Lupa

Author : Aloisius Kevin

Pernahkan anda menghitung berapa kali Anda lupa dalam sehari? 3 kali? Atau bahkan 5 kali? Atau ketika sedang menghitung hal ini, Anda justru lupa sampai di mana tadi Anda berpikir? Saya rasa tidak berlebihan kalau saya mengatakanbahwa salah satu kelemahan manusia yang paling awam adalah lupa. Atau tepatnya, lupa telah menjadi salah satu kebiasaan kita.
Saya berani jamin: di dalam semua kegiatan manusia pasti ada lupa-lupanya, paling tidak 30% lah. Tidak ada tuh manusia yang sejak lahir sampai sekarang hidup ingat segala-galanya dengan detail. Mulai dari cleaning service sampe CEO pun saya jamin pasti pernah lupa. Lagipula kan memang tidak lucu juga kalau kita ketemu dengan orang yang ingat waktu dia berenang di dalam kandungan...
Dan pastinya, juga tidak ada orang yang pelupa dari lahir.

Dalam kasus saya, karena begitu seringnya saya lupa, saya sering bertanya-tanya sendiri,  Kenapa ya kita bisa sampai lupa?

Dari lupa ketemuan, lupa di mana menaruh barang, sampai lupa tutup kulkas, semua saya pernah alami. Kenapa, ya? Hmm... Rasanya bawaan dari lahir jelas nggak mungkin. Dan kayaknya tidak mungkin juga deh Tuhan menciptakan manusia yang memang pelupa dari Sono-nya.

Tapi coba lihat satu fakta ini: di perjanjian lama kita, bukankah banyak menemukan kejadian di mana bangsa yang diurapi Tuhan justru lupa siapa Tuhannya? Aneh, bukan?
Yah... Saya tidak tahu bagaimana menurut Anda, tapi buat saya, ini aneh. Jelas-jelas mereka ini sudah dikasih makan Tuhan, sudah dikasih tempat tinggal, dikasih kebebasan dan juga dijamin hak-haknya... Tapi kok masih bisa melupakan yang memberikan itu semua. Apakah mungkin, seperti di sinetron-sinetron, mereka kesetrum lalu langsung amnesia semua?
Jelas bukan itu alasannya. Yang saya temukan, manusia lupa Tuhan karena mereka tidak fokus.


Analoginya seperti ini: Anda sedang mengikuti ibu Anda di sebuah mall yang ramai.
Karena saking ramainya mall tersebut, Anda akhirnya terpisah dan terpaksa mengikuti ibu Anda dari belakang dalam jarak tertentu. Jika Anda berfokus terus pada punggung ibu Anda, maka tentu saja Anda akan dapat mengikutinya kemanapun ia pergi. Mau ia tiba-tiba belok ke toko buku sampai toko sendal, pasti Anda dapat membuntuti beliau.
Namun jika Anda berfokus pada sale-sale atau diskon yang terdapat pada toko-toko di mall dan melepaskan fokus Anda diri ibu Anda, ada kemungkinan besar bahwa Anda akan tertinggal. Dan kemungkinan yang lebih parah: kehilangan beliau di tengah keramaian. Implikasinya, sale-sale tersebut mungkin tampak catchy di mata Anda, tapi itu semua akan menjauhkan Anda dari sang ibu.


Nah, ini sama halnya dengan mencari Tuhan di dalam kehidupan kita. Kalau kita terus berfokus kepada Dia, otomatis kita akan terus mengikuti Dia. Ia melangkah ke arah manapun, kita akan tetap dapat mengikuti-Nya karena mata kita tertuju pada punggung-Nya.  Tapi, jika kita mengarahkan fokus kita ke arah 'kerumunan' dan hal-hal tidak penting yang lain, tentu saja kita akan kehilangan arah jalan-Nya dan akhirnya malah tersesat.
Namun jangan takut; Ia selalu siap untuk menemukan kita, sekalipun kita tidak sengaja masuk ke tempat sampah atau nyasar ke toko-toko aneh selama perjalanan. Karena bukankah Tuhan justru tidak pernah melupakan kitatapi cenderung kita yang melupakan Dia? Satu hal yang saya tahu selama ini, latihan apapun yang saya alami dan seberapa besar tantangan saya, Dia tidak pernah sekalipun berpaling dari saya.

