Dancing Lessons and Anointing


Author : Felicia Yosiana Gunawan

28 Mei 2012

Malam hari, setelah saya kalut dihajar serombongan tugas dan juga dipaksa Tuhan menghadapi berbagai ketakutan dan kecemasan saya, Roh Kudus menuntunt saya untuk masuk dalam pujian serta penyembahan. Memutar CD, saya pun mengenakan headphone dan mulai memuji Allah sambil menari. Ya, lagi-lagi tangan saya bergerak sendiri di dalam pimpinan Roh Kudus setelah Ia menyuruh saya mengolesi kedua tangan dengan minyak urapan.
Apa rasanya? Hmm... Awalnya hangat, seperti diselimuti sesuatu seperti selimut api. Saat itu saya dipenuhi damai sejahtera yang benar-benar melimpah sampai saya lupa dengan segala kecemasan yang baru saja meneror saya beberapa menit sebelumnya. Tuhan mengajarkan saya gerakan-gerakan baru seiring dengan lagu yang saya nyanyikan, dan Hikmat memproses saya bahwa saya diberikan tiga macam tarian: Tarian Penyembahan, Puji-pujian dan Tarian Perang.

Ketiganya berjalan secara berurutan dalam suatu tempo yang teratur. Sesuai dengan hentakan dan ritme lagu, saya menyanyi sambil menari dalam kedamaian. Bahkan, waktu mengajari saya Tarian Peperangan, Tuhan memberikan dua bilah pedang di Alam Roh dan gerakan tarian saya langsung berubah drastis. Saya dapat merasakan secara fisik beban yang ada di kedua tangan saya saat menari dengan kedua pedang tersebut.
Tadinya, saya menolak saat Roh Kudus meminta saya untuk bangkit berdiri. Saya agak takut untuk menari sambil berdiri.

Nggak mau, Tuhan... Nanti nabrak,” saya beralasan.

Nggak apa-apa, kok,” balas-Nya santai. “Toh cuma ada kamu dan Aku, kenapa harus ditahan-tahan? Lihat, kakimu juga ingin ikut menari.” Ia benar, karena kaki saya mulai menghentak-hentak dalam posisi duduk bersila.

Tidak punya ruang untuk komplain, saya menuruti dorongan Roh Kudus untuk mengolesi kaki dengan minyak urapan setelah berdiri. Jujur, awalnya saya bingung harus bagaimana; ini pertama kalinya saya diundang Tuhan untuk menari dengan langkah kaki. Tapi kemudian semuanya mengalir sendiri. Ia membimbing saya menari dalam langkah-langkah tertentu, menghentak-hentak bila masuk dalam Tarian Perang, dan melambat saat lagu kembali memutar lagu penyembahan yang tenang.
Saat saya masih menari dan sedang menyimak Roh Kudus, tiba-tiba saya merasakan sekujur tubuh saya basah oleh sesuatu. Cairan yang membasahi tubuh saya tersebut seperti dituang begitu saja dari atas, dan terus mengalir membasahi diri saya sampai cairannya menetes-netes dari tangan. Rasanya sejuk dan agak berat, seperti baru saja dialiri oleh... Minyak.

Favor?” tanya saya, mengingat kejadian mirip sebelumnya.

Tuhan tidak menjawab dan hanya tersenyum.

Hmm... Kalau dulu ‘mur’ yang dituangkan kepada saya berbau harum dan dalam, kali ini minyak yang membasahi tubuh saya tidak tercium baunya. (Saya memang agak pilek, tapi roh saya sehat walafiat, kok). Saya tidak tahu apa yang baru dituangkan Tuhan, maka saya kembali mengikuti ajakan Roh Kudus untuk menari.
Saat lagu berganti, tubuh saya terdiam dan menunggu. Namun ada yang aneh. Rasanya minyak yang tadi dituangkan ke saya bertambah banyak, dan bebannya secara fisik terasa sekali. Dan saat saya baru mau bertanya itu apa, tiba-tiba sesuatu yang berat diletakkan di kepala saya sehingga saya tertunduk karena bebannya.

Tuhan, ini apa?” tanya saya dalam hati.

Mahkota.”

Hah...?”

Coba kamu raba,” ujar Roh Kudus.


Saya menurut dan mengangkat satu tangan saya yang masih agak berat karena beban cairan tadi dan meraba ‘sesuatu’ di kepala saya. Rasanya roh saya bisa merasakan sesuatu yang padat dan dingin seperti... Emas. Ada bentuknya. Meruncing di tengah, meliuk, meliuk lagi dan mendatar.
Baru saya positif. Itu mahkota. Hikmat pun segera memproses saya bahwa minyak yang membasahi tubuh saya adalah Urapan.

Roh Kudus kemudian berkata, “Bukankah seorang ahli waris kerajaan yang hendak dinobatkan akan diberikan mahkota dan dituangi minyak pada kepalanya?”

Saya baru sadar! Ternyata itu sebabnya seringkali saya mendengar Bapa dan Tuhan Yesus memanggil saya dengan ‘Son’ alih-alih ‘Daughter!’ Rupanya karena simbol urapan anak laki-laki yang akan menjadi ahli waris! (Tadinya saya pikir saya salah dengar...)


Saudara-saudara, apa yang saya tulis tidak mengada-ada. Anda dan saya adalah ahli waris yang sah atas Kerajaan Allah, bila saja kita membiarkan Dia bekerja secara penuh lewat Darah-Nya dan Pengurapan-Nya. Saya sendiri masih banyak cacatnya, dan masih banyak pula pertanyaan di kepala saya mengenai panggilan dan juga ini-itu lainnya... Tapi bukankah surat ‘pengangkatan’ kita sebagai ‘anak sulung’ telah dituliskan di dalam Alkitab? Kurang bukti apa lagi kalau Firman Allah telah menetapkannya?
Oh, dan satu lagi: Bila Anda dipimpin Roh Kudus untuk menari dalam roh, jangan tahan-tahan! Segera sambut ajakan-Nya dan mintalah bimbingan-Nya! Ia akan lebih dari senang untuk mengajarkannya kepada Anda! Hanya satu syaratnya: “Hati yang Menyembah,” kalau menurut Tuhan.