Love is Jesus

Author : Aloisius Kevin

Akhir-akhir ini ada beberapa hal yang saya pertanyakan. Bisa dibilang ini merupakan pertanyaan mendasar, tapi ‘nggak penting abis’...
Apa artinya cinta?”

Itu adalah pertanyaan yang simpel sekaligus ribet bagi saya.
Kenapa orang bisa saling mencintai? Kenapa dengan cinta orang dapat melakukan sesuatu yang tidak terpikirkan sebelumnya? Kenapa manusia merasa lengkap dengan adanya cinta?”
Tentu saja pertanyaan-pertanyaan ini saya tanyakan pada Tuhan. Tapi rupanya, Ia tidak mau langsung menjawabnya. Ini membuat saya semakin penasaran. Sampai suatu hari, Ia pun menjawab dengan cara-Nya...


Saya sedang membereskan barang-barang saya di atas meja kampus saat itu. Karena pelajaran yang berlangsung dari pagi, saya segera memasukkan stok roti yang saya beli tadi pagi. Namun karena satu dan lain hal, saya merasa cukup kenyang dengan satu roti saja—tidak biasanya. Alhasil rotinya pun tersisa...
Ni roti mau gue apain, ya?” tanya saya dalam hati.

Tuhan pun tiba-tiba menjawab, “Kamu kasih ke orang.”

Kasih? Kasih ke siapa?”

Ingatan saya langsung di-flash back ke beberapa hari yang lalu, di mana salah seorang saudari saya dalam Kristus memberikan makanannya kepada pengemis di pinggir jalan. “Jadi, harus kasih ke orang nih, Lord? Ya... Nggak apa sih. Cuma saya nggak yakin,” saya beralasan. “Saya kan nggak pernah ngasih yang model begini sebelumnya. Kalau misalnya nanti saya sampai bertemu orang yang butuh, maka akan saya kasih roti ini.”

Jujur ada keragu-raguan saat saya mengatakan hal tersebut. Masa sih mesti dikasih ke orang? Kan ini bisa saya makan di rumah? Tapi toh nggak ada ruginya... Kan belum tentu juga ketemu pengemis, kata saya dalam hati.
Setelah saya sampai di halte busway Matraman, Roh Kudus tiba-tiba menyuruh saya ganti naik angkot. Saya membelot. “Naik angkot?” pikir saya malas. “Ajegile ribet lagi turunnya nanti! Belom ongkosnya...”

Tapi memang namanya juga membangkang, ada perasaan yang membuat saya tidak tenang di dalam bis. Di situ Tuhan pun berkata, “Turun dari bus. Naik angkot.”

Ngapain sih, God? Kan udah deket, sayang ongkosnya...”

Turun, Aloi.”

Bentar lagi sampe, Tuhan,” mohon saya.

Percayakah kamu kepada-Ku?

Iya, Tuhan, aku percaya. Kenapa?”

Suara-Nya pun menggelegar. “TURUN!”

Karena perdebatan kami makin intens dan mencekam, saya pun memutuskan untuk nurut—daripada kesamber petir gara-gara melawan Tuhan. Kan nggak lucu kalau besoknya ada tajuk koran soal mahasiswa gosong di bis tanpa alasan yang logis...


Turun di Slamet Riyadi, dekat SMA saya dulu, saya menemukan seorang penjual es doger yang sudah lama tidak saya kunjungi. “Beli es dogernya,” sambar Tuhan segera.

Dan okeee... Saya pun nurut. Walau jujur saya bete berat saat itu. Gimana enggak—saya lagi menenteng kamus super tebal saat kejadian ini terjadi... Tapi apa yang saya dapatkan? Antrean panjang. Tukang es lagi rami saat itu. (Saya bahkan sampe melihat orang yang beli pakai kardus...! Mungkin lagi ngidam es doger abis-abisan kali, ya?)
Lama amat, dah... Apa nggak jadi, ya?” protes saya pada Tuhan.