Lalu kenapa sering kali kita merasa Tuhan memaksakan dan meninggalkan kita?

Jawabannya karena Ia ingin melatih kita dan membuat kita tahu bahwa Dia menemani kita.
Mari saya jelaskan pelajaran yang saya dapatkan dari Roh Kudus. Belajar bersama Tuhan sama seimpelnya saat kita belajar bersepeda roda dua. Akan ada tiga proses:

1. Akan ada saatnya kita dipegangi dan diseimbangkan Tuhan terus.
2. Akan ada saatnya kita dilepas sedikit, namun tetap dipegangi oleh-Nya saat kita mau jatuh, agar bisa menyeimbangkan diri.
3. Dan akhirnya, ada saat nya kita dilepaskan-Nya secara total, namun dengan tetap dijaga dari jarak tertentu, agar kita tahu bagaimana cara yang benar untuk bersepeda sendiri.

Namun perhatikan baik-baik analogi di atas... Dari ketiga hal tersebut, ada satu faktor yang tidak pernah berubah: yaitu kenyataan bahwa Tuhan Yesus selalu menemani kita!
Ketika kita jatuh, Ia selalu siap untuk membalur luka kita dan membangkitkan kita lagi.  Pilihan kita di akhir akan menentukan apakah kita mau atau tidak disembuhkan-Nya. Bukankah semua pelajaran dan luka-luka yang kita dapat mampu membantu kita untuk ‘bersepeda’ dengan lebih baik? Bukankah hal itu lebih menyenangkan dibanding naik sepeda roda tiga terus menerus? Lagipula, mau sampai kapan kita terus menerus “disuapi” sama Tuhan? Sebagai manusia, saya sih tidak mau dianggap sebagai anak-anak terus menerus...
Manusia sering berkata, Tuhan... Anda di mana? Kenapa Anda meninggalkan saya?”
Namun, bukankah jauh lebih baij jikta kita berkata, Tuhan selama ini SAYA kemana? Jangan biarkan saya menjauh dari Anda...Tolong dong, balut luka-luka saya supaya saya kuat lagi berjalan bareng Anda.”

Sesimpel itu, bukan?


Maka, kesimpulan yang bisa saya ambil, adalah bahwa manusia memang terbukti pelupa, terutama dalam mencari Tuhan. Kalau kita kilas balik, sebenarnya kenapa sih kita mencari Tuhan? Apa alasannya? Apakah karena Dia adalah Allah—jadi memang kewajiban manusia untuk menyembah dan mencari-Nya? Atau karena kita ingin berkat-Nya melimpah dalam hidup kita? Atau mungkin, kita hanya mengikut Tuhan agar diterima komunitas tertentu...? Yang lebih parah dan esensial, sebenarnya kita kenal Yesus secara pribadi tidak, sih?
Memang Tuhan adalah Tuhan yang penuh kasih dan mengasihi pendosa. Ia juga memberikan segala apa yang kita butuhkan untuk memenuhi kebutuhan kita... Tapi apakah kita hanya mencari Tuhan untuk alasan-alasan kedagingan? Apakah justru kita mencari wajah-Nya semata-mata karena kita benar-benar mencintai persona-Nya?

Even a King wants to be loved for who He is, not for what He has,” adalah kata-kata-Nya yang pernah Ia sampaikan melalui salah seorang saudari saya.

Ya, saya tahu memang tidak mudah meninggalkan kebiasaan ‘lupa’ kita, terutama lupa akan fokus dan tujuan kita dalam hidup mencari Tuhan. Tapi, setidaknya berusaha untuk menghilangkan kebiasaan tersebut lebih baik daripada bengang-bengong, bukan? Saya sih amit-amit ‘kesetrum’ dan ‘amnesia’ melulu... :p


Ulangan 4:9 
Tetapi waspadalah dan berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan hal-hal yang dilihat oleh matamu sendiri itu, dan supaya jangan semuanya itu hilang dari ingatanmu seumur hidupmu. Beritahukanlah kepada anak-anakmu dan kepada cucu cicitmu semuanya itu.