah, akhirnya saya mengalah pada dorongan tersebut dan melompat-lompat di dapur... (Saya bersyukur pada Tuhan karena tidak ada orang di rumah saat itu :P)

            Dengan tampang super bingung (atau horor, kalau mau dibilang) saya bertanya kepada Tuhan. Kenapa ini, Tuhan...?”

            Tuh, rohmu mengerti.”

            Alih-alih menjabarkan dengan panjang, Ia memberi saya pengertian instan—cara yang kadang Ia gunakan untuk menjelaskan sesuatu. Roh saya bersorak dalam antusiasme akan sesuatu yang sudah lama dinanti-nantikan. Hal itu ikut tubuh jasmani saya rasakan dengan dorongan aneh untuk melompat kegirangan tadi. Dan hal ini ternyata berhubungan dengan hal yang sudah Ia beritahukan kepada saya kemarin malam, bahwa akan ada sesuatu yang besar, dan Ia mau saya turut ambil andil dalamnya. Hikmat menghubungkan benang merah antara doa khusus untuk kebangunan rohani tersebut, analogi tentang garam, dan perkataan-Nya kemarin malam--dan ini semua membuat saya gugup sekaligus bersemangat.
            Oke... Jadi, Anda mau kami masuk ke field peperangan rohani yang lebih jauh lagi,”  sahut saya pelan, menelan ludah.

            Tuhan hanya mengangguk kalem dan tersenyum penuh arti.

            Saya  dengan penuh semangat menceritakan ini kepada Feli dan ternyata ia juga merasakan hal yang mirip. Setelah berdiskusi singkat, kami memutuskan untuk segera berdoa berbarengan pada waktu yang kami tentukan. Percayalah, doa secara bersamaan walau berlainan tempat seperti ini--apa pun istilahnya--besar kuasanya! Mungkin dapat dianalogikan sebagai berikut, bahwa berperang bersama akan lebih efektif daripada berperang sendiri.. Atau setidaknya, kami tahu dan mengimani bahwa kami akan maju bersama-sama ke medan perang saat kami berdoa berbarengan.
            Roh Kudus mengomando saya untuk mengurapi setiap sudut kamar (saya mendoakan air supaya dipakai oleh-Nya untuk menjadi media). Dalam hati, saya tahu ini akan menjadi suatu peperangan yang berkesan. Setelah memberi sinyal mulai, saya pun memasuki pujian penyembahan pra-doa. Saya menyadari atmosfir semakin intens untuk berdoa perang (untuk informasi mengenai doa perang silakan baca Doa Perang 1). Urapan diturunkan dengan deras pada saya dan Roh Kudus benar-benar berkontribusi secara penuh dalam doa dan penyembahan. Ia akan memberitahu saya, “sekarang kamu berlutut,” atau “bangkit dan memujilah,” pada seluruh prosesi doa.
Dengan bersimbah air mata, saya hanya mengikuti arahan-Nya dan mendoakan apa yang Ia taruh di hati saya. Sungguh, saya tidak dapat mengatakan bahwa emosi saya-lah yang membuat saya mencurahkan air mata meratap agar terjadi kebangunan rohani bagi orang banyak. Lebih tepat dikatakan bila Roh Kudus-lah yang bersyafaat bagi saya.

 Roma 8:26
Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.

             Dalam rangkaian peperangan intens tersebut, Tuhan memberi saya suatu penglihatan yang menakjubkan. Berlatarkan lembah di suatu pegunungan tandus, jejeran alat peperangan berat dengan berbagai ukuran dan model menghiasi pemandangan. Pandangan saya difokuskan kepada satu ballista di tengah-tengah. Ada tulisan ‘TD’ di atasnya. Saya langsung mengerti, ini adalah ‘senjata’ kami sebagai satu kesatuan tubuh Kristus di dalam peperangan. Tombak—yang sepertinya terbuat dari besi—terus menerus diluncurkan dari ballista tersebut seraya doa terus saya lantunkan. (Untuk informasi, beberapa kali saya juga mendapat penglihatan mengenai ballista ini saat acara Tim Doa. Ia ditembakkan ketika kami berdoa syafaat dan berdoa perang.)


