A Dream - 3

Author : Felicia Yosi

Hari demi hari kami lalui di dalam lab dengan penuh strategi dan kewaspadaan tinggi. Kami mengamati gerak-gerik, memancing informasi, dan berusaha mencari petunjuk-petunjuk untuk memecahkan kode.

Sampai suatu kali, para peneliti memutuskan untuk mengirim kami ke sebuah observatory field yang setting-nya mirip dengan hutan.

Kami diberikan sepeda untuk berjalan-jalan di dalam hutan dengan kawalan sejumlah bodyguard. Yah... Saya tidak tahu apa maksud tes kali ini. Kemungkinan besarnya, para orang-orang lab ingin mengadakan rapat mengenai kami yang tidak ingin kami ketahui. Atau mungkin juga mereka berharap dengan ‘rekreasi’ mini ini, kami akan menurunkan penjagaan kami.


Setelah sampai di perbukitan hijau nan rindang, saya mulai bersepeda dengan santai sambil memikirkan juga cara untuk memecahkan kode-kode agar bisa keluar dari lab. Namun dalam perjalanan bersepeda, rupanya ada beberapa penjaga berjas hitam-hitam yang sudah ditempatkan di titik-titik tertentu untuk mengawasi kami. Tiga di antara mereka adalah perempuan yang sangat mirip wajahnya. Saudara? Mungkin...
Penasaran, saya mendekati para penjaga tidak berekspresi ini. Kebetulan salah seorang dari mereka sedang berdiri jauh dari yang lain. Saya mendekatinya dengan sepeda.

Anda tahu, di luar sana, saya pernah ke tempat seperti ini juga, lho,” kata saya riang, memancing pembicaraan.

Orang tersebut menatap saya dengan tatapan antara bingung dan sungkan. Mungkin karena statusnya yang sebagai penjaga dan saya sebagai ‘tikus lab’...? Saya tidak tahu.

Di tempat saya hidup dulu, ada pegunungan dan perbukitan seperti ini juga yang sejuk dan hijau. Saya suka ke sana kalau penat.”

Kami tidak pernah keluar,” balas perempuan itu setelah beberapa lama terdiam. Ia menatap saya dengan tatapan bingung campur takut. Saya sedang berpikir seandainya ada hukum yang mengharuskannya tidak berkomunikasi dengan kami. “Kami lahir dan besar di sini,” ia melanjutkan dengan hampa.

Saya mengangkat alis. “Gitu? Jadi Anda nggak pernah melihat dunia luar, dong?”

Ia menggeleng dengan muka kosong.

Wah, biar saya ceritakan mengenai dunia luar! Di luar itu sangat indah! Ada banyak hal yang bisa Anda lihat dan rasakan....”

Pembicaraan kemudian berlanjut satu arah : saya bercerita secara sepihak mengenai dunia luar dan ia mendengarkan dengan ekspresi bingung campur terpesona. Saya tahu bahwa saya telah mengusik rasa ‘kemanusiaan’ yang dikubur oleh orang-orang lab (mereka hanya menginginkan boneka hidup, saya tahu). Ekspresinya mengatakan banyak hal—dan ini adalah ekspresi pertama selain kekosongan yang saya jumpai selama masa karantina.


Mimpi itu berakhir sampai di situ.


Analisa mimpi dengan Hikmat setelah saya memintanya kepada Tuhan adalah :

·         Lab merupakan dunia yang dipenuhi dengan niat jahat dan rencana-rencana Iblis.

·         Para peneliti berjubah putih adalah Iblis sendiri. Mereka mencari kelemahan anak-anak Allah dengan sangat hati-hati—tapi mereka tidak punya otoritas atas anak-anak-Nya. Ini terbukti dari perlakuan ‘sopan’ mereka sebagai ‘peneliti’. Namun secara hak, mereka memang memiliki tempat di Bumi ini (walau tidak sah) yang terbukti dengan status mereka sebagai peneliti di lab tersebut.

·         Makanan yang disajikan di lab adalah segala produk dunia (games, majalah, gossip, serial TV, film, musik sekuler, dst) dan itu dapat dan akan melemahkan setiap anak-anak Allah yang tidak berhati-hati dan ‘mengkonsumsi’ makanan tersebut tanpa curiga.

·         Para penjaga berjas hitam adalah orang-orang duniawi dan hamba setan yang tidak mengenal Allah. Mereka bukan setan, dan mereka masih dapat ditarik untuk melihat kebenaran-Nya. Mereka hanyalah orang-orang yang dimanipulasi dunia—Iblis—dan tidak pernah melihat Allah.

·         Eksperimen adalah setiap gejolak yang dialami manusia dalam menjalani kehidupan. Dalam setiap ‘eksperimen’, terbukti anak-anak Allah yang dekat dengan Allah (Hikmat) dapat menemukan sekeping puzzle yang menjadi kekuatan baginya.

·         Puzzle pada lukisan adalah jalan Tuhan yang bisa ditemukan pada Firman Allah dan kebenaran-Nya, yakni kedekatan kita pada Tuhan Yesus sendiri.

·         Para pasien di lab adalah orang-orang yang belum mengenal Kristus atau mereka yang suam-suam kuku dan menerima begitu saja santapan dunia dan menjadi ‘buta’.

·         Pasien dengan gergaji mesin adalah orang-orang yang telah buta sedemikan rupa sampai mereka menyangkal Allah dan menyerang anak-anak-Nya (bisa dengan gossip, perkataan kasar, dsb).

·         Anak yang berada di dalam kurungan ranjang dan tidak dapat bergerak merepresentasikan orang-orang yang ditipu oleh Iblis dan menyangka mereka adalah temannya. Doktrin dunia, kepercayaan, agama dan segala hal-hal yang telah dibengkokan Iblis adalah celah-celah bagi anak-anak Allah. Tidak seharusnya kita memusingkan hal ini—Yesus bukanlah agama kita, Ia adalah Sang Juruselamat. Sebagai tambahan, bisa jadi juga orang-orang ini adalah orang-orang yang tahu mengenai kebenaran Allah tetapi menolaknya—dan dengan demikian beraliansi dengan Iblis secara tidak langsung.

·         Kerja sama dengan sesama anak Allah sangat berarti dalam memecahkan puzzle bersama dan saling membagi informasi. Dalam peperangan rohani, kerja sama ini juga sangat dibutuhkan.

·         Peperangan rohani dan segala atributnya itu nyata dan benar-benar dapat digunakan.

·         Dalam penyebaran Injil, seperti usaha author untuk berbicara dengan salah seorang penjaga, adalah wajib untuk meminta Hikmat Allah dan waktu dari-Nya.

·         Dunia ini membenci kita karena memang Rumah kita bukan di sini.

·         Eksperimen atau gejolak dalam hidup tidak akan berhenti sampai Tuhan datang atau kita dipanggil-Nya pulang. Sampai saat itu, kita harus aktif memecahkan ‘puzzle’ dan mencari jawaban serta ‘menyadarkan’ mereka yang belum mengenal Allah secara intim.