My Life with God

My Life with God

Author : Silvia Gautama

15 November 2011 adalah hari dimana saya benar-benar menyerahkan diri saya kepada Kristus. Ini adalah hari dimana saya mulai membaca Alkitab setiap hari dan benar-benar ingin mengenal Dia lebih jauh lagi. Baru sebentar memang bila dihitung mundur dari tanggal sekarang ini. Tapi setelah mengenal Dia, hidup saya benar-benar berubah.


Kalau boleh saya bagikan, mengikut Tuhan Yesus benar-benar suatu pengalaman luar biasa. Saya tidak lagi merasa takut (saya dulunya penakut dan paling takut sama setan Indonesia.  Hehe). Menjadi pengikut Yesus, membuat saya merasa aman; karena setan saja takut sama nama Yesus, jadi kenapa saya yang harus kabur? Ketemu setan langsung sebut nama Yesus, pasti setannya lari! Pengetahuan ini benar-benar mengubah pandangan saya yang selama ini takut menjadi lebih berani.
Tapi tentunya tidak hanya itu yang saya dapatkan setelah ikut Tuhan... Karakter saya di dalam Tuhan juga ikut ditempa habis-habisan. Semua keegoisan, sifat pemarah, dan segala sisi yang buruk-buruk Tuhan kikis perlahan-lahan seiring perjalanan saya dengan-Nya. Susah? Banget, apalagi kalau dijalani sendiri. Tapi ketika kita berjalan bersama Tuhan, tidak ada yang tidak mungkin. Mungkin sulit, tapi ketika kita minta didampingi Tuhan, tidak sesulit yang biasa kita pikirkan pada awalnya. Toh itu terbukti dengan Dia yang senantiasa setia berjalan bersama saya ketika saya melewati masa-masa sulit... :’)


Tentunya, ikut Tuhan tidak melulu sinar matahari dan hujan berkat. Pernah juga suatu kali saya sampai pada titik bosan. Yep, saya pernah bosan pada hidup saya yang sekarang, yang harus melayani Tuhan dan menjadi pribadi yang Tuhan mau. Saya rindu hidup saya yang lama, yang bisa saya jalani semau saya tanpa harus terkekang perintah A atau peraturan B. Akhirnya,  saya berhenti berdoa dan berpikir kalau Tuhan berbicara langsung kepada saya, baru saya akan kembali kepada Dia. Hal ini saya lakukan karena ada beberapa teman yang bisa mendengar suara Tuhan langsung, dan saya ingin seperti mereka. Singkatnya, saya menantang Tuhan pada saat itu.
Selama ini saya tidak bisa mendengar suara Tuhan secara langsung dan saya benar-benar penasaran seperti apa rasanya mengobrol bersama Tuhan, bertanya kepada Tuhan dan Tuhan langsung menjawab. Akhirnya saya memutuskan untuk ‘menyueki’ Tuhan dan menantang kuasa-Nya. Kalau Tuhan mau saya berdoa lagi, Dia pasti akan berbicara langsung kepada saya!

Satu hari pun terlewati.

Dua hari…

Tiga hari…

Dan... Saya menyerah. Saya tidak suka hidup begini. Hati saya justru terasa kosong. Roh saya seperti teriak-teriak kelaparan karena sudah tiga hari saya tidak berdoa dengan layak. Saya menyerah. Tuhan, Anda menang, teriak hati saya. (Lagipula, kapan pula Tuhan pernah kalah?)
Tiga hari tanpa berbicara dan menyapa Tuhan membuat saya merasa kosong dan takut. Kalau saya bertemu setan, adanya saya yang takut karena berkata ‘dalam nama Yesus’ pun nggak akan mempan karena nama itu diucapkan tanpa kuasa. Saya merasa ketakutan setiap waktu. Ada ujian pun, saya jadi tidak percaya diri. Biasanya minta bantuan Tuhan sebelum ujian dan lebih percaya diri untuk mengerjakan ujian. Nah ini doa saja enggak... Benar-benar hidup saya kacau deh balau ketika menjauh dari Tuhan...!


Pengalaman itu membuat saya tidak mau menjauh lagi dari Tuhan. Dia memang tidak berbicara langsung seperti yang saya ingini. Tapi saya mendapat ayat Ibrani 11 : 1. Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Begitu baca ayat ini, hati saya seperti berkata INI JAWABANNYA!”  Ya, Tuhan dapat berbicara lewat apa saja. Suara hati kita, ayat Alkitab, teman, saudara, pendeta dan media manapun yang Tuhan mau. Yang saya pelajari di sini, satu hal penting yang Ia mau lihat hanyalah apakah kita percaya dan mengimani bahwa Dia turut bekerja dalam segala hal.
Akhirnya, saya tak lagi peduli dengan keinginan saya yang lama, mendengar suara Tuhan secara langsung. Peduli amat Tuhan tidak bicara langsung kepada saya, toh saya mau percaya bahwa Dia selalu mendengarkan saya dan menjawab saya dengan banyak cara alih-alih hanya dengan cara yang saya inginkan.

Sejak saat itu, saya tahu saya amat bergantung kepada Tuhan. Setiap detik saya bernapas itu hanya karena kebaikan-Nya semata. Hidup tanpa Tuhan itu kosong, hambar, dan nggak asik banget. Dan ketika saya menegok ke belakang saya merasa heran kenapa saya bisa hidup dengan mengacuhkan Tuhan... Saya merasa bodoh karena telah membuat komitmen untuk hidup bersama Tuhan baru setahun yang lalu. Kenapa tidak dari dulu? Bahkan setelah bertahun-tahun hidup tanpa mengindahkan Tuhan, ketika saya kembali kepada-Nya, Dia masih mau menerima saya. Memang luar biasa Tuhan kita!


Hidup bersama Tuhan memang harus memikul salib dan menyalibkan kedagingan. Tapi  lebih baik hidup susah bersama Tuhan daripada hidup gampang tanpa Tuhan. Joyce Meyer pernah berkata, Your worst day with God is better than your best day without God. Ini adalah satu kalimat yang selalu menguatkan saya. Dan kalimat yang saya pegang sampai saat ini adalah,  Tuhan mengizinkan kegelapan hadir dalam hidup Anda agar terang-Nya semakin nyata.”

Saya percaya setiap persoalan dalam hidup kita digunakan Tuhan untuk memproses kita menjadi orang yang lebih baik lagi. Setiap persoalan membuat kita menyadari bahwa kita sangat bergantung kepada Tuhan, bahkan sekalipun kita tidak mengerti kenapa Ia melakukan semua yang kita cap buruk. Memang Ia terkadang tidak menjawab kita dengan cara yang kita inginkan, tapi percayalah, Ia jauh lebih kreatif daripada manusia! Ada sejuta cara bagi-Nya dalam menjawab persoalan kita, dan itulah esensi hidup bersama Tuhan yang penuh dengan kejutan.

Mari mulai sekarang kita hidup bukan hanya untuk Tuhan tapi hidup bersama Tuhan.