Author : Felicia Yosiana
Saya rasa tidak semua orang akrab dengan kata di atas. Padahal setiap hari kita adalah pejuang Allah yang terseret dalam peperangan rohani. Saya, Anda, apalagi orang-orang percaya, setiap hari, setiap detik pasti mengalami peperangan rohani. Tapi sebenarnya peperangan rohani itu apa, sih?
Menurut saya, peperangan rohani adalah saat-saat di mana roh dan tubuh Anda bergumul untuk menuruti dua macam kehendak, yaitu kehendak rohani, dan kehendak badani atau kehendak duniawi yang berasal dari Iblis. Tapi kehendak badani yang saya maksud itu bukannya kehendak untuk makan atau minum, lho. Kalau itu sih namanya kewajiban jasmani. Tapi kehendak badani yang saya maksud adalah kehendak yang datangnya bukan dari Roh Kudus. Dan seperti yang Anda tahu, di dunia ini hanya ada hitam dan putih, tidak ada yang namanya abu-abu atau gol-put. Ikut Allah, atau ikut setan. Kalau tidak ikut Allah tapi tidak ikut setan juga? Wah, tidak ada itu. Karena itu namanya tertipu setan.
Setiap saat, kita pasti menggumuli pilihan-pilihan yang muncul dalam keseharian kita. Misalnya saja, bagi pelajar, ya pilihan antara menggunakan waktu luang untuk belajar atau bermain. Atau pilihan untuk mengunjungi saudara atau pergi ke mall. Kalau itu saja sudah merupakan peperangan rohani dalam skala kecil, apalagi kalau pilihannya menyangkut pelayanan. Yang namanya peperangan, tentu saja terdiri dari dua kubu mayoritas, bukan? Kubu Allah akan mendesak Anda untuk menjalankan keinginan Allah, sedangkan kubu Iblis akan merayu Anda untuk tidak mengerjakannya, bahkan menarik Anda untuk melakukan apa yang mereka kehendaki.
Contoh sederhana saja, saya itu kalau hendak menulis renungan atau kesaksian, rasanya itu malas dan capek luar biasa. Dan saat itu akan muncul pikiran-pikiran nulis ‘kan bisa nanti, atau bukannya enakkan bobo atau main dulu? Tentu saja, kadang, saya terpengaruh juga. Tapi kalau saya melawan kehendak salah itu, setelah pelayanan ataupun menulis, rasanya tubuh dan jiwa itu sama-sama capek luar biasa, seakan-akan saya habis disuruh mengangkut barang berat. Tapi kecapekan itu berbuah manis, karena Tuhan akan tersenyum dan memuji saya—dan roh saya pun akan turut senang luar biasa karena telah melakukan kehendak-Nya.
Tapi itu hanya teori dari saya. Untuk lebih jelasnya, saya pun bertanya pada Tuhan.
“Tuhan, kenapa kalau saya habis menulis atau pelayanan itu rasanya capek sekali? Badan itu seperti baru ketabrak bemo.”
“Itu normal,” jawab Tuhan. “Begini, saat kamu melakukan sesuatu untuk-Ku atau yang kamu sebut melayani, rohmu sedang melakukan peperangan rohani terhadap si Iblis. Saat itu jiwamu bersama dengan Roh Kudus akan mati-matian melawan gempuran si Iblis dan melawan balik. Jadi tidak aneh kalau rohmu capek setelahnya, karena kamu baru berperang.”
Mengangguk-angguk mengerti saya pun meminta Tuhan menjelaskan lebih lanjut mengenai hal ini, menggunakan pengalaman-pengalaman dan memori saya untuk membantu otak mencerna penjelasan-Nya.
Sama konsepnya dengan peperangan yang ada di dunia, setiap kali kita memenangkan suatu ‘pertempuran rohani’, otomatis musuh kita juga akan belajar dari pengalamannya. Mereka kini tahu bahwa jebakan yang kemarin sudah tidak mempan lagi. Maka di saat menjelang peperangan rohani yang selanjutnya, mereka akan menyiapkan strategi dan jebakan-jebakan yang baru pula dengan harapan kita terkena serangan itu dan jatuh terperosok. Hal yang sama juga berlaku bagi kita, prajurit Allah. Pada saat kita memenangkan pertempuran, ‘pangkat’ kita pun naik. Sang Komandan menjadi lebih percaya pada kita, dan dalam peperangan selanjutnya, Dia tentu telah menyiapkan tugas yang lebih berat untuk orang yang dipercayai-Nya tersebut. Bukan, bukan karena Dia ingin kita ‘mati’ ketembak duluan, tapi karena Dia percaya kita mampu dan Ia tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk melatih kita dalam berbagai pertempuran.