(Kurang lebih seperti ini  ballista yang saya lihat, hanya beberapa kali lebih besar)


            Ketika saya menjauhkan pandangan saya, saya baru menyadari bahwa udara penuh dengan panah, tombak, dan berbagai proyektil peperangan lainnya yang berseliweran, walau tidak saya lihat jelas. Ribuan—atau bahkan jutaan--mesin peperangan yang lain juga dengan gencar menembakkan amunisinya melawan musuh yang tidak terlihat di kubu seberang. Oh, serangan dari arah musuh juga tidak kalah gencarnya. Saya rasa mesin peperangan tersebut mempresentasikan mereka dari gereja-gereja dan persekutuan-persekutuan orang percaya. Ada beberapa dari mesin tersebut berukuran besar dan kokoh dan menembakkan senjata terus menerus, sementara ada juga yang terlihat sangat rapuh dan hanya sekali-sekali menembakkan senjata, bahkan ada yang tidak sama sekali.
            Jangan biarkan tombakmu habis,” Tuhan berkata di tengah-tengah kehebohan itu. Saya segera paham maksud Tuhan. Tombak itu adalah zeal dari Roh Kudus untuk terus berjuang demi Kristus.
Tidak lama setelah selesai berdoa, saya baru menyadari bahwa lembah yang Tuhan perlihatkan adalah Lembah Penentuan yang disebut-sebut di Kitab Suci!

Yoel 3 : 11-12
Bergeraklah dan datanglah, hai segala bangsa dari segenap penjuru, dan berkumpullah ke sana! Bawalah turun, ya TUHAN, pahlawan-pahlawan-Mu! Baiklah bangsa-bangsa bergerak dan maju ke lembah Yosafat, sebab di sana Aku akan duduk untuk menghakimi segala bangsa dari segenap penjuru.

            Sungguh, peperangan terjadi dengan intens dan, kata Tuhan, akan SEMAKIN intens. Musuh kita, Iblis dan antek-anteknya, terus akan mencoba menjatuhkan kita, pengikut Kristus dalam detik-detik terakhir akhir zaman ini. Tuhan pernah berkata kepada saya dengan jelas, “Sepanjang hidupmu (hidup saya setelah mengenal Kristus) di sini kamu harus terus dan terus berperang hingga Aku memanggilmu Pulang.”
            Sandanglah senjata bagi Kristus, Saudara. Berdoalah bagi mereka yang terhilang dan mereka yang masih dirundung kesuam-suaman kuku. Berpuasa dan bersyafaatlah. Itulah panggilan Tuhan kepada kita, orang-orang percaya menjelang Kesudahan yang sudah dekat.

            Setelah saya membagikan pengalaman ini kepada Feli, ternyata ia juga mendapat sesuatu yang bombastis! Ia mengatakan bahwa Minyak Urapan Roh Kudus dituangkan dari tengkuknya hingga punggungnya terasa geli oleh urapan tersebut. Minyak Roh Kudus adalah simbol jamahan dan urapan yang baru, Karunia-karunia dari Roh Kudus. Hal ini sehubungan dengan apa yang kami doakan—kebangunan rohani besar-besaran.
            Dan tahukah Anda? Dengan geli Feli menyampaikan bahwa ia melihat awan besar berbentuk rajawali setelah selesai berdoa dari jendela kamarnya! Sambil membaca pesan tersebut, saya hanya bisa ikut tertawa geli melihat betapa Tuhan kita gokil dalam cara-Nya menghibur anak-Nya setelah capai berperang. Rajawali—merupakan simbol yang pernah T uhan pakai kepada kami sebagai Peperangan Rohani—adalah jenis burung yang mampu terbang dengan kuat melintasi badai.
Di situlah Tuhan kembali nyeletuk, “Ayo, tunjukkan kalau kepakan sayapmu cukup kuat untuk terbang melewati badai!”



