Doa Bapa Kami – Pernyataan, Nubuatan dan Pengagungan

Author : Felicia Yosiana Gunawan

Apakah Anda hafal isi Doa Bapa Kami? Ya, saya sedang berbicara tentang doa simpel yang diajarkan-Nya secara pribadi kepada murid-murid-Nya ribuan tahun yang lalu. Saya yakin, sebagian besar dari Anda yang membaca tulisan ini pasti hafal. Saya juga hafal, berhubung Tuhan menyuruh saya untuk berdoa seperti itu setiap hari—yang, tentu saja, kadang saya suka telat atau bahkan lupa total...
Ehem. Bukan keteledoran saya yang mau kita bahas di sini, tapi isi doa simpel di atas. Sejak saya melakukan apa yang disuruh Tuhan, saya tidak pernah benar-benar mendalami makna dan filosofi Doa Bapa Kami sampai sekitar setengah tahun setelahnya. Dan begitu tabir Hikmat dibukakan kepada saya, kembali saya cengo akan betapa dalam dan luar biasa arti dari Doa Bapa Kami yang terbilang singkat dan mudah dihafal itu. Doa ini mengandung kerendahan hati, penyerahan total kepada kehendak Bapa, permohonan ampun, keinginan untuk memiliki hati hamba, dan peneguhan iman akan penyertaan Allah Bapa yang tidak ada putus-putusnya. Nah, izinkan saya membahas satu per satu apa yang Hikmat jelaskan kepada saya.

Matius 6 : 9 – 13 menyatakan doa simpel ini dengan indah dan to the point. Mari kita kupas pelan-pelan.

Bapa kami yang di sorga,” menunjukan bahwa Allah, sekaligus juga Ayah atau Bapa yang kita sembah dan percaya dalam doa, tidak tinggal di Bumi ini. Ia tidak tinggal di alam semesta ataupun jagat raya buatan-Nya. Ya, Ia memang ada di mana-mana, dan kemuliann-Nya pun nyata dalam setiap karya tangan-Nya seperti yang Yesaya 6 : 3 katakan. Tapi kembali ke poin pertama, Tuhan Yesus, Anak Allah sendiri, mengatakan bahwa Sang Bapa tidak tinggal di dalam jagat raya ini. Ia memiliki tempat kediaman-Nya sendiri, tempat di mana takhta besar dan kudus-Nya merupakan sumber kehidupan dan pusat dari segala yang ada, yaitu tempat bernama sorga.

Kalimat simpel ini mengandung Hikmat dan Pengetahuan Ilahi paling dasar dari Kirstianitas, yaitu bahwa sorga itu benar-benar ada. Kenapa ini harus Tuhan tekankan? Karena Ia tahu bahwa sudah, dan akan muncul generasi setelah generasi zaman Yesus lahir saat itu, yang tidak mempercayai akan adanya kehidupan setelah kematian. Tidak usah kita jauh-jauh melihat referensi dari orang atheis, karena di dalam kelompok orang yang mengaku beragama Kristen pun ada yang tidak mempercayai keadaan sorga (dan neraka, seperti yang Tuhan Yesus sendiri telah sebutkan). Apa artinya? Bila apa yang Tuhan Yesus nyatakan adalah Kebenaran dan kita harus hidup berdasarkan dan bersama dengan Kebenaran tersebut, maka tidak mempercayai keberadaan dua tempat rohani ini merupakan penentangan terhadap Kebenaran yang Allah sendiri nyatakan lewat Putra-Nya.
Tidak ada negosiasi. Tuhan Yesus sendiri telah berkali-kali menyebutkan bahwa Firman-Nya, yaitu apa yang Ia katakan, adalah roti hidup dan kebenaran. Bila kita menolak makanan yang paling dasar dari doa yang Tuhan sendiri ajarkan, bagaimana kita mau melanjutkan ke kalimat selanjutnya?

Dikuduskanlah nama-Mu,” adalah lanjutan yang sangat tepat setelah pengakuan bahwa Tuhan dan sorga sama-sama eksis. Kalimat ini adalah kalimat pengagungan. Ya, Anak Allah yang datang ke Bumi ini tahu benar Siapa Dia yang duduk di atas Takhta Kemuliaan dan Rahmat, dan karena itulah Ia menyembah dan memuliakan Bapa-Nya. Inilah juga yang Ia ajarkan kepada kita: Penyembahan dan pengagungan. Puji-pujian dan penyembahan adalah makanan dan sumber energi orang-orang percaya, dan ini bahkan telah menjadi sebuah norma dan keharusan serta kesenangan dari penduduk sorga sendiri. Apa buktinya? Baca lagi Wahyu, dan perhatikan ayat-ayat yang menyatakan betapa hebohnya malaikat-malaikat (dari segala jenis) dan orang-orang yang telah tertebus di sorga memuliakan dan menyembah Allah. Jadi, bila umat yang di bumi saja malas menyembah, bagaimana nanti bisa dijamin masuk ke tempat yang isinya penyembahan non-stop?

Datanglah Kerajaan-Mu,” kata Tuhan Yesus. Perlu diingat bahwa pada saat Tuhan Yesus mengucapkan kalimat ini, Israel sedang dalam penjajahan bangsa Roma. Orang-orang Israel sangat menanti-nantikan Mesias atau Raja Damai, namun penantian mereka sedikit berbeda dengan apa yang Tuhan maksudkan saat Ia bernubuat lewat nabi Yesaya. Orang Israel pada saat itu menantikan seorang Raja yang agung dan perkasa secara manusiawi, raja yang mampu membebaskan Israel dari penjajahan dan mendirikan kembali kerajaan yang telah dibangun pada masa Raja-raja.
Tapi rupanya, penantian ini agak meleset definisinya. Tuhan Yesus tidak lahir di sebuah keluarga bangsawan ataupun di dalam istana megah. Ia lahir di kandang domba dan datang bukan untuk membebaskan Israel dari penjajahan Roma. Lebih ilahi dan luar biasa dari itu, Ia lahir untuk memebebaskan seluruh umat manusia dari penjajahan dosa dan maut. Dan apa yang Ia janjikan dan katakan selama masa hidup-Nya? Yaitu bahwa ada sebuah Kerajaan Ilahi yang tidak dapat terlukiskan di balik kehidupan manusia yang singkat ini, dan itu semua milik-Nya! Ia bahkan memegang kekuasaan untuk memasukkan dan menolak orang-orang sebagai warga negara Kerajaan-Nya, seperti pada saat Ia mendeklarasikan kewarga-negaraan penjahat yang mengakui dosanya di kayu salib.
Bukan hanya itu, Ia bahkan menjanjikan bahwa Kerajaan tersebut akan berdiri untuk selama-lamanya dan akan menguasai seluruh alam semesta—minus Neraka, karena tempat itu akan dikosongkan ke dalam Lautan Api pada saat Tuhan Yesus kembali ke Bumi dan mengalahkan Naga Tua seperti yang dituliskan di Kitab Wahyu. Jadi jelaslah bahwa kalimat ini menyatakan suatu nubuatan, harapan, sekaligus doa orang percaya, yaitu bahwa Kerajaan Allah benar-benar ada dan akan datang, entah kepada setiap individu secara pribadi (dalam arti kita ‘mudik’ ke Kerajaan tersebut), atau secara massal pada saat Pengangkatan dan Penghakiman Terakhir.

Bersambung... J