Hikmat?

Author : Felicia Yosiana G

A/N : Bosenkah Anda dengan sharing jama SMA gue? Hehehe... Semoga tidak. Karena masih ada beberapa pengalaman bego yang pengen gue upload... :3


Awal masuk kelas dua SMA, saya memiliki segudang pergumulan batin. Saya merasa hidup saya penuh dengan pertanyaan-pertanyaan. Dan entah kenapa, akhir-akhir ini yang ada di kepala saya itu mengenai hikmat terus. Entah memang saya lagi tidak jelas (seperti biasa) atau ini kerjaan Tuhan, saya tak tahu. Yang jelas, saya terus mempertanyakan ‘apa itu hikmat’ dan kebijaksanaan...
Dan lucunya, Tuhan langsung menjawab pertanyaan saya itu. Tentu, dengan cara nyentrik khas Dia, seperti biasanya...


Suatu kali, saya sempat cek cok dengan salah seorang teman saya. Sebenarnya masalah sepele, cara kami berkomunikasi kurang cocok. Sewaktu dia ada masalah, kalau ia curhat lewat sms, saya selalu meladeni. Tapi yang bikin saya bete adalah caranya untuk curhat yang terkesan ‘manja’. Ia selalu sms tidak jelas dan secara tak langsung ‘meminta’ saya untuk memancing dia curhat. Singkatnya, sepotong-sepotong. Berhubung saya orangnya to the point dan kurang suka metode setengah-setengah begitu, ya saya paling hanya ladeni kalau mood lagi bagus atau lagi ada pulsa saja. Ya saya kan bete juga diperlakukan begitu waktu pulsa lagi sekarat-sekaratnya. Maka jadilah sms dia saya sempat saya cuekin.
Sebenarnya saya sudah bilang, pulsa saya lagi sekarat, tidak bisa meladeni curhatannya lama-lama. Kalau memang mau curhat, ya sudah langsung saja, saya balas sebisanya seizin pulsa saya. Tapi bak anak-anak yang kesal karena tidak dikasih permen, ia pun malah meledeki saya galak, cuek, delele. Saya yang lagi emosi, akhirnya malah marah karena ledekan itu lewat sms... Emosi emang cenderung bikin orang jadi childish, ya...

Seperti biasa, malamnya, saya pun ngomel-ngomel lagi ke Tuhan yang selalu sabar meladeni orang tempramental seperti saya. Yah, dalam kasus ini, saya benar-benar harus belajar banyak dari Tuhan.

Tuhaaaaan, apa-apaan sih dia?! Masih bagus saya ladenin, ini malah ngeledek! Keseeeeelll!!” Omel saya tak tertahan.

Namun alih-alih menjawab, tiba-tiba Ia malah balik bertanya pada saya. “Yos, menurutmu, apa itu kedewasaan?”

Saya tentu bingung ditanyai begitu tiba-tiba. “Hmmm... Menurut saya, dewasa itu mampu ‘mengurus’ diri sendiri, mengontrol emosi, tidak manja, mandiri, dan sebagaiya...”

Tidak salah. Tapi apa itu kedewasaan?”

Hah...? Maksud Anda...?”

Bentuk-bentuk kedewasaan memang seperti yang kamu sebutkan tadi. Tapi sebenarnya, apa itu kedewasaan?”

Saya mencoba berpikir lebih keras. Arti kedewasaan...? Apa, ya? Hmmm... Di saat itulah saya teringat satu kata yang setiap hari saya bawa dalam doa, “Hikmat?”

Betul sekali!! Hikmat!” Tuhan berseru. “Kedewasaan berarti memiliki hikmat, Yosi. Dan bentuk-bentuk hikmat kamu sendiri sudah tahu. Bisa kamu baca juga di Kitab Amsal.”

Jadi maksud Tuhan apa...?” Tanya saya masih bingung.

Nah, Yos... Jadi menurutmu, hikmat itu apa?”

Saya malah keki ditanyai begitu lagi. Ngapain sih Tuhan mengulang-ngulang bertanya hal yang sama?! “Tadi kata Tuhan hikmat itu kedewasaan, kok sekarang nanya lagi?!” Sambar saya.

Memang. Hikmat itu bisa mengontrol emosi. Hikmat itu tahu kapan harus berbicara dan kapan harus diam. Hikmat tahu kapan harus bertindak dan kapan harus duduk di belakang dan menonton. Hikmat itu bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Tapi dari kesemuanya, yang paling penting cuma satu, dan itu intinya. AKUlah Hikmat itu,” tegas Tuhan.