Awan berbentuk Rajawali yang difoto oleh Felicia Yosiana Gunawan setelah doa
[ Read More ]

Api Kuasa 1

Author : Felicia Yosiana

Saya tidak tahu apa yang sedang terjadi pada generasi ini, khusunya di Indonesia, mengenai pandangan mereka terhadap Kuasa Allah. Tapi ada begitu banyak gereja yang tidak berfungsi sebagai gereja! Ini luar biasa serius! Dan saya tidak main-main. Bukalah Alkitab dan selidikilah perkataan-perkataan Tuhan Yesus mengenai Kuasa yang akan diberikan Roh-Nya kepada para pengikut-pengikut-Nya yang sejati. Injil memuatnya dengan lengkap. Ada juga puluhan kesaksian para rasul dan nabi-nabi yang begitu spektakuler saat mereka berjalan di dalam bimbingan Roh Kudus.
Tapi lihatlah keadaan di sekeliling kita sekarang. Kering rohani. Air gereja suam-suam kuku. Kebangunan rohani hanya ada pada gereja-gereja atau KKR tertentu sedangkan gereja lain bisa puas hanya dengan khotbah dan pujian penyembahan yang bahkan tidak mendatangkan Urapan Kuasa.

Saya tidak mengerti. Saya tidak mengerti kenapa saya bahkan bisa berpuas diri dengan doa yang ‘biasa-biasa saja’. Saya menginginkan hal yang lebih. Saya menginginkan Roh Kudus mengurapi saya dan membawa gebrakan baru dalam setiap aspek kehidupan saya. Saya menginginkan porsi urapan seperti yang dimiliki oleh orang-orang setia dalam Alkitab.
Dan apakah api Tuhan turun saat saya berdoa? Kadang-kadang.
Apakah orang-orang mulai rebah saat kita menyembah? Kadang-kadang.
Apakah ada yang mulai menerima karunia berbahasa lidah atau pembeda roh saat ibadah dimulai? Kadang-kadang.
Atau adakah orang yang mulai menerima baptisan api Roh Kudus saat penyembahan dan doa-doa dilayangkan? Kadang-kadang.

ADA APA DENGAN ‘KADANG-KADANG’?!

Saya tidak mengerti kenapa Kuasa Tuhan harus turun dengan kata bantu waktu ‘kadang-kadang’ dan bukannya ‘setiap saat’. Saya tidak terima bahwa ada gereja-gereja di luar negeri yang mengalami kebangunan rohani yang luar biasa sedangkan gereja saya berpuas diri dengan nominal persembahan dan bukannya jumlah orang yang rebah pada saat ibadah. Bayangkan! Ada gereja di mana anak-anak di bawah usia 15 tahun mulai rebah dalam roh dan menerima kuasa Allah! Mereka berdoa bagi kesembuhan para jemaat dan itu terjadi!
Ada gereja di mana Kuasa Roh Kudus terasa sangat dashyat setiap pujian penyembahan bergaung! Orang-orang akan mulai dipenuhi dengan Kuasa Allah: yang seorang berbahasa lidah, seorang mengartikannya, seorang bernubuat dan yang lain menyembuhkan serta menari dalam tarian kudus.
ADA APA DENGAN GEREJA KITA?!

Oh, saya benar-benar tidak terima hal ini! Apakah Allah adalah Allah yang mendiskriminasi? Ataukah Ia tidak suka terhadap satu negara dan suka kepada yang lain? Tidak! Alkitab mencatat bahwa Yesus berkata bahwa setiap orang dapat menerima Kuasa Roh Kudus. Tidak ada pembatasan etnis, apakah ia orang Yahudi atau non-Yahudi! Lalu kenapa semua hal bombastis itu tidak terjadi pada kita—atau minimal, kepada saya dan gereja saya? Apa yang salah?
Hati,” jawab Yesus. “Hati adalah dasar doa dan dasar segala penyembahan. Roh yang menyatu dengan-Ku akan menjadi mata air bagi hati, di mana segala keinginan dan pemikiran berasal. Kamu tidak bisa memuji dan menyembah-Ku sementara   hatimu dipenuhi dengan kata-kata kotor atau pikiran buruk. Kamu tidak bisa melihat Kuasa-Ku sementara hatimu degil dan tidak mau mendengar Kebenaran-Ku.”

Jadi, hati seperti apa yang Engkau inginkan?” tanya saya, mulai resah.

Hati yang semurni air yang termurni dari segala air. Aku tidak memerlukan air yang kelihatan bersih dari luar tapi penuh dengan virus di dalamnya. Aku tidak memerlukan air yang kotor dan keruh. Aku membutuhkan air yang semurni mata air kehidupan—yaitu Hati-Ku sendiri.”

Hati Kristus, maksud Anda?”