Sebagai seorang Jenderal Agung, Pemimpin, Raja, sekaligus Taktisi yang handal, tentu Ia tidak begitu saja menyuruh prajurit-prajurit-Nya untuk menyerang membabi buta. Ia akan menyiapkan segala sesuatunya, mulai dari instruksi, latihan-latihan, peta, taktik, bahkan sampai bala bantuan. Tapi terkadang, Ia tidak memberikan semua itu di awal briefing, yang Ia berikan hanyalah perintah mutlak yang memerlukan kepercayaan dari si pelaksana perintah. Tentu saja, kita tidak mungkin mengetahui pikiran Raja kita, entah Ia mau mengetes kita, melatih kita, atau Ia telah mempersiapkan kejutan untuk kita. Sayangnya, kadang kita sering takut duluan. Kadang kita khawatir di tengah jalan dan mulai mempertanyakan perintah-perintah-Nya. Apakah Ia akan mengirim bala bantuan? Apa Ia benar-benar memiliki strategi yang jitu untuk mengalahkan musuh? Apa saya bisa melakukan hal ini, ya? Dan berbagai pertanyaan-pertanyaan lainnya. Bahkan terkadang, saking takutnya, tidak jarang saya malah berbuat gegabah dan malah melenceng dari rencana-Nya, yang tentu saja berakibat fatal.
Sedikit rumit, ya?
Nah, ada satu frase yang selalu saya dan Tuhan sering tertawakan, yaitu: “Belum tua belum boleh bicara”. Sering sekali paham ini dibawa-bawa sampai ke Gereja dan pelayanan, di mana anak-anak remaja atau yang muda-muda dianggap anak bawang dan masih belum matang. Tapi itu salah besar! Melayanilah sedini mungkin, entah dalam bentuk apapun! Kenapa? Karena hidup ini bukan milik Anda. Hidup ini punya Tuhan, jadi gunakanlah untuk Tuhan, dimulai dari hal-hal yang kecil dan dari pelayanan yang kecil. Lagipula kita tidak tahu kapan hidup kita akan berakhir. Yah, pengecualian deh buat yang rahasia hidupnya dibocorin Tuhan seperti beberapa orang yang dekat denganNya. Saya saja tidak tahu kapan saya mati walaupun saya sudah sering menanyakan hal tersebut ke Tuhan karena ingin cepat-cepat mudik dan main bersama-Nya lagi.
Tidak hanya di dalam pelayanan, tapi peperangan rohani juga terjadi kapanpun Anda berniat menggunakan waktu Anda untuk Tuhan. Misalnya saja saat ingin memuji dan berdoa, Anda akan bertarung dengan kemalasan dan berjuta alasan lainnya, bukan? Atau Anda termasuk tipe orang yang tidak pernah malas berdoa? Wah, kalau begitu, saya harus mencontohnya karena terkadang, kalau sudah capek, saya cenderung jadi monoton berdoanya.
Tapi Tuhan memberikan satu tips bila ingin bersyafaat. Yang pertama, usirlah dulu segala gangguan, yaitu si Iblis, di dalam nama Tuhan Yesus. Setelah itu, mintalah Roh Kudus membungkus Anda dengan darah Yesus. Baru pikirkanlah siapa saja yang harus Anda doakan sambil bertanya apakah Tuhan ingin memberikan pe er kepada Anda hari itu? Pe er doa maksud saya. Saya sering dikasih pe er macam ini. Saat saya sedang berdoa, biasanya Tuhan akan memasukan gambar wajah seseorang ke dalam kepala saya, dan itu artinya dialah bahan doa syafaat saya. Terkadang memang Tuhan tidak memberi tahu orang itu sedang mengalami apa, jadi saya hanya mendoakan agar ia tegar dan tetap berjalan tegap bersama Tuhan.
Terkadang juga saya disuruh mendoakan orang-orang yang saya tidak kenal, dan Tuhan tidak memberikan gambaran wajah mereka juga, hanya menyuruh saya berdoa. Kalau sudah begitu, ya saya bayangkan saja orangnya sambil berdoa agar ia dilindungi dan dikuatkan Tuhan. Pernah juga suatu kali Tuhan menyuruh saya mendoakan seorang tante yang saya kenal sebagai teman alm. Mami. Saat itu Tuhan hanya menyuruh saya berdoa baginya tanpa memberitahu kesulitannya. Ia hanya mengatakan bahwa Papi yang akan memberi tahu saya nanti. Setelah saya doakan selama satu minggu, ternyata Papi cerita bahwa tante itu mengalami kanker! Bahkan beberapa orang yang dijadikan Tuhan bahan pe er saya belakangan saya ketahui bahwa mereka menderita penyakit akut! Memang Tuhan punya banyak cara untuk mengirim bala bantuan…
Nah, kalau sudah menunaikan tugas doa Anda, baru deh mulai cerita dan tumpahkan semua uneg-uneg Anda. Saya yakin memang, Tuhan pasti sudah tahu semua yang ingin Anda katakana sebelumnya, tapi tidak apa-apa, tetaplah ceritakan semuanya. Karena Ia menghargai keterbukaan kita terhadap-Nya. Doa juga tidaklah harus berlutut di tepi ranjang dengan sikap sempurna. Anda mau berdoa sambil kayang atau jungkir balik juga Tuhan tidak apa-apa, tapi Anda yang apa-apa.