Tapi saya tidak bisa beranjak pergi. Hati saya merasa tidak tenang untuk melawan perintah-Nya. Maka dengan sabar, saya pun menunggu giliran sampai dapat.
Setelah membeli, saya langsung cabut naik angkot dengan tampang kucel-kain-pel... Dan di situlah ternyata saya sempat merasa Tuhan akan memberikan jawaban. Saya pasti akan bertemu seseorang yang Ia maksud, pikir saya. Siapa ya?Apakah dia adalah orang yang harus menerima roti ini?
Dan betul! Saya bertemu dengan seorang ibu-ibu dengan dua kantong plastik besar di dekat kantor pos! “Gimana nih, Tuhan?” tanya saya mulai kalap.

Kasih,” perintah-Nya.

Dengan perasaan sedikit tegang, akhirnya saya memberanikan diri untuk memberikan roti saya kepada si ibu. Ia menerimanya dengan tampang heran bercampur syukur. “Makasih ya, dek,” katanya dengan tersenyum bingung.
Saya pun akhirnya pulang. Hati saya tenang karena telah menjalankan Mission Possible bersama Tuhan. Tapi ternyata, Dia masih iseng. Ia memberhentikan saya di tengah jalan.

Es dogernya kamu kasih juga.”

Ha? Serius? Ini nggak buat saya?”

Dan Tuhan tertawa terbahak-bahak...


Sesampainya di rumah, barulah saya ingat kenapa Tuhan memberikan pengalaman tadi: Untuk menjawab pertanyaan saya soal ‘cinta’. Mungkin bila saat itu saya lebih memilih pulang untuk naik bus, saya tidak akan bertemu ibu itu. Mungkin kalau saya lebih memilih untuk keluar dari antrean es doger itu, saya tidak akan juga ketemu ibu tersebut. Memang Ia adalah Allah yang memiliki rencana yang mustahil dibatalkan manusia.
Dari situ saya belajar, bahwa yang namanya cinta tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Anda tidak akan pernah bisa menjelaskan secara lengkap sampai Anda melakukan sesuatu untuk membuat orang lain mengerti apa itu cinta. Anda hanya dapat menjelaskannya dengan perbuatan. Jika Anda lihat di berita, ada seorang ibu yang melindungi anaknya dari reruntuhan dengan menjadikan dirinya sendiri sebagai tameng, itulah cinta! Jika Anda mendengar bahwa ada ayah yang masuk ke dalam rumah terbakar demi menyelamatkan anaknya, itulah cinta!

Dan terlebih lagi, jika Anda melihat Dia, Tuhan segala yang ada, rela disalibkan bagi orang-orang yang mencemooh Dia demi keselamatan seluruh umat manusia, itulah cinta sejati. Bukankah kata Yesus cinta sejati dan terbesar adalah cinta seorang sssahabat   yang mati bagi sahabat-sahabatnya?
Mungkin di lain sisi kita sering bertanya, ‘Kasih Tuhan tuh kayak apa sih? Bagaimana kita bisa merasakannya? Kok kayaknya hidup gue kurang ini, kurang itu?’
Padahal kita justru sedang menghirup Kasih Tuhan! Oksigen gratis! Makanan yang kita makan! Masakan seorang ibu! Dan semua yang kita pegang dan rasakan adalah Kasih Karunia dari Tuhan!
Percayalah, semua itu lebih dari sebuah berkat... karena semua itu adalah perwujudan Kasih Allah. Jika kita menelusuri semua yang kita punya, bukankah semua itu akan berujung pada Alam—Ciptaan Tuhan sendiri?
Memang benar bahwa Dia adalah Cinta yang kita selalu cari artinya. Karena dalam Dia sajalah kita merasa lengkap dan utuh. Segala apapun yang ada di bumi ini tidak akan bisa menyaingin kasih-Nya yang sempurna: Darah-Nya yang tercurah di atas kita.

Nah, apakah kita mau meluangkan waktu dengan Dia lebih dari pacar kita? Apa kita mau membarter Cinta Tuhan dengan pemborosan waktu yang notabene jug abukan milik kita? Apa kita mau berjalan berpegangan tangan dengan Tuhan dan curhat dengan-Nya lebih sering? Apapun jawaban Anda, Kasih Allah tetap lebih besar!
Allah adalah seorang Sahabat yang hidup! Bayangkanlah Ia sebagai seorang Ayah, yang selalu melihat anak-anak-Nya lebih memilih dunia dibanding menghabiskan waktu dengan-Nya. Sakit, bukan?

Do remember that Love is Jesus and Jesus is Love.