Kesediaan dan Kesiapan Perang

Author : Benedictus Harvi



Saya dan beberapa teman baru saja hendak pulang dari kampus—ketika langit yang sejak tadi menghitam mulai menjatuhkan butiran-butiran air bagai peluru. Angin bertiup sangat kencang bak badai sore itu. Ini adalah hujan pertama yang terjadi sejak beberapa bulan yang lalu. Saat itulah, kami ingat bahwa ada penglihatan seseorang di internet yang menyatakan bahwa segalanya akan dimulai dengan hujan deras, yang digambarkan bagai tombak. Teman, Feli, saya mendapat pewahyuan : “Sudah dimulai.”
Menuruti titah Tuhan, kami bergegas pulang pada jam 5 sore.
                Perasaan saya campur aduk saat itu; di satu sisi sukacita karena sebentar lagi akan bertemu muka dengan Bapa, dan di lain sisi kekalutan yang sangat besar karena memikirkan keluarga dan orang-orang di sekitar saya yang belum mengenal Tuhan secara sungguh-sungguh.
Tuhan menanggapi kepanikan saya dengan berkata, “ Tenanglah. Minta ketenangan. Nyanyikan pujian penyembahan dalam hatimu dan berdoalah untuk mereka yang terhilang.”
Demikian saya berjalan menentang hujan yang makin mengganas sambil menyanyikan pujian dalam hati dan berdoa. Ketika saya hendak menaiki satu bus yang penuh sesak, Roh Kudus berkata, “Jangan. Tunggu dulu.” Dan ketika saya menurut, saya mendapati bus yang kosong melompong di belakangnya. Mengucapkan syukur pada Tuhan, saya masuk ke bus tersebut dan duduk.
                Di sana, masih dengan pikiran yang kalut, atas arahan Roh Kudus saya memasang perangkat earphone untuk mendengarkan lagu pujian. Memejamkan mata, saya dibawa ke alam roh tempat kami biasa bertemu, berupa pantai dengan langit matahari terbenam yang sangat indah dan pelangi yang megah. Saya dalam tubuh roh saya berupa anak kecil 5-6 tahun mendapati bahwa ada sesuatu yang berbeda pada alam roh tersebut—yang merupakan presentasi Surga—pelangi besar yang tergantung di langit terlihat bercahaya dengan jauh lebih terang, hampir memenuhi seluruh langit tersebut. Dan saya kurang bisa menjelaskannyaada atmosfir kesibukan yang sangat intens terasa. Detik berikutnya, saya sudah berada kembali di dunia nyata.
                Roh Kudus menjelaskan bahwa di Surga pesta perjamuan kawin Anak Domba sudah siap dan tersedia bagi para mempelaiNya, dan bahwa Ia sungguh menantikan saat-saat dapat berjumpa dengan kita mempelaiNya. Atmosfir kesibukan tersebut adalah para bala tentara malaikat yang sedang disiapkan untuk perang terakhir. Saya masih ingat perkataan-Nya dengan jelas : “Kamu telah kupilih sejak semula untuk menjadi prajuritKu di medan perang terakhir ini. Mau dan siapkah kamu kutempatkan dalam medan peperangan? Kamu tahu konsekuensinya: kamu akan merasa sakit dan sungguh-sungguh menderita, kamu akan ditolak dan ada saat di mana kamu akan merasa benar-benar sendirian.”
Sungguh, Tuhan sangat menghargai free-will kita. Ia sudah menanyakan kesediaan saya untuk maju berperang berkali-kali dan sekarang pun Ia menegaskannya kembali. Seketika saya menjawab mau, dan Tuhan tersenyum mendengar jawaban saya.
Saya menghabiskan hari itu dalam hadirat-Nya, dengan pujian penyembahan dan ber-saat teduh. Ia memberikan ayat-ayat ini untuk saya : Yer 51:50 ; Yes 54:10 ; Yes 25. Demikian, Ia mulai membimbing saya secara aktif untuk berperang mengklaim teritori untuk lingkungan sekitar saya. Berperang juga tentunya dilakukan untuk melawan kedagingan kita sendiri—untuk menguduskan diri dan tetap menjaga fokus kepada-Nya.
Kata-Nya : “Waktu-Ku sudah dekat dan sebentar lagi Aku akan menjemput kalian. Untuk itu Aku menghendaki kalian untuk secara aktif berperang, untuk diri kalian sendiri dan jiwa-jiwa di sekeliling kalian. Kalian tidak akan bisa bertahan tanpa maju berperang. Minta Aku yang bimbing dan Aku akan mengomando kalian secara aktif!”