Tapi ada juga contoh orang-orang yang kurang percaya diri sebagai prajurit Tuhan. Saya pernah dimintai tolong untuk berdoa bagi sebuah keluarga. Itu sih nggak masalah, toh menambah mitra doa itu baik, bukan? Kan hitung-hitung menambah bala bantuan… Tapi yang saya masalahkan adalah ketidakpercayaan orang itu yang tersirat dari perkataannya waktu ia meminta bantuan doa. Seperti ini kira-kira ia berkata, “Yos, tolong dong doain kami. Kalau Yosi yang doa pasti didenger Tuhan…!”
Ya ampoeeeen!! Itu salah besaaaar!!! Mau pendeta terkenal, saya, Anda, koruptor, sampai tukang bakso di pinggir jalan pun kalau mereka mau berdoa dengan sungguh-sungguh pasti didengar doanya! Tuhan punya telinga! Atau ada yang tidak tahu kalau Ia bisa mendengar? Memang bisa saja Tuhan memakai orang lain untuk ‘menjawab’ doa seseorang, tapi bukan berarti bila Anda sendiri yang berdoa jadi tidak ada kuasanya! Kalau Anda mau buka, di Alkitab ada banyak sekali ayat yang bunyinya; “Doa orang benar DAN percaya punya kuasa”, dan sebagainya. Nah, ada kata-kata ‘benar dan percaya’! Kalau dihilangkan satu kata, tuh ayat tidak akan komplit, tidak ngefek, tidak jalan. Mau iman sebesar biji duren juga kalau hidupnya tidak benar, ya pasti ambruk juga. Atau hidup benar, taat, melayani, tapi paranoid-an dan nggak percayaan? Itu mah namanya rugi sendiri…
Memang, hak dijawab atau tidak tetap ada pada tangan Tuhan. Jadi kita tidak bisa menyuruh si ini atau si itu untuk berdoa agar DIJAWAB doanya oleh Tuhan. Lalu kalau jawaban Tuhan tidak sesuai dengan keinginan Anda bagaimana? Apakah itu berarti Anda akan ngambek dan mengancam Tuhan? Saya beritahu saja, Anda mau ngambek dan meninggalkan Tuhan pun, Ia tidak rugi. Anda yang rugi karena akan masuk neraka. Lha, saya tidak omong besar. Kalau tidak ikut Tuhan memang masuk ke mana lagi kalau bukan neraka? Tidak ada yang namanya tempat netral di alam roh. Yang ada hanya Sorga dan neraka. Tidak masuk Sorga, ya nyemplung ke neraka. Tidak masuk neraka, ya Puji Tuhan karena masuk Sorga. Kalau yang gentayangan di dunia? Wah, Anda tertipu, karena tidak ada roh manusia yang dapat gentayangan setelah mati. Itu semua adalah Iblis yang menyamar. Nah, bagian ini akan saya bahas di topiknya sendiri nanti menurut pengetahuan yang Tuhan berikan ke saya. Sekarang, kembali ke masalah doa dulu.
Kita semua juga pasti sudah pernah mendengar bahwa doa adalah bentuk persatuan antara iman dan pengharapan. Jadi apa efeknya kalau saat kita berdoa kita tidak memiliki iman bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik? Saya sendiri sempat bingung mengenai hal ini. Tapi Tuhan memberikan penjelasan yang unik pada saya mengenai iman ini.
Suatu malam, setelah menggumuli apa itu iman yang benar dan sempurna, kaki saya tiba-tiba kram. Saya berdoa supaya Tuhan meredakan kram di kaki saya karena rasanya sangat sakit dan menyebalkan. Tapi tidak terjadi apa-apa, yang ada malah kramnya bertambah parah dan makin sakit. Otomatis saya jadi seram sendiri…
"Yos," bisik Tuhan akhirnya, “kamu tahu Aku mengehendaki kamu sembuh dari kram itu, ‘kan ?”
“Ya,” saya jawab dengan yakin. Lagipula buat apa juga saya kena kram selamanya?
“Kalau begitu, doa, tengking dalam nama-Ku dengan iman!”