Ya. Hati yang semurni Hati-Ku. Hati yang berfokus kepada Hati Bapa. Tidak ada hati lain yang dapat menyenangkan-Ku selain itu.”

Dan sebelum saya menanyakan bagaimana cara mendapatkan Hati Kristus, Hikmat segera mengalir. Hati Kristus bukanlah sebuah akhir. Tapi itu adalah sebuah pencapaian yang harus senantiasa didongkrak untuk memompa air Roh dengan lebih luar biasa lagi. Hati tersebut, menurut Tuhan dan Alkitab, hanya dapat ditemukan dengan berjalan bersama-Nya di setiap langkah kehidupan. Belajar dari Karakter-Nya. Mendengarkan di kaki-Nya. Bergerak seturut iman kita kepada-Nya. Dant tentu saja, selalu haus akan kebenaran dan kuat kuasa Allah demi keselamatan jiwa-jiwa.
Doa merupakan elemen kunci dalam semua jawaban kebangunan rohani. Saya mempelajari, bahwa saat orang-orang yang diurapi Allah (di seluruh dunia) menggelar KKR atau kebaktian Pujian dan Penyembahan, mereka akan memposisikan beberapa tim pendoa syafaat di balik tirai atau di bawah mimbar! Para pendoa syafaat inilah yang akan terus berdoa dan menyediakan ‘wadah’ Kuasa bagi siapapun di atas mimbar dengan memohonkan jamahan Allah. Hal ini juga lumrah terjadi dalam berbagai ‘pos doa kesembuhan’.

Inilah yang saya cari-cari. Inilah yang saya inginkan. Pergerakan untuk memulai sesuatu yang besar. Pergerakan bukan untuk ‘mencari’ tangan Tuhan, tapi untuk berjalan dengan mengetahui bahwa tangan-Nya mendorong setiap anak-anak-Nya untuk membuat perbedaan.


Markus 16:17-18
Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalupun mereka minum racun ular maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit dan orang itu akan sembuh.”

Matius 5:24
Tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.”

Lukas 16:10
Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidakbenar juga dalam perkara-perkara besar.”

Kisah Para Rasul 2:17-18
Akan terjadi pada hari-hari terakhir—demikianlah firman Allah—bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan terina-terunamu akan mendapat pengelihatan-pengelihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi. Juga ke atas hamba-hamba-Ku laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu dan mereka akan bernubuat.

2 Korintus 5:5
Tetapi Allahlah yang justru mempersiapkan kita untuk hal itu dan yang mengaruniakan Roh, kepada kita sebagai jaminan segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita.

Kisah Para Rasul 1:8
Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."
[ Read More ]

Love is Jesus

Author : Aloisius Kevin

Akhir-akhir ini ada beberapa hal yang saya pertanyakan. Bisa dibilang ini merupakan pertanyaan mendasar, tapi ‘nggak penting abis’...
Apa artinya cinta?”

Itu adalah pertanyaan yang simpel sekaligus ribet bagi saya.
Kenapa orang bisa saling mencintai? Kenapa dengan cinta orang dapat melakukan sesuatu yang tidak terpikirkan sebelumnya? Kenapa manusia merasa lengkap dengan adanya cinta?”
Tentu saja pertanyaan-pertanyaan ini saya tanyakan pada Tuhan. Tapi rupanya, Ia tidak mau langsung menjawabnya. Ini membuat saya semakin penasaran. Sampai suatu hari, Ia pun menjawab dengan cara-Nya...


Saya sedang membereskan barang-barang saya di atas meja kampus saat itu. Karena pelajaran yang berlangsung dari pagi, saya segera memasukkan stok roti yang saya beli tadi pagi. Namun karena satu dan lain hal, saya merasa cukup kenyang dengan satu roti saja—tidak biasanya. Alhasil rotinya pun tersisa...
Ni roti mau gue apain, ya?” tanya saya dalam hati.

Tuhan pun tiba-tiba menjawab, “Kamu kasih ke orang.”

Kasih? Kasih ke siapa?”

Ingatan saya langsung di-flash back ke beberapa hari yang lalu, di mana salah seorang saudari saya dalam Kristus memberikan makanannya kepada pengemis di pinggir jalan. “Jadi, harus kasih ke orang nih, Lord? Ya... Nggak apa sih. Cuma saya nggak yakin,” saya beralasan. “Saya kan nggak pernah ngasih yang model begini sebelumnya. Kalau misalnya nanti saya sampai bertemu orang yang butuh, maka akan saya kasih roti ini.”

