Author : Felicia Yosiana
Hal yang luar biasa selama liburan ini adalah bahwa saya akhirnya mendapatkan waktu yang cukup banyak untuk bergaul dekat dengan Allah. Dan seperti yang dikatakan Alkitab, bergaul dengan Allah itu tidak ada ruginya; karena kita akan senantiasa diisi dengan berbagai pengetahuan dan hikmat dari sorga, dan itu menakjubkan! Saya benar-benar tidak punya kata lain untuk menggambarkan hikmat dan kasih Allah yang saya dapatkan saat saya bersedia untuk ‘duduk di kaki-Nya’ dan mendengar suara-Nya! Begitu besar kasih dan perhatian-Nya sehingga Ia mau menjadi guru pribadi dari setiap orang yang datang pada-Nya.
Satu dari segudang hal yang saya dapatkan adalah mengenai hal berdoa. Saya meminta Yesus untuk mengajarkan saya bagaimana berdoa yang ‘baik dan benar’ DI HADAPAN-Nya, bukan di hadapan orang lain. Dan Ia menjawabnya.
Ia menjelaskan bahwa Ia tidak ambil pusing dengan posisi kita saat kita berdoa, namun, yang harus kita lakukan adalah ‘menyatakan’ hormat dalam hal bertemu muka dengan muka dengan Allah. Maka, dari sekian banyak posisi yang kita hafal, yang paling tepat untuk dilakukan adalah berlutut.
Saya baru mempelajari arti berlutut setelah Roh Kudus membimbing saya untuk melakukannya. Asal tahu deh, saya itu seumur hidup tidak pernah berdoa berlutut sebelumnya. Jadi ini merupakan hal yang janggal dan baru bagi saya. Namun, suatu hari, saat saya sedang bergumul dengan pokok-pokok doa yang Tuhan berikan, saya merasakan dorongan yang AMAT kuat untuk segera berlutut dan menyembah Allah! Entah bagaiman saya harus menjelaskan perasaan itu, pokoknya ada perasaan mendesak yang sangat menggigit, mendorong saya untuk bersujud di kaki-Nya dan menjeritkan doa-doa yang tertanam di hati. Menuruti dorongan itu, saya pun melakukannya. Dan apa yang terjadi kemudian?
Saya menangis tanpa henti.
Bukan, bukan jenis tangisan karena kesakitan atau kesesakan, melainkan tangisan akan kasih. Seumur hidup saya yang baru belasan tahun ini, saya tidak pernah menangis karena kasih! Saat itu saya tahu saya sedang merasakan sepotong dari perasaan Sang Bapa, dan perasaan itu hanya memiliki satu unsur: KASIH yang begitu murni dan besar. Bukan karena simpati atau empati, melainkan hanya Kasih Allah.
Dan dari situlah saya diajar berdoa menggunakan Kasih tersebut.
Tuhan mengatakan, Ia seringkali kecewa dengan persaan manusia yang menganggap Ia lemah dan tidak mampu menjawab doa-doa mereka. “Kalian sering merasa Aku kurang kuat dan kurang peka untuk melakukan apa yang kalian minta,” Ia berkata pada suatu siang—saya sedang berdoa dengan berlutut saat itu. “Tapi ketahuilah, doa yang tidak dialaskan dengan kasih tidak akan bisa menjangkau hati, dan,”—perhatikan baik-baik apa yang Ia ucapkan selanjutnya—“AKU TIDAK KURANG KUAT UNTUK MENJAWAB SEMUA DOA KALIAN! Terjawab atau tidaknya doa kalian itu berdasarkan KASIH-Ku, dan hanya kasih semata! Akankah seorang ayah memberikan pisau yang diminta anak balitanya? Tidak, bukan? Dan karena apakah itu?”
“Karena Sang Bapa mengasihi anaknya,” jawab saya spontan.
“Benar! Bapa tahu apa yang diminta anaknya itu belum pada saatnya atau bahkan hanya akan merusak dirinya, dan itu adalah bukti cinta Bapa kepada anak-anak-Nya.”
Sesudah itu Roh Kudus diam, membiarkan saya memproses segalanya dengan otak yang terbatas ini. Dan pada saat itu jugalah saya disadarkan dan dibawa untuk mengakui dosa-dosa saya yang telah meragukan kekuatan-Nya… Kemudian, Roh Kudus membimbing saya untuk berdoa bagi orang lain seperti ini:
“Ya Bapa, aku sekarang ini bersujud di kaki-Mu, memohonkan hikmat-Mu untuk melaksanakan kehendak-Mu di bumi ini.
Sekarang ini aku bersujud menyembah Engkau dengan membawa sejumlah nama-nama yang membebani nuraniku. Aku berdoa bagi (*masukan nama-nama orang yang ingin Anda doakan), pertama-tama supaya mereka sungguh MENGENAL Engkau dan BERPALING kepada-Mu! Aku menjerit memohon supaya mereka dapat diselamatkan oleh Kasih-Mu, dibukakan matanya terhadap kebenaran-Mu! Jangan biarkan sakit-penyakit atau beban hidup menghimpit roh mereka, ya Allah! Tetapi bimbinglah mereka untuk senantiasa melihat kepada Takhta MahaKudus.
Aku tahu segala doa-doa ini penuh keterbatasan, dan karena itulah aku bersujud meminta Hikmat daripada-Mu: ajarlah aku senantiasa untuk berdoa, ajarlah aku untuk sujud menyembah Engkau, dan ajarlah Aku untuk lebih peka terhadap suara-Mu sehingga aku dapat berjalan menyebarkan Kabar Baik ke manapun Engkau menginginkan aku untuk pergi. Perlengkapi aku dengan seluruh perlengkapan senjata Allah setiap harinya dan perbaharuilah aku seperti Engkau menumbuhkan tunas baru setiap harinya.
Di dalam nama Putra-Mu, Yesus Kristus, aku berdoa. Amin.”
Sekali lagi, saya tidak pernah berdoa dengan cara demikian. Setelah saya meminta Allah untuk mengajarkan saya berdoa-lah saya dibawa untuk lebih mengerti otoritas dan kasih sorgawi-Nya.
Poin terpentingnya: mintalah kepada Allah untuk membimbing Anda dalam berdoa dan memuji-Nya! Sama seperti Ia telah menjawab kerinduan dan doa saya, maka Ia pun pasti akan dengan senang hati membimbing Anda untuk mengenal-Nya dengan lebih personal lagi. Yang Anda butuhkan hanya kerelaan hati untuk bersujud dan memberikan waktu Anda bagi-Nya.
Sesimpel itu.
~ To be continue