Author : Felicia Yosiana
5 September 2011.
Saya sedang berdiskusi dengan Tuhan, seperti yang telah kami janjikan, saat saya bergumul mengenai waktu saya bersama-Nya yang semakin berkurang karena berbagai macam tugas dan aktivitas. Tuhan memperingatkan saya bahwa saya tidak boleh mengurangi porsi waktu saya bersama-Nya, biarpun alasan saya adalah untuk ‘pelayanan’ atau melakukan ‘hal baik’.
Diskusi bersama-Nya, seperti sebelum-belumnya, sangat menarik dan santai. Ia memiliki selera humor yang tinggi dan kami sering tertawa di sela-sela diskusi. Ia mengajak saya untuk berpikir kritis mengenai hal-hal yang terjadi dan megenai Firman-Nya. Ia bertanya ‘kenapa’, ‘apa yang kamu pikir’, dan memancing saya dengan fakta dan berbagai macam pembahasan. Saya sangat menyukai diskusi dengan Tuhan yang begitu intelek dan rendah hati!
Yah, ini menjelaskan ayat yang mengatakan bahwa anak-anak yang dikasihi-Nya dididik dan ditempa-Nya.
Omong-omong, sejak SMP, Ia memang sering mengajak saya berdiskusi, mengasah kemampuan analisa saya, mengajarkan hal-hal baru, pengertian megenai Alkitab, dan menerangkan Hikmat. Saya aja yang bego karena sempat berhenti menjadwalkan waktu diskusi dengan-Nya setelah kuliah…
Saat saya sedang berbincang-bincang dengan-Nya, pikiran mengenai ‘kesiapan’ saya terlintas di hati dan saya menanyakannya.
“Kenapa kamu Tanya begitu?” Ia balas bertanya.
“Hmmm.. Jujur, saya agak khawatir dengan kesiapan diri saya.”
Ia tersenyum. “Kenapa harus khawatir? Bukankah Aku telah mengatakannya dengan jelas: berjaga-jagalah! Kamu harus ingat bahwa kamu diselamatkan bukan karena perbuatanmu, tapi karena Kasih-Ku.”
“Tapi pilihan tetap bermain di dalamnya.”
“Benar. Dan sayangnya, sedikit yang mengerti. Kebanyakan anak-anak-Ku terbagi dalam ekstrem kiri dan ekstrem kanan: yang satu mempercayai bulat-bulat Kasih-Ku tanpa berusaha maksimal, yang lainnya berusaha sekuat tenaga tanpa mencari dan mempercayai Kasih-Ku secara keseluruhan.”
Tuhan mengangguk. Sedikit mengejutkan bahwa wajah-Nya tetap tenang dan terkendali.
Karena Ia tidak berkata apa-apa setelah itu, saya kembali bertanya, “Boleh saya lihat persiapan saya?”
Dan dalam sekejap saya dibawa ke salah satu tempat yang sering saya kunjungi bersama Tuhan: tepi pantai dengan langit pelangi senja. Itu tempat eksotik yang luar biasa luas. Di alam roh, Anda bisa melihat dari mata Anda sebagai individu maupun dari sudut pandang orang ketiga. Jadi biasanya, saya dapat melihat diri saya sendiri (yang seperti anak berusia 13-14 tahun dengan kemeja dan celana pendek putih) bersama Tuhan di sana. Kadang kami berjalan di tepi pantai sambil berdiskusi serius. Terkadang Ia menggendong saya yang tertidur di punggung-Nya. Terkadang kami hanya berjalan biasa saja sambil tertawa-tawa.
Tapi kali ini, saya sendirian di sana.
Dari sudut pandang orang ketiga, saya melihat diri saya sendiri: Seorang anak remaja kali ini, berbalutkan kemeja putih yang sama, dan berdiri tegap di tepi pantai. Pandangan mata anak itu sigap dan air mukanya serius, namun menyorotkan ketenangan. Ia menatap langit senja, dan saya tahu ia menanti-nantikan terbitnya Bintang Timur yang menandakan kedatangan Tuhan.
Saya langsung teringat dengan pengelihatan mirip yang pernah beberapa kali Ia karuniakan memasuki bulan September: diri saya sendiri (yang saya lihat dari pandangan orang ketiga) yang sedang berlari kencang di padang rumput yang terang. Air muka saya cerah dan saya tersenyum tanpa melambatkan langkah kaki saya. Saya tidak berkeringat dan tidak terengah-engah sama sekali, tubuh remaja awal saya bergerak cepat mengejar Cahaya Tuhan.
Dan saat pandangan saya menjauh (ya, itu seperti kamera yang meng-zoom out) saya melihat ratusan, ribuan orang-orang berbaju putih lainnya yang sedang berlari ke arah yang sama! Tuhan langsung mengingatkan saya akan Yesaya 40 : 31 yang sering Ia tanamkan di hati saya.
Tuhan tersenyum. “Bergiatlah dalam penantianmu dan teruslah cuci bajumu di dalam Darah-Ku yang Kudus. Jadilah siap di dalam Aku dan undanglah Roh Hikmat untuk membimbing setiap langkahmu. Mendekatlah pada-Ku dan Aku akan mendekat kepadamu. Berhati-hatilah dan mendekatlah pada Hikmat. Ketahuilah bahwa Aku menyertaimu sampai akhir zaman.”
Bagaiman dengan persiapan Anda?
Saya sedang berdiskusi dengan Tuhan, seperti yang telah kami janjikan, saat saya bergumul mengenai waktu saya bersama-Nya yang semakin berkurang karena berbagai macam tugas dan aktivitas. Tuhan memperingatkan saya bahwa saya tidak boleh mengurangi porsi waktu saya bersama-Nya, biarpun alasan saya adalah untuk ‘pelayanan’ atau melakukan ‘hal baik’.
