Doa Bapa Kami – Penyerahan, Permohonan dan Pengampunan

Author : Felicia Yosiana Gunawan

Kelanjutannya tidak mengherankan. Setelah nubuatan, pengharapan dan doa, Tuhan Yesus menyatakan suatu penyerahan diri terhadap Dia yang Empunya Kerajaan tersebut dengan mengatakan, “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.” Kalimat yang simpel namun dalam. Ini adalah pernyataan diri bahwa manusia, dan segala makhluk ciptaan, bukanlah siapa-siapa dan tidak berhak menerima apa-apa. Tuhan ingin mengingatkan akan suatu fakta simpel, yaitu bahwa setiap jiwa yang bernafas ada di dalam Kuasa Ilahi Bapa. Satu kata dari mulut-Nya, dan kita dapat langsung terjun bebas ke neraka ataupun kembali ke sorga. Bila ada fakta yang tidak berubah dari awal hingga akhir dunia ini dijadikan, maka fakta itu adalah bahwa Allah Tritunggal tidaklah dapat tertandingi dan mahasempurna.
Sebagaimana Mereka adalah sempurna dan kudus, maka kehendak Allah juga adalah sebuah kesempurnaan. Tidak ada yang mengetahui secara pasti apa maksud rencana dan rancangan-Nya. Tidak ada seorang pun yang dapat menandingi atau bahkan mengupas Hikmat-Nya. Bahkan Lucifer, yang dulu disebut Luciel dan merupakan malaikat agung yang mewarisi ‘kesempurnaan’ sebagai ciptaan Allah, tidak dapat menyaingi kesempurnaan ilahi sehingga ia dilemparkan keluar sorga karena pembangkangan hatinya. Maka, bila kita tahu bahwa kehendak Tuhan adalah sempurna hanya tinggal di-amin-kan, tidak aneh lagi bila Tuhan Yesus mendorong kita untuk meletakkan kehendak kita di bawah kehendak Bapa.


Lalu, kenapa ada frase yang mengatakan bahwa kehendak-Nya harus terjadi di bumi seperti di sorga? Mudah. Kita semua toh tahu sorga itu sempurna. Di sana penuh dengan atmosfer kekudusan, penyembahan, tari-tarian kudus, dan berbagai hal yang otak kecil milik kita ini tidak dapat tangkap dan mengerti. Buah dari semua aktivitas kudus dan sempurna itu pun sudah dituliskan di Alkitab: Kebahagiaan tanpa ujung, perasaan damai sejahtera yang tidak terlampaui apapun, dan kesempurnaan hidup di dalam Roh Kudus yang akan terus menyertai kita sampai selama-lamanya. Jadi, inilah yang Ia inginkan. Ia menginginkan kebaikan bagi setiap dari umat-Nya, dan hal itu hanya dapat dicapai dengan penyerahan diri dan kehendak atas segala rencana dan pekerjaan-Nya.

“Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya,” menyatakan suatu sikap merendahkan hati. Bila tadi kita telah mengatakan bahwa kehendak Tuhan yang harus terjadi di muka bumi ini, maka kalimat ini mendukung kalimat berikutnya—terutama seara individual. Apa yang manusia inginkan selalu jauh melebihi apa yang ia butuhkan. Coba saja sekarang tanya, mana ada orang yang sama sekali tidak menginginkan sesuatu yang melebihi kebutuhannya. Ini adalah sifat karnal atau daging yang telah diantisipasi Tuhan. Maka, untuk mengajarkan cara mengalahkan daging, Ia mengajarkan kalimat ini dalam Doa Bapa Kami. Ya, kerendahan hati adalah kunci untuk mengalahkan keinginan daging.
Saya yakin, dari antara kalimat-kalimat yang telah kita kupas bersama, kalimat ini adalah yang paling tidak enak untuk diterima. Yah, saya tidak tahu Anda bagaimana, tapi saya sih awalnya merasa cukup keberatan dengan kalimat simpel ini. Saya waktu itu bahkan sempat bertanya-tanya, “Jadi saya nggak boleh menabung? Nggak boleh membeli sesuatu yang berlebihan dari apa yang dibutuhkan tubuh fisik?” Dan, puji Tuhan, Ia menjawab pertanyaan kekanak-kanakan saya dengan Hikmat.

