Pengelihatan - Padang Gurun dan Kafilah

Author : Felicia Yosiana Gunawan

29 Mei 2012

Pagi itu setelah sarapan, saya mendapatkan sebuah pengelihatan yang lumayan jelas. Yah, sebenarnya sudah sangat lama sejak saya mendapatkan pengelihatan lagi setelah Masa Pengudusan berakhir... Namun saya percaya Tuhan baik dan Ia tetap punya rancangan-Nya sendiri dalam hal ini.
Saya melihat dari sudut pandang orang ketiga serombongan kafilah yang sedang berjalan di padang pasir yang kelihatannya cukup bahaya dan luas. Rombongan tersebut lumayan besar bila dihitung bersama unta-unta dan karavan mereka yang mewah-mewah. Tapi, saya sadar dengan penuh kalau manusia yang menjadi bagian di rombongan itu tidak sampai dua belas orang. Pokoknya sekitar angka itu tapi tidak melebihi dua belas. Mereka semua menunggang unta masing-masing dan berbalutkan pakaian putih-putih dan sorban. Gaya pakaian mereka mencerminkan gaya berpakaian bangsawan, tapi saya juga tahu bahwa mereka masing-masing membawa senjata dan terbiasa berperang melawan bahaya di gurun pasir tersebut.
Hikmat memproses saya dalam hitungan detik dan saya tersenyum. Rombongan itu adalah kami. Ya, rombongan itu adalah anak-anak Tim Doa yang sedang melintasi padang gurun dunia menuju Rumah yang Kekal.


Segera sudut pandang saya ditarik menjadi sudut pandang orang pertama, dan saya menjadi bagian dari rombongan kafilah tersebut. Di atas tunggangan saya yang berjalan lambat, saya melihat ke arah matahari dan mendadak dipenuhi dengan damai sejahtera. Matahari, yang seharusnya menyiksa kami dengan panas yang dapat membunuh di tempat seperti itu, kini terasa berbeda. Saya langsung tahu kalau Matahari tersebut melambangkan penyertaan Allah Bapa sendiri. Ia senantiasa mengawasi kami, rombongan anak-anak norak dan abstrak yang kerjaannya selalu jejingkrakan di dalam kasih-Nya.


Adegan berganti. Latar berubah menjadi sore hari dan rombongan kafilah tersebut bergerak cepat sambil menghunus senjata masing-masing. Mereka menerjang sebuah kota kecil di perbatasan gurun tersebut dan mengambilnya dari tangan orang-orang berpakaian gelap. Tentu saja, ini menyimbolkan peperangan yang kami lakukan di dalam Nama-Nya. Kami percaya dan mengimani bahwa setiap peperangan membawa setidaknya satu orang kepada Kristus dan ini semua terjadi via Alam Roh.
Sebelum saya sempat mengamati penjarahan yang dilakukan rombongan TD terhadap kota yang kalah, adegan kembali berganti. Kami kembali berada di  tengah gurun, dan hari rupanya telah menjadi malam. Tenda-tenda telah dipasang, dan unta-unta duduk di sekitar kemah malam. Ada api unggun besar di tengah-tengah perkemahan kami, dan anak-anak TD duduk melingkari api unggun sambil memainkan alat musik, menari dan menyanyi memuji Tuhan dalam sukacita kudus.
Pengelihatan selesai.


Saya diberitahu Roh Kudus bahwa pengelihatan itu merupakan pengelihatan simbolik sekaligus nubuatan. Saya menyadari, bahwa dengan melewati padang gurun gersang penuh bahaya, berjalan dalam rombongan benar-benar mengurani sekian persen beban individu. Bayangkan saja kalau Anda harus berjalan sendirian di padang gurun dan berperang sendiri... Horor, kan?
Memang sih, ada saat-saat di mana kita diminta Roh Kudus untuk berdiri sebagai individu untuk Tuhan. Tapi, ada juga saat-saat di mana Ia menghendaki agar kita berjalan bersama-sama saudara dalam Kristus dan bekerja sama dengan mereka. Hal ini jelas sekali terlihat dalam peperangan kafilah dalam merebut kota kecil tadi.
Puji-pujian dan penyembahan juga merupakan aspek penting dalam kehidupan rohani dan persekutuan. Itulah sumber sukacita orang benar, dan sukacita Bapa akan menjadi kekuatan bagi kita. Singkatnya, mempersembahkan puji-pujian kepada Tuhan adalah hal mutlak bagi setiap pejuang Kristus, dan hal tersebut tidak pernah merugikan kita.