One Week Prayer - 3


Author : Aloisius Kevin

Hari Keenam

Pada hari tersebut, saya mendapatkan pokok doa untuk mendoakan orang-orang sakit. Tema doanya seputar kesehatan dan keluarga saya. Dan seperti yang sudah-sudah, saya mengambil posisi berlutut di tepi ranjang dan mulai mendoakan mereka.
Di tengah-tengah doa, rasa penasaran saya muncul dan saya mulai bertanya-tanya apakah yang akan Ia berikan kepada saya setelah doa ini. Alhasil, mulailah saya tidak berkonsentrasi pada pokok doa. Pikiran saya mulai melantur. Singkat kata, sisa doa itu saya lewati dengan rasa penasaran dan tidak tenang—sibuk mengspekulasi apa yang akan terjadi setelahnya. Ini tentunya, sangat berbeda dengan sikap doa-doa saya di hari-hari sebelumnya: di mana saya lebih fokus pada tema doa, bukan kepada apa yang akan saya dapat setelah berdoa.

Akhirnya, saya sampai pada penghujung doa. Dengan rasa penasaran yang tinggi, saya menanti-nantikan apa yang akan Tuhan berikan kepada saya. Namun setelah menunggu sekian lama, tidak ada yang terjadi. Mulai deh saya protes ke Tuhan, “God, Anda mau memberikan apa hari ini? Kok saya nggak melihat apa-apa?”

Tuhan akhirnya memberikan satu pengelihatan kepada saya. Saya melihat berbagai roh-roh yang mengikat keluarga saya dan menguasai rumah saya. Mulai dari roh kesombongan, kecemburuan, kekerasan, hikmat dunia, penghina, kekanak-kanakan dan pola hidup konsumtif. Semua roh-roh tersebut diberitahukan-Nya kepada saya melalui serangkaian gambaran yang berbeda-beda.
Saya, yang akhirnya, kurang puas dengan apa yang saya dapatkan, mula bertanya, “Kenapa Anda tidak menunjukan diri Anda lagi seperti kemarin? Kenapa saya dikasih pengelihatan yang jelek-jelek?”

Tapi syukurnya, otak saya yang kecil ini langsung sadar: ada yang tidak beres dengan diri saya. Saya ternyata telah menjadi seorang prajurit yang mengejar reward atau balasan...!
Di situ Tuhan langsung berbicara, “Baru sadar?”

Pembicaraan kami pun diakhiri dengan saya yang bermuka suram-cemberut sambil terus meminta maaf pada-Nya...


Secara tidak sadar ataupun sadar, kita sering berlaku seperti ini. Kita sering lebih antusias melihat ‘balasan’ atau hadiah terlebih dahulu saat mencari pekerjaan. Saya tidak bilang kita tidak boleh menerima ‘reward’, loh ya. Tuhan Yesus pun pernah berkata bahwa seorang pekerja layak mendapatkan upahnya, bukan? Namun, poin pentingnya adalah agar jangan menjadikan ‘balasan’ tersebut menjadi motivasi utama kita dalam melakukan pekerjaan. Kkarena jika demikian, kita akan malas dan jadi ogah-ogahan dalam menjalankan pekerjaan—terbuai duluan dengan iming-iming imbalan. Ini sangat berbahaya, apalagi dalam tema Pelayanan.
Bekerjalah karena Anda memang ingin memberikan sesuatu bagi Tuhan kita. Bekerjalah karena anda ingin memberikan sesuatu bagi Tuhan kita. Permulaan, proses, dan hasil pekerjaan kita layak untuk kita berikan bagi kemuliaan-Nya semata. Dengan begitu pula saya yakin Anda pasti akan dapat lebih mencintai proses pekerjaan Anda.