“Tidak begitu,” kata Roh Kudus. “Kamu bisa berpikir seperti itu karena definisi dari ‘cukup’ yang engkau interpretasikan berbeda dari definisi Bapa.”

Jadi maksudnya Tuhan selalu punya arti kata ‘cukup’ bagi setiap orang?”

Ia tersenyum. “Tentu. Aku Allah yang pengertian dan memperhatikan setiap individu. Dan soal menabung, bukankah Amsal sudah menulis mengenai kata-kata hikmat soal hal itu?”

Nah, selesailah satu lagi protes dari sifat karnal saya.

Mari kita lanjut ke poin berikutnya. “Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bseralah kepada kami.”
Yang satu ini sepertinya sangat jelas dan gamblang, ya. Mau protes seperti apapun, Tuhan sendiri yang menggariskan hukum mengampuni-Nya. Hukum yang simpel dan masuk akal, mengingat kita telah menyatakan bahwa kehendak kita harus tunduk kepada kehendak Tuhan yang mahabaik dan selalu menginginkan damai sejahtera dalam hidup umat-Nya. Ini hukum mutlak bila ingin diampuni Tuhan, dan tidak main-main pula karena Tuhan Yesus sendiri yang menyatakannya dengan tegas dan tanpa ba-bi-bu.
Mau diampuni dan masuk sorga? Boleh. Mengampuni dulu,” kata Tuhan Yesus bila kita buat jadi bahasa sehari-hari.

Ada syarat kecilnya untuk masuk sorga. Mengampuni.

Lha, mengampuni kan sulit dan menyebalkan, kenapa dibilang ‘kecil’? Karena 1 Yohanes 2 : 12 menyatakan bahwa Allah telah mengampuni kita terlebih dahulu. Surat-surat Paulus juga mencatat bahwa Tuhan adalah Allah yang sangat baik dan mengampuni kesalahan jika saja kita mau mengakuinya dan bertobat—di mana bertobat termasuk juga mengampuni orang lain, tentunya.
Nah, sekarang mari kita hitung-hitungan sedikit sama Tuhan. Berapa kali kira-kira kita berdosa sama Tuhan setiap hari? Tentu saja, pikiran pun dapat berdosa, begitu juga dengna keinginan dan kedegilan hati. Jadi, hitung saja berapa lama dan berapa kali Anda merasa tidak bersyukur, memikirkan hal-hal negatif, mengeluh, bersungut-sungut, membenci orang lain dalam pikiran, atau bahkan mencuri kemuliaan Tuhan lewat pujian orang lain terhadap talenta pinjaman Anda.
Hmm... Lumayan juga, tuh. Saya sendiri tidak berani menghitung total hutang pengampunan saya akan Darah Kristus. Seperti kata Alkitab, harga penebusan seorang yang super-berdosa seperti saya ini terlalu mahal dan tidak mungkin dapat saya bayar.

Maka, apa inti perkataan Tuhan di sini? “Nggak sebanding sekali pengampunan-Ku dan luka hati-Ku dengan luka hati-Mu dan pengampunan manusia terhadap sesamanya.” Kira-kira begitulah yang akan Ia katakan bila harus saya tanya soal hal ini. Mau bagaimana lagi, kita yang satu derajat dan sama-sama masih makan nasi saja sulit mengampuni, bagaimana Seorang Tuan yang Mahatinggi bertahan dengan dosa dan pembangkangan miliaran ciptaan kerdil yang suka seenaknya sendiri? Puji Nama Tuhan atas kemurahan dan rahmat-Nya, karena Ia adalah Allah yang setia dan pengampun.
Satu poin tersirat yang Hikmat jabarkan kembali pada saya di sini berkaitan dengan poin mengenai kehendak-Nya yang terjadi di bumi seperti di dalam sorga. Sekarang pikirkanlah sejenak, jadi seperti apa isi sorga bila para warganya saling benci dan saling dengki? Rasanya akan jadi tempat yang suram. Puji-pujian pun pasti akan jadi menyebalkan karena harus melihat orang yang dibenci dan sama-sama menerima rahmat Bapa. Seram kan kalau sorga seperti itu? Bumi juga sama. Bila kita menginginkan apa yang ada di sorga, sebut saja rahmat, damai sejahtera dan kasih, dapat juga dirasakan di bumi, maka pengampunan adalah hal yang mutlak.

“Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat.” Permohonan ini menunjukan bahwa manusia bukanlah makhluk yang mampu menang atas roh jahat dan segala perbuatan keji mereka. Kita ini bukanlah makhluk yang sepenuhnya rohani, juga bukan manusia super yang mampu membuat roh jahat berjengit seratus kilo dari tempat kita berdiri. Sebaliknya, kita ini santapan mereka, korban dan juga target. Tanpa Roh Tuhan yang Kudus dan senantiasa menyertai serta melindungi kita setiap detiknya, kita pasti sudah mati. Intinya, kembali ke kerendahan hati dan kesadaran diri bahwa kita membutuhkan Allah dan pertolongan-Nya yang murah hati.
Tuhan tidak mengajarkan kita untuk menantang bahaya, apalagi roh-roh jahat, dalam doa ini. Ia juga tidak memerintahkan ktia untuk berdiri dengan sok gagah di dalam doa. Sebaliknya, Ia mengajarkan pada kita untuk mengambil tempat yang paling rendah dalam berdoa kepada Bapa. Posisi yang rendah itu adalah posisi yang tentunya menyatakan betapa kita ini tidak mungkin aman tanpa perlindungan Tuhan, posisi yang sangat rawan terhadap segala rencana jahat si Iblis bila bukan Tuhan yang menghadang mereka.
Jadi jelas sudah, Ia tidak mengajarkan kita untuk berdoa sambil berbangga hati dan berbesar kepala.
Sebagai penutup yang deklaratif dan juga eksotik, Ia mengatakan, “Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan, dan kuasa, dan kemuliaan sampai selama-lamanya.” Bukankah kalimat ini sangat merangkum apa yang telah dibahas di atas? Kerajaan adalah punya Tuhan, jadi wajar bila Ia yang menentukan siapa yang layak atau tidak layak untuk masuk ke sorga. Tentu saja, Ia juga yang membuat standar dan syarat-syarat masuknya.
Kuasa menunjukan bahwa memang Allah Bapa adalah Pencipta yang memiliki kekuasaan dan kekuatan yang tidak tertandingi. Kuasa di sini, seperti yang telah kita bahas dalam beberapa poin, sangatlah tidak terbatas dan tidak terduga cara bekerjanya sama seperti kita tidak pernah mengerti seratus persen Hikmat Allah dalam pekerjaan-pekerjaan-Nya. Ia hanya menyatakan bahwa manusia harus percaya dan menyerahkan diri di dalam kerendahan hati kepada kuasa dan kebesaran Allah Tritunggal dan Ia pun akan bertindak untuk merombak kehidupan anak-anak-Nya dengan bebas.
Mengenai kemuliaan Allah yang layak dipuji dan disanjung oleh sluruh isi sorga dan bumi pun sudah cukup jelas. Ia mahamulia dan itu mutlak. Manusia kemudian hanya diberikan dua pilihan, yaitu diam dan menyembah di dalam kemuliaan Tuhan, atau hidup tanpa mengagumi ataupun menyembah Allah. Konsekuensi dari dua pilihan ini pun sudah jelas, tentunya. Makanan roh kita, selain Firman Allah, adalah penyembahan dan puji-pujian. Dari situlah sumber energi orang percaya: Kebenaran Firman Allah. Dan bila Firman Allah yang merupakan Kebenaran mutlak itu meyuruh kita yang percaya untuk menyembah di dalam roh dan kebenaran—seperti kata Yesus sendiri—maka sudah pasti ini tidak tanpa maksud yang krusial dan berarti.

Maka, sebagai kata penutupan paling akhir yang paling tepat, “Amin” pun mengakhiri doa singkat ini. Penyerahan total kepada rencana dan kebaikan Tuhan, itulah makna ‘Amin’. Yap, ‘Amin’ berarti ‘Terjadilah kehendak-Mu’, dan ini sangat pas untuk diucapkan sebagai manifestasi iman orang percaya di akhir doa deklarasi kepercayaan iman, penyerahan diri dan pengagungan.
Tentu saja, apa yang saya tulis di sini tidak mutlak dan berdasarkan tuntunan Roh Kudus kepada saya. Anda bebas menginterpretasikan arti dan filosofi iman dan roh dari Doa Bapa Kami sesuka Anda bersama Roh Kudus sendiri. Tapi satu hal sudah jelas, Doa ini merupakan doa simpel yang sangat merangkum semua aspek dasar kehidupan iman Kristiani.