Jujur ada keragu-raguan saat saya mengatakan hal tersebut. Masa sih mesti dikasih ke orang? Kan ini bisa saya makan di rumah? Tapi toh nggak ada ruginya... Kan belum tentu juga ketemu pengemis, kata saya dalam hati.
Setelah saya sampai di halte busway Matraman, Roh Kudus tiba-tiba menyuruh saya ganti naik angkot. Saya membelot. “Naik angkot?” pikir saya malas. “Ajegile ribet lagi turunnya nanti! Belom ongkosnya...”

Tapi memang namanya juga membangkang, ada perasaan yang membuat saya tidak tenang di dalam bis. Di situ Tuhan pun berkata, “Turun dari bus. Naik angkot.”

Ngapain sih, God? Kan udah deket, sayang ongkosnya...”

Turun, Aloi.”

Bentar lagi sampe, Tuhan,” mohon saya.

Percayakah kamu kepada-Ku?

Iya, Tuhan, aku percaya. Kenapa?”

Suara-Nya pun menggelegar. “TURUN!”

Karena perdebatan kami makin intens dan mencekam, saya pun memutuskan untuk nurut—daripada kesamber petir gara-gara melawan Tuhan. Kan nggak lucu kalau besoknya ada tajuk koran soal mahasiswa gosong di bis tanpa alasan yang logis...


Turun di Slamet Riyadi, dekat SMA saya dulu, saya menemukan seorang penjual es doger yang sudah lama tidak saya kunjungi. “Beli es dogernya,” sambar Tuhan segera.

Dan okeee... Saya pun nurut. Walau jujur saya bete berat saat itu. Gimana enggak—saya lagi menenteng kamus super tebal saat kejadian ini terjadi... Tapi apa yang saya dapatkan? Antrean panjang. Tukang es lagi rami saat itu. (Saya bahkan sampe melihat orang yang beli pakai kardus...! Mungkin lagi ngidam es doger abis-abisan kali, ya?)
Lama amat, dah... Apa nggak jadi, ya?” protes saya pada Tuhan.

Tapi saya tidak bisa beranjak pergi. Hati saya merasa tidak tenang untuk melawan perintah-Nya. Maka dengan sabar, saya pun menunggu giliran sampai dapat.
Setelah membeli, saya langsung cabut naik angkot dengan tampang kucel-kain-pel... Dan di situlah ternyata saya sempat merasa Tuhan akan memberikan jawaban. Saya pasti akan bertemu seseorang yang Ia maksud, pikir saya. Siapa ya?Apakah dia adalah orang yang harus menerima roti ini?
Dan betul! Saya bertemu dengan seorang ibu-ibu dengan dua kantong plastik besar di dekat kantor pos! “Gimana nih, Tuhan?” tanya saya mulai kalap.

Kasih,” perintah-Nya.

Dengan perasaan sedikit tegang, akhirnya saya memberanikan diri untuk memberikan roti saya kepada si ibu. Ia menerimanya dengan tampang heran bercampur syukur. “Makasih ya, dek,” katanya dengan tersenyum bingung.
Saya pun akhirnya pulang. Hati saya tenang karena telah menjalankan Mission Possible bersama Tuhan. Tapi ternyata, Dia masih iseng. Ia memberhentikan saya di tengah jalan.

Es dogernya kamu kasih juga.”

Ha? Serius? Ini nggak buat saya?”

Dan Tuhan tertawa terbahak-bahak...


Sesampainya di rumah, barulah saya ingat kenapa Tuhan memberikan pengalaman tadi: Untuk menjawab pertanyaan saya soal ‘cinta’. Mungkin bila saat itu saya lebih memilih pulang untuk naik bus, saya tidak akan bertemu ibu itu. Mungkin kalau saya lebih memilih untuk keluar dari antrean es doger itu, saya tidak akan juga ketemu ibu tersebut. Memang Ia adalah Allah yang memiliki rencana yang mustahil dibatalkan manusia.
Dari situ saya belajar, bahwa yang namanya cinta tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Anda tidak akan pernah bisa menjelaskan secara lengkap sampai Anda melakukan sesuatu untuk membuat orang lain mengerti apa itu cinta. Anda hanya dapat menjelaskannya dengan perbuatan. Jika Anda lihat di berita, ada seorang ibu yang melindungi anaknya dari reruntuhan dengan menjadikan dirinya sendiri sebagai tameng, itulah cinta! Jika Anda mendengar bahwa ada ayah yang masuk ke dalam rumah terbakar demi menyelamatkan anaknya, itulah cinta!