Dan saat itu juga ada kekuatan yang tiba-tiba menyusup ke dalam diri saya, seperti sebuah bentuk energi yang membuat saya yakin seratus persen bahwa Tuhan menghendaki saya menghentikan kramnya dengan tenaga ini. Saat itu juga, saya tengking kramnya dengan yakin, “Dalam nama Yesus Kristus, pergi kau!”
Dan kram itu pun hilang!
Dan saat itupun saya mengerti konsepnya. Asal yang kita doakan sesuai dengan keinginan dan kehendak-Nya, bila kita doakan dengan iman, pasti dijawab! Lalu, saya juga ingin mengingatkan bahwa iman itu tidak datang dan tumbuh dari diri kita sendiri, tapi datang dari Tuhan. Seperti energi iman yang saya terima saat mengusir kram, kekuatan doa itu datang dari Tuhan saat keinginan saya dan keinginan Tuhan bersinkronisasi. Saya juga pernah mempraktekan hal ini saat sedang mendoakan seorang tante yang terkena demam berdarah. Saat saya mendengar bahwa kondisinya makin kritis, tiba-tiba di hati saya muncul keyakinan besar bahwa belum saatnya bagi si Tante untuk kembali ke Rumah Tuhan. Rupanya Tuhan juga berpikiran sama, sehingga lagi-lagi Ia mengirimkan ‘energi’ itu kepada saya, sehingga dengan lantang saya dapat berdoa, “Dalam nama Yesus, Tante itu sembuh!”
Dan apa yang terjadi? Keesokannya, saya mendengar bahwa trombosit si Tante naik pesat! God is amazing aftrer all!
Seumur hidup, baru tiga kali saya mengalami ‘susupan energi’ yang begitu dashyatnya. Satu saat saya dilatih berperang iman dengan kram kaki, yang kedua saat berdoa bagi si Tante, dan yang ketiga saat saya mengusir setan dari seseorang yang setengah kerasukan yang akan saya bahas di judul lain. Ketiga-tiganya merupakan pengalaman berharga yang sangat luar biasa dan spektakuler bagi roh saya! Perasaan saat Tuhan mengirimkan kekuatan-Nya dan saat ia berdiri di belakang saya, memegang pundak saya dan berkata, “Kita maju!” benar-benar membuat saya bersemangat dengan hanya mengingatnya lagi!
Tapi tentu, yang namanya perang itu tidak hanya sekali tembak terus selesai. Kita ini berperang sebagai prajurit, dan sebagai prajurit pula kita membawa nama Jenderal kita. Kalau saya malah lari pontang-panting meninggalkan medan perang padahal nembak saja belum, tidak cuma reputasi prajurit saja yang jadi buruk, tapi Sang Jenderal Agung juga ikut di’permalukan’ musuh. Dan menurut saya, tidak ada kesenangan yang melebihi hal ini bagi si Iblis; mempermalukan kita dan Tuhan. Iblis ingin kita jatuh ke perangkapnya, menginjak ranjaunya, dan memusnahkan kita. Ia ingin anak-anak musuhnya jatuh ke neraka. “Prajurit-prajurit dan anak-anak yang Anda banggain jatuh ke perangkapku!! Berulang-ulang lagi!!”
tidak mau ‘kan Tuhan kita diledek oleh si Iblis? Bukannya kalau kita pulang membawa bendera musuh, kita juga yang akan menerima sanjungan dari Jenderal kita? Memangnya Tuhan tidak bangga liat prajurit-prajurit-Nya menang?!
Tapi, terkadang manusia sebagai prajurit-prajurit-Nya suka kurang waspada. Banyak yang sering menyepelekan aturan-aturan-Nya, dan hanya patuh kalau “ada yang lihat saja”—saya juga terkadang termakan perangkap ini. Nah, ini juga berbahaya, kata Tuhan. Kenapa? Kembali ke pernyataan saya di atas bahwa hidup ini bukan milik siapa-siapa selain Sang Pencipta. Sang Jenderal bisa saja datang di saat-saat yang kita tidak duga. Malu juga kalau Ia datang dan saya kepergok lagi bermalas-malasan!
Saya sendiri juga kadang gregetan sama Tuhan mengenai hal ini. “Tuhan, kapang sih Anda datang?! Nggak bete apa liatin ciptaan-Mu pada membangkang?”
“The time will come, Yosi,” jawab Tuhan kalem. “Waktu-Ku akan datang. Yaitu saat dimana nama-Ku akan dipermuliakan di seluruh penjuru bumi. Dan di saat bila nama-Ku disebut, lautpun akan bergelora.”
“…Ekstrem.”
“Memang. Makanya jangan suka slack off,” tegur Tuhan ringan—tapi nancep.