Author : Felicia Yosiana
9 November 2011. 19.40 PM
Saya memutuskan untuk mencari Tuhan di dalam pujian penyembahan malam itu. Bisa dibilang, saya berjuang melawan daging saya yang bermotif macam-macam dalam mencari Dia.
Saya menyanyi dengan penuh syukur dan harap, mengundang Roh Kudus untuk menuntun saya dalam menaikkan puji-pujian bagi Sang Raja dan Bapa segala yang bernafas. Saya, tentunya, masih kesulitan mendengar dan melihat Tuhan sebagai impact dari dosa membuka celah, ke-tidak taat-an dan penurunan penjagaan. Tapi memegang fakta bahwa Ia adalah Allah yang selalu bersama saya, saya mengimani bahwa Ia memang ada di samping saya, melingkupi saya dengan Kasih-Nya yang berada di luar jangkauan logika.
Dengan iman, saya memohon pada Tuhan Yesus untuk menjamah saya seperti dulu lagi. Ya, Ia sering meletakkan tangannya di pipi saya selama pujian penyembahan. Dan itulah yang saya minta dengan iman dan harapan.
Saya mengangkat tangan kanan saya ke pipi, berusaha untuk mengimani dan merasakan tangan-Nya pada wajah saya. Dan saat itulah Roh Kudus menjamah.
Saya tersungkur dan menangis hebat! Rasanya roh dan jiwa saya sama-sama berteriak kepada Allah saat Roh Kudus ‘membuka’ jalan bagi kami untuk saling menyerap keberadaan satu sama lain.
“I want to be with You, Lord!” jerit saya di dalam hati. Doa-doa dan ratap tangis seakan-akan keluar begitus aja dalam serangkaian jeritan saat saya tersungkur di Kaki-Nya. “I want to join in the worship at Your Throne! I want to be free from this evil world! I want only to be with You!! I want to follow You!! I don’t want to use You... I want to love You more. I want to know my Master more...”
Seumur hidup, saya akui, jarang sekali saya menangis sampai seperti itu—pada saat dijamah Tuhan sekalipun.
Setelah saya lebih tenang, Roh Kudus menunjukan sesuatu yang menarik kepada saya. Mulanya, saya diingatkan mengenai pengelihatan Anna Rountree mengenai ‘The Wheel of Everlasting Gospel’ dalam tulisannya, the Priestly Bride. Saya ingat bahwa itu adalah penggenapan dari ayat yang mengatakan bahwa ‘apa yang diikat di bumi, terikat pula di Sorga dan sebaliknya’.
Pada saat saya sedang mencoba membayangkan hal itulah tiba-tiba saya melihat diri saya sendiri di kamar dalam posisi duduk saat menyembah—dengan sebuah kertas super panjang yang bergerak menembus diri saya dan bergerak dalam lingkaran penuh ke langit! Roda Gospel itu berputar perlahan tanpa henti, mengkoneksikan saya 24 jam dengan Firman Allah dan Sorga di dalam Kebenaran Injil. Saya memuji Tuhan dan mengimani pengelihatan tersebut.