Dan terlebih lagi, jika Anda melihat Dia, Tuhan segala yang ada, rela disalibkan bagi orang-orang yang mencemooh Dia demi keselamatan seluruh umat manusia, itulah cinta sejati. Bukankah kata Yesus cinta sejati dan terbesar adalah cinta seorang sssahabat   yang mati bagi sahabat-sahabatnya?
Mungkin di lain sisi kita sering bertanya, ‘Kasih Tuhan tuh kayak apa sih? Bagaimana kita bisa merasakannya? Kok kayaknya hidup gue kurang ini, kurang itu?’
Padahal kita justru sedang menghirup Kasih Tuhan! Oksigen gratis! Makanan yang kita makan! Masakan seorang ibu! Dan semua yang kita pegang dan rasakan adalah Kasih Karunia dari Tuhan!
Percayalah, semua itu lebih dari sebuah berkat... karena semua itu adalah perwujudan Kasih Allah. Jika kita menelusuri semua yang kita punya, bukankah semua itu akan berujung pada Alam—Ciptaan Tuhan sendiri?
Memang benar bahwa Dia adalah Cinta yang kita selalu cari artinya. Karena dalam Dia sajalah kita merasa lengkap dan utuh. Segala apapun yang ada di bumi ini tidak akan bisa menyaingin kasih-Nya yang sempurna: Darah-Nya yang tercurah di atas kita.

Nah, apakah kita mau meluangkan waktu dengan Dia lebih dari pacar kita? Apa kita mau membarter Cinta Tuhan dengan pemborosan waktu yang notabene jug abukan milik kita? Apa kita mau berjalan berpegangan tangan dengan Tuhan dan curhat dengan-Nya lebih sering? Apapun jawaban Anda, Kasih Allah tetap lebih besar!
Allah adalah seorang Sahabat yang hidup! Bayangkanlah Ia sebagai seorang Ayah, yang selalu melihat anak-anak-Nya lebih memilih dunia dibanding menghabiskan waktu dengan-Nya. Sakit, bukan?

Do remember that Love is Jesus and Jesus is Love.
[ Read More ]

Pelukan Sang Tuan

Author : Benedictus Harvian

17 Des 2011

Sekian hari saya jalani dengan berbagai macam pergumulan. Kebebalan dan keraguan membuat saya ‘mangkir’ dan terus mencari semua jalan keluar masalah-masalah saya pada dunia tanpa mau mengalihkan pandangan pada Sang Bapa. Saya kerap mempertanyakan hal ini dan itu, membanding-bandingkan satu perkara dengan perkara lainnya, mengambil kesimpulan secara manusiawi, menilik segala sesuatu dengan hikmat dunia yang disebut Kitab Suci sebagai kejijikan bagi Allah. Anda tahu apa yang menanti di jalan pemikiran dunia tersebut? Kegalauan. Kebencian. Kepahitan. Depresi. Da~an serentetan hal negatif lainnya.
Yah, tidak sepenuhnya, kalau mau dibilang. Dalam beberapa kesempatan Tuhan menunjukkan aksi pertolongan-Nya yang memang tidak pernah terlambat. Ia akan mengajak saya berdiskusi dan menumpahkan semua pemikiran saya yang abstrak tersebut kepada-Nya, bahkan mengadakan sesi pemulihan yang luar biasa saat saya menyembah. Terpujilah Tuhan! Merujuk kepada bahasa gaming, saya berulang kali K.O. dan di-revive. Bodohnya, sudah sekian kali siklus tersebut berlangsung, saya kembali membiarkan diri saya K.O tanpa mau belajar dari pengalaman...