Diskusi bersama-Nya, seperti sebelum-belumnya, sangat menarik dan santai. Ia memiliki selera humor yang tinggi dan kami sering tertawa di sela-sela diskusi. Ia mengajak saya untuk berpikir kritis mengenai hal-hal yang terjadi dan megenai Firman-Nya. Ia bertanya ‘kenapa’, ‘apa yang kamu pikir’, dan memancing saya dengan fakta dan berbagai macam pembahasan. Saya sangat menyukai diskusi dengan Tuhan yang begitu intelek dan rendah hati!
Yah, ini menjelaskan ayat yang mengatakan bahwa anak-anak yang dikasihi-Nya dididik dan ditempa-Nya.
Omong-omong, sejak SMP, Ia memang sering mengajak saya berdiskusi, mengasah kemampuan analisa saya, mengajarkan hal-hal baru, pengertian megenai Alkitab, dan menerangkan Hikmat. Saya aja yang bego karena sempat berhenti menjadwalkan waktu diskusi dengan-Nya setelah kuliah…
Saat saya sedang berbincang-bincang dengan-Nya, pikiran mengenai ‘kesiapan’ saya terlintas di hati dan saya menanyakannya.
“Tuhan, apa menurut-Mu saya siap untuk kedatangan Anda?”
“Kenapa kamu Tanya begitu?” Ia balas bertanya.
“Hmmm.. Jujur, saya agak khawatir dengan kesiapan diri saya.”
Ia tersenyum. “Kenapa harus khawatir? Bukankah Aku telah mengatakannya dengan jelas: berjaga-jagalah! Kamu harus ingat bahwa kamu diselamatkan bukan karena perbuatanmu, tapi karena Kasih-Ku.”
“Tapi pilihan tetap bermain di dalamnya.”
“Benar. Dan sayangnya, sedikit yang mengerti. Kebanyakan anak-anak-Ku terbagi dalam ekstrem kiri dan ekstrem kanan: yang satu mempercayai bulat-bulat Kasih-Ku tanpa berusaha maksimal, yang lainnya berusaha sekuat tenaga tanpa mencari dan mempercayai Kasih-Ku secara keseluruhan.”
“Ya, dan ini menyedihkan. Padahal Anda adalah Bapa yang mengasihi sekaligus mengajar. Dari yang saya lihat, manusia lebih sering menyalahkan Iblis atas segala sesuatu yang terjadi—sesuatu yang mereka anggap’buruk’.”
“Dan kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi.”
“Ya, mereka sebenarnya bergulat dengan daging mereka sendiri dan hanya mencari kambing hitam untuk disalahkan karena tidak mampu menang dan tidak mampu menerima didikan Anda yang keras dan tegas.”
-Tuhan mengangguk. Sedikit mengejutkan bahwa wajah-Nya tetap tenang dan terkendali.
Karena Ia tidak berkata apa-apa setelah itu, saya kembali bertanya, “Boleh saya lihat persiapan saya?”
“Boleh saja.”
Dan dalam sekejap saya dibawa ke salah satu tempat yang sering saya kunjungi bersama Tuhan: tepi pantai dengan langit pelangi senja. Itu tempat eksotik yang luar biasa luas. Di alam roh, Anda bisa melihat dari mata Anda sebagai individu maupun dari sudut pandang orang ketiga. Jadi biasanya, saya dapat melihat diri saya sendiri (yang seperti anak berusia 13-14 tahun dengan kemeja dan celana pendek putih) bersama Tuhan di sana. Kadang kami berjalan di tepi pantai sambil berdiskusi serius. Terkadang Ia menggendong saya yang tertidur di punggung-Nya. Terkadang kami hanya berjalan biasa saja sambil tertawa-tawa.
Tapi kali ini, saya sendirian di sana.
Dari sudut pandang orang ketiga, saya melihat diri saya sendiri: Seorang anak remaja kali ini, berbalutkan kemeja putih yang sama, dan berdiri tegap di tepi pantai. Pandangan mata anak itu sigap dan air mukanya serius, namun menyorotkan ketenangan. Ia menatap langit senja, dan saya tahu ia menanti-nantikan terbitnya Bintang Timur yang menandakan kedatangan Tuhan.
Saya langsung teringat dengan pengelihatan mirip yang pernah beberapa kali Ia karuniakan memasuki bulan September: diri saya sendiri (yang saya lihat dari pandangan orang ketiga) yang sedang berlari kencang di padang rumput yang terang. Air muka saya cerah dan saya tersenyum tanpa melambatkan langkah kaki saya. Saya tidak berkeringat dan tidak terengah-engah sama sekali, tubuh remaja awal saya bergerak cepat mengejar Cahaya Tuhan.
Dan saat pandangan saya menjauh (ya, itu seperti kamera yang meng-zoom out) saya melihat ratusan, ribuan orang-orang berbaju putih lainnya yang sedang berlari ke arah yang sama! Tuhan langsung mengingatkan saya akan Yesaya 40 : 31 yang sering Ia tanamkan di hati saya.
Tuhan tersenyum. “Bergiatlah dalam penantianmu dan teruslah cuci bajumu di dalam Darah-Ku yang Kudus. Jadilah siap di dalam Aku dan undanglah Roh Hikmat untuk membimbing setiap langkahmu. Mendekatlah pada-Ku dan Aku akan mendekat kepadamu. Berhati-hatilah dan mendekatlah pada Hikmat. Ketahuilah bahwa Aku menyertaimu sampai akhir zaman.”
Bagaiman dengan persiapan Anda?