Author : Aloisius Kevin
Ada masa-masa di dalam hidup saya di mana saya justru ragu bahwa Tuhan mendengar atau mengerti akan beratnya hidup yang saya jalani. Bahkan, sempat beberapa kali saya melihat kehidupan teman-teman saya dan kecewa. Yang perempuan membicarakan kehidupan percintaan mereka. Ada yang ditinggal pacar, ada yang ngomongin mantan, dan lain-lainnya. Yang lelaki biasanya membicarakan hal-hal favorit mereka, seperti bola, game, anime atau komik.
Saya sempat berpikir, “Gimana caranya mereka bisa idup sebebas itu?”
Pertama, terntunya saya hanya merasa aneh. Tapi lama kelamaan, saya jadi mulai mempertanyakan hal-hal seperti, “Gimana ya rasanya jadi mereka? Gimana rasanya jadi orang sebebas mereka?”
Dan tentunya, semua ini membuat saya makin galau. Saya jadi semakin tertarik untuk hidup ‘bebas’ seperti saya yang dulu. Dan karena dibawa rasa ‘penasaran’, saya akhirnya mulai goyah. “Kenapa ya kita nggak boleh begini atau begitu? Kenapa gue gak punya i-pad, dan serangkaian gadgets lainnya?”
Setiap jawaban yang saya temukan tidak membuat saya sadar dan tidak memuaskan rasa penasaran saya terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut. Alih-alih dapat pencerahan, iman saya malah jadi semakin lemah. Rasanya kehidupan saya jadi monoton; apa yang saya lakukan selama ini untuk Tuhan jadi saya lakukan semata-mata karena ‘keharusan’ dan rutinitas. Dan jujur saja, itu semua membuat saya jauh dari-Nya...
Setiap kali saya hendak berkomunikasi dengan-Nya, seakan-akan saya membentur tembok baja. Dan saya heran sekali kenapa Dia tidak menegur saya saat itu. Rasanya seperti Dia ada di samping saya, tapi Ia diam saja. Ia seakan-akan membiarkan saya bergumul dengan ideologi saya sendiri...
Dan... setelah saya bergumul selama tiga hari, Ia pun memberikan jawaban pada saya.
A : Lord, Engkau di mana? Aku rindu sama Anda...
JC : Di sini. Di dalam dirimu.
Saya kemudian membuka Alkitab dari hape saya sesuai dengan perintah-Nya. Dan apa yang saya dapat? 2 Korintus 13: 5! Saya segera menangis. Saya tahu Ia ada di dalam saya.
Malam harinya, Ia pun kembali berbicara.
JC : Kamu mau tahu kenapa Aku membiarkanmu tidak mendapat ‘jawaban’?
A : Kenapa?
JC : Karena Aku ingin engkau bertumbuh di dalam Aku.
A : Maksud Anda?
JC :Kamu ingat dulu kamu pernah berdoa supaya Aku menegurmu sekeras mungkin bila itu memang diperlukan untuk membawamu lebih dekat kepada-Ku?
A : Ehm... Iya sih... Jadi sebuah kondisi yang tenang-tenang saja justru adalah teguran yang keras ya?
JC : Betul! Aku memang sengaja memberikan silent treatment ini kepadamu karena Aku ingin kamu belajar bahwa Aku selalu ada di dalammu.
Coba sekarang kamu pikir, kondisi mana yang justru membuat orang bertumbuh: Kondisi pertama adalah kondisi di mana kita terus ‘menyuapi’ orang yang kita kasihi. Atau kondisi kedua di mana kita membiarkan orang yang kita kasihi bertumbbbuh dengan memberikannya makanan keras?
A : Hmm... Yang kedua, Tuhan.
JC : Kenapa?
A : Karena dengan begitu kita bisa mandiri.
JC : Betul!! Aku ingin agar anak-anak-Ku bisa mandiri di dalam Aku. Aku melatih kalian sedemikian kerasnya agar kalian nanti siap di medan pertempuran. Seorang anak yang dimanja tidak akan sanggup menghadapi pertempuran di dunia ini/
Bayangkan, seorang anak yang setiap hari dalam hidupnya dipenuhi segala sesuatu dan segala hal, bagaimana bila langsung diturunkan ke medan pertempuran? Bisa-bisa semua anak-Ku akan lari tunggang langgang saat menghadapi musuh-musuhnya/
Begitu juga denganmu. Aku ingin kamu selalu belajar mandiri di dalam Aku. Namun bukan sebagai remaja ‘sok tahu’ yang tidak mempedulikan Aku dan justru mengejar dunia, melainkan sebagai anak kecil yang tahu untuk selalu menaruh kepercayaan 100% kepada Sang Ayah dalam setiap perkara.
Seorang anak tahu bahwa Ayahnya akan selalu ada untuk menemani dan mendidik dia/ Engkau mungkin melihat ini sebagai suatu kesulitan... Namun pandanglah Aku, maka Aku yang akan mendidik engkau.
Ketahuilah anak-anak-Ku, bahwa selama ini Aku hanya melepaskan SATU JARI-KU daripadamu. Aku selalu merangkulmu dalam menjalani jalan yang sempit ini. Engkau mungkin tidak dapat melihat atau merasakan Aku. Engkau mungkin tidak mendengar-Ku atau bahkan merasa Aku tidak peduli. Tapi ketahuilah: Aku berada di dalammu.
Aku juga ingin engkau bertumbuh di dalam Aku.
Setelah percakapan itu, pikiran saya mulai terbuka bahwa sebenarnya Ia tidak merespon saya justru karena Ia ingin melihat bagaimana respon saya. Di saat-saat membingungkan seperti itu, Tuhan rupanya ingin melihat sampai sejauh mana kasih kita kepada-Nya dan bagaimana kita akan terus hidup.
Seperti layaknya seorang kekasih yang ingin tahu sampai mana cinta pasangannya terhadap dirinya, seperti itulah Ia ingin mendidik kita agar kita semakin mengasihi-Nya!
Jangan ragu dan jangan patah semangat! Ia memperhatikan kita. Ia tahu dan mengerti apa yang kita rasakan. Bukankah Ia telah tinggal di dalam kita semenjak dunia masih dalam blue print-Nya?
Ia tidak akan meninggalkan engkau karena Ia tinggal di dalammu dan ada di sampingmu.
Yohanes 14 : 20
“Pada waktu itulah kamu akan tahu , bahwa Aku di dalam Bapa-Ku dan kamu di dalam Aku dan Aku di dalam kamu.”