Puncaknya terjadi kemarin malam. Serentetan peristiwa menimbulkan (lagi-lagi) fluktuasi mental saya, hanya saja kali ini dalam beberapa tingkat yang lebih berat. Karena tenggelam dalam kesibukan belajar untuk Ujian Akhir Semester keesokan harinya, dengan bodoh  saya membiarkan hal itu semalaman. Yah, harus saya akui, ada harapan kecil bahwa segala perasaan tidak enak itu akan terlupakan begitu saya bawa tidur.
Pagi hari. Saya bangun dan menyapa Tuhan seperti biasa, lalu melakukan aktivitas-aktivitas. Saat itu,jujur, saya sudah lupa sama sekali dengan pergumulan saya kemarin. Bukankah ini memang hal biasa bagi kita, untuk membiarkan suatu hal yang tidak mengenakkan tertimbun dengan sendirinya? Lebih baik lupakan saja, orang bilang.
Namun, Tuhan tidak sependapat.
Ia tahu luka yang disembunyikan hanya akan menjadi semakin parah dan di kemudian waktu pasti ia akan menyeruak kembali—entah dalam bentuk apa pun. Oh, atau mungkin analogi ini lebih tepat: akar kepahitan yang sudah muncul harus segera dicabut atau ia akan tumbuh dan menghasilkan buah-buah yang –saya yakin—pasti busuk.

Hal ini langsung terbukti pada saya. Ada peristiwa pagi itu yang membuat saya kembali teringat akan hal yang saya gumulkan malam sebelumnya. Dan dampaknya? Parah. Saya kembali ‘ngambek’ sama Tuhan, mengaktifkan ’mekanisme’ pencarian jalan keluar versi dunia. Sudah bisa diduga, saya nyerah. Dunia ga bisa ngasi jawaban selain rasa galau after all. Dengan tampang super kuyu dan semangat down to the max, saya berusaha mencari Tuhan lewat saat teduh pagi.
Kesadaran bahwa saya telah menista Tuhan dengan cara saya menjauhkan diri dari-Nya membuat saya merasa sangat tidak pantas . (Baru nyadar lo, wooi!) Apapun itu, saya baru menyadari kalau selama sekian hari tersebut saya telah menyakiti hati-Nya dengan berbagai sikap childish saya. Saya sudah benar-benar hopeless dan tidak heran bila Tuhan balik ‘ngambek’ pada saya saat itu.

Tapi, memang Tuhan kita adalah Tuhan dan Kasih-Nya tidak berujung. Ekspektasi saya salah. Dalam seruan pertama saya untuk memohon ampun dan minta dipulihkan, Ia langsung menjawab. Ia membawa saya ke Alam Roh. Di situ roh saya dan Ia sendiri berdiri berhadap-hadapan.

Kamu tahu, kamu kusam.” Suara-Nya terdengar agak pilu. No wonder.

Dengan pasrah saya hanya bisa menjawab, “Ya, saya tahu.”

Kamu tahu, kamu penuh luka.”

Saya tidak menyangkalnya,” jawab saya lemas.

Tidak tahu mau berbicara apa, saya hanya diam. Awkward silence tersebut dipecahkan oleh Tuhan beberapa saat kemudian dengan melangkah mendekati saya. Saya—dalam tubuh roh—terus diam tanpa ekspresi, terlalu lemas untuk memberikan reaksi.
Detik berikutnya, saya merasa berada dalam kehangatan yang sangat nyaman dan sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata. Barulah saya sadar, Ia sedang memeluk saya. Ya, Ia berlutut dan memeluk saya dengan erat. (note : saya berada dalam tubuh versi alam roh—anak kecil berusia 10 tahun).

Ada apa? Ada apa, Lord? Mengapa... Mengapa Anda...” adalah ucapan yang terus saya ulang-ulang  sambil setengah berusaha melepaskan diri. Saya merasa bahwa sebuah pelukan dari Sang Tuan adalah hal terakhir yang layak saya dapatkan saat itu..

Lewat sudut pandang ketiga, saya dapat melihat raut wajah-Nya yang serius dengan mata terpejam, seakan memahami sesuatu dengan mendalam. Kemudian, Ia berbicara dengan lembut.
Aku tahu kamu merindukan sebuah pelukan.”