Wah, ini mengutip Amsal sekali! “Jadi maksud Tuhan, kalau kita mau mencari hikmat, ya harus mendekat pada Anda? Harus mencari Anda?”

Yep. Tidak ada satu orang pun yang ‘dewasa’ selama ia tidak dekat dan mencari Aku. Dan berbahagialah orang yang memperoleh dan terus mencari hikmat tersebut, karena sesungguhnya ia telah memiliki apa yang lebih berharga dari harta manapun di muka bumi ini. Dan berbahagialah juga kamu, Yos. Karena kamu salah satu dari yang mencobanya.”

Saya melotot... Syok en bingung. “Tapi saya kan masih cupu juga, Tuhan. Mana sering jatuh bangun lagi...! Aih, jadi kayak lagu dangdut.”

Tertawa, Ia melanjutkan, “Makanya, berkembanglah terus. Kamu seringkali bingung sama tindakan-tindakan childish orang-orang di sekelilingmu, dan bertanya-tanya kenapa mereka bisa punya pola pikir duniawi begitu. Sekarang terjawab. Karena kamu hidup di dunia yang berbeda dengan mereka. Kamu menerima didikanKu dari kecil, mengejar dan berjalan sama Aku sejak dini. Itu yang membuat kamu beda. Walau tetap saja masih bandel, sih...”

Tuhaaaaaan!!”

Haha... Habis memang bandel, kan? Suka ngeyel.” *tertawa*

Muka saya pun mengebulkan asap seperti air mendidih karena ‘diledek’ Tuhan. “Balik ke topik, Tuhan! Jadi bagaimana dengan masalah saya dan teman saya itu?”

Santai saja. Kamu marahnya beralasan kok. Dan ia sendiri juga memang manja dan kekanakan. Tapi kamu juga, kenapa kalah? Kan Aku sudah peringatkan, jangan sampai biarkan emosimu mengendalikan tindakanmu?”

Habis saya kesal... Kan bete banget meladeni orang-orang seperti itu.”

Memang bikin kesal, Aku tahu. Aku meladeni manusia setiap hari, makanya Aku mengerti. Tapi, Yos, jangan biarkan ketidak-dewasaan orang-orang di sekelilingmu menjadi batu sandungan, dong. Justru kamu balik,” kata Tuhan dengan sangat tegas dan jelas.

Saya cengo lagi... Bingung. “Balik?”

Ya, balik. Jadikan mereka batu asahan untuk mengasah iman dan hikmatmu sendiri. Lagipula apa Aku akan mempercayakan tugas-tugas yang butuh tanggung jawab pada orang-orang yang ‘bayi rohani’?”

Whoops... Saya pun merasa tertohok. “Maap, God.”

Tak apa. Yang penting kamu bersedia Kuajar. Karena bukan hikmat namanya kalau tidak bersedia diajar dan ditegur. Itu juga sebabnya kenapa banyak orang-orang yang ‘bayi rohani’.”

Karena mereka membenci ajaran dan teguran?”

Ya. Dan di situlah kerendahan hati harus dipertahankan.”

Saya pun kembali manggut-manggut kagum. Ternyata Tuhan kita termasuk Tuhan yang teoritis juga.

I am the theory,” sela Tuhan sedetik setelah saya berpikir begitu.

Oke... Memang Dia itu Tuhan. Jadi tak aneh kalau DIAlah teorinya dan Dialah hukumnya. Sekarang saya mulai mengerti lebih dalam arti dari Yohanes 14 ayat 6.

Nah, itu juga termasuk hikmat, lho,” potong Tuhan lagi.

Maksudnya?”

Kamu memahami ajaranKu melewati pengetahuan dan pengertian seperti ini. Apa orang tidak berhikmat bisa? Nay. Aku ada di mana-mana, dan kamu menemukanKu. Saat kamu belajar dari bunga, saat kamu merasa tertegur dari kejadian-kejadian yang orang anggap ‘biasa’, itulah hikmat. Itu sebabnya juga kamu bisa menulis kayak gini: Orang yang Kukasihi, Kudidik dan Kuhajar.”

Ooh... Mudeng deh saya. Pernyataan Tuhan itu klop banget sama apa yang saya baca di Amsal!
Ternyata hikmat itu tidak rumit-rumit banget, ya... Yah tetap ribet juga sih, tapi tidak sekompleks yang saya bayangkan. Jadi intinya, saya yakin kita semua mampun mendapatkannya. Tapi dengan satu syarat, lihat ke atas, dan kejar Hikmat yang hidup itu sendiri. Karena mustahil mendapatkan Hikmat kalau kenal dekat sama Bapanya Hikmat saja tidak.