Saya—di tubuh roh maupun tubuh jasmani—tak kuasa menahan air mata saat itu! Sungguh, semua banjir uneg-uneg saya terhapus dengan kata-kata tersebut. Kedalaman diri saya terjamah sepenuhnya oleh pelukan penuh Kasih dari-Nya. Saya tidak tahu seberapa besar makna kalimat yang Ia lontarkan barusan bagi saya, tapi yang jelas roh saya mengerti—mungkin inilah yang disebut dalam lagu-lagu dan ayat-ayat Alkitab bahwa jiwa kita merindukan-Nya: kerinduan untuk terhanyut oleh kemurnian Kasih-Nya tanpa adanya hal-hal lain lagi.
Dalam keadaan masih terisak, Ia membawa saya ke Alam Roh tempat kami biasa bertemu: pantai berpasir putih dengan langit senja dan pelangi. (untuk informasi, Alam Roh yang sebelumnya hanya berupa space kosong). Di sana, saya melihat diri saya dalam tubuh roh berbalut jubah putih sedang tersungkur di pasir. Ia tampak begitu hancur dan putus asa—menyimbolkan saya dalam kondisi sebelumnya, saya rasa. Namun, detik berikutnya ia bangkit. Dengan tangan terkepal air muka serius, ia mengarahkan pandangan ke kejauhan langit. Saya langsung mengerti bahwa ia menantikan datangnya Bintang Timur, Tuhan Yesus Pembebas kita.

Itulah pengharapan,” kata Tuhan kemudian. “Dan kamu tahu bahwa pengharapan itu sungguh sauh yang kuat.”
Hikmat
mengalir bahwa dengan berpegang pada sauh pengharapan akan Tuhan, pijakan kita akan tetap teguh tanpa terseret arus dunia. Saya mengangguk.


Tuhan kembali membawa saya kepada suatu penglihatan. Di sana, saya berada di sebuah kota yang modern dan metropolis, dengan banyak gedung-gedung pencakar langit yang menjulang. Tiba-tiba, tanah berguncang dengan hebat. Alih-alih terpengaruh dengan kehebohan tersebut, saya tetap memancangkan pandangan ke atas dan melihat sesosok malaikat dengan sangkakala di tangan. Ia meniup sangkakala tersebut sepersekian detik kemudian. Saya ingat mendengar bunyi yang membahana dari sangkakala tersebut, walau saya tidak dapat mendeskripsikannya dengan jelas. ‘Majestic’, ‘the long-awaited’, ‘nostalgic’, dan ‘earth-tearing’ adalah kata sifat yang saya ajukan untuk melukiskannya.
Segera, langit terbelah dan saya melihat Tuhan Yesus dan serombongan malaikat dalam kereta kuda turun ke bumi.

TUHAN YESUS DATANG!!! IA DATANG!! BERPALINGLAH KEPADA-NYA, SEGENAP BUMI!! IA DATANG!!”

Saya hanya ingat menyerukan kata-kata tersebut sebelum saya mulai mengambang ke angkasa. Pada ketinggian tertentu, saya melihat beberapa saudara saya dalam Kristus yang juga mengambang. Dan penglihatan pun selesai di situ.

And it will be your true joy, and so of Mine, when we meet face to face.”

Serentetan pengertian menerangkan bahwa penglihatan tersebut saling berkaitan. Tuhan menanamkan pada saya untuk terus berharap dan berpegang terhadap kedatangan-Nya yang sudah di ambang pintu, tanpa terseret dan jatuh ke dalam genangan lumpur dunia. Karena—kebahagiaan yang akan kita peroleh saat kita bertemu muka dengan muka dengan-Nya di Kerajaan-Nya.. Melebihi segala imajinasi dan harapan kita yang terbesar sekalipun..
Dalam kondisi aftershock karena takjub, saya hanya dapat mengangguk-angguk sambil berulang-ulang mengucapkan terima kasih dan memuji Nama-Nya, menyadari betapa besarnya Tuhan kita. Penghiburan yang sedemikian besarnya Ia berikan kepada anak pembangkang yang sudah melukai hati-Nya ini.

Saudara, dengan tegas dan pasti saya dapat berkata: Siapa yang datang kepada Tuhan tidak pernah dikecewakan!! Entah apapun jawab-Nya atas permasalahan kita—‘ya’, ‘nanti’, atau bahkan ‘tidak’—kita tahu itu adalah yang terbaik. Karena sungguh,

Ibrani  13:5b
Karena Allah telah berfirman : “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.”
[ Read More ]