Tabrak Lari

Author : Felicia Yosiana Gunawan

18 Januari 2012.

Kami, anak-anak Tim Doa, sedang dalam masa pemulihan setelah perang hancur-hancuran hari Sabtu sebelumnya. Wah, efek-efek jelek kalah perang itu benar-benar nyata dan mengesalkan! Dari uring-uringan, fisik capek, mental susah fokus, sampe jadwal yang mendadak jadi amburadul, semua rasanya kami alami. Tapi Dia luar biasa baik, Ia tidak membiarkan kami hancur se-hancur-hancurnya... Karena kalau itu terjadi, saya berani jamin kami bakal langsung mundur teratur dari medan pertempuran.
Secara pribadi, tiga sampai empat hari setelah kalah perang, saya benar-benar parah. Saya jadi malas, tidak serius dan ogah-ogahan. Dan pada tanggal di ataslah akhirnya Tuhan mendamprat saya dengan Yesaya 1—yang juga berlaku buat anak-anak TD lainnya. Apalagi ditambah gamparan dari saudari dalam Kristus, Diana Gitta, yang menyuarakan ‘uneg-uneg’ Tuhan terhadap kemunduran kami pasca perang... Wah, saya berasa kena torpedo. Rasanya semangat langsung drop ke titik sejauh-jauhnya, walau roh saya malah lompat-lompat sambil teriak-teriak kepada diri sendiri (jiwa), “Woi, bangun, banguun!! Tuhan udah kasih alarm! Banguuuuuunnnn, atau gue yang tidur!!!” Wah, roh saya mengancam...

Setelah sesi penggamparan, saya langsung menemui Tuhan. Dan anehnya, Dia kalem sekali. Penuh senyam-senyum, dan gurauan. Tentu saja, ada banyak poin-poin penting yang Ia katakan kepada saya, seperti tidak ada gunanya bersungut-sungut, harus segera bangun dan kerja lagi supaya tidak ‘ngutang’ melulu, dan seterusnya.
Nah, lucunya, saat malam, Tuhan membukakan satu poin menarik melalui pesan singkat Sister Gitta Diana. Di dalam pesan itu dikatakan bahwa sebenarnya TD itu belum ‘teerbaptis’ Roh Kudus secara sah (berbahasa roh, dan sebagainya), tapi kok bisa sengotot itu mengejar Tuhan...? Saya ketawa begitu membacanya. Tuhan benar-benar luar biasa... Ia menilik segala sesuatu dari sisi yang tidak bisa kita lihat. Hikmat pun segera memproses saya.

Kami, anak-anak Tim Doa, adalah tipe anak-anak sebaya aneh dari berbagai kepribadian mismatch yang disatukan Roh Kudus dan Darah Yesus. Prinsip tidak tertulis kami cuma satu: Saling Geret. Apapun yang terjadi, setiap ada member yang merosot, harus segera dilakukan penggeretan darurat supaya ia kembali berjalan bersama JC! Yah, tapi kami juga tidak memaksa. Karena buktinya ada beberapa anak TD season 1 (periode awal kami) yang undur diri, entah tidak cocok dengan kami atau apa. Itu tidak kami permasalahkan. Yang kami tahu memang cuma saling gampar dan saling seret sampai ke Pelataran Bapa. Dan Puji Tuhan, seleksi-Nya terbukti manjur luar biasa! Kesatuan hati segera terbentuk dari member yang tersisa dan kami menjadi lebih dekat dibanding keluarga sedarah. Walau dari segi negatifnya, rumah saya jadi kayak tempat pelarian mereka dan sarang TD bercokol. Karena Bro. Aloi bilang, “Rumah saudara berarti rumah sendiri.” Ampun deh...
Ehem. Kembali ke topik awal. Yah, jujur saja, kami telah banyak melihat orang-orang yang ‘mendapat’ bahasa roh atau telah dibaptis Roh Kudus tapi hidupnya tidak benar. Mereka masih memaki, menghabiskan waktu lebih banyak bagi dunia dan sebagainya... Mungkin dari situlah terbentuk presepsi, “Kejar aja JC, entar juga karunia nyusul! Lihat tuh yang udah ngaku dibaptis RK aja hidup masih suka bergalau ria... Terbukti kan baptisan RK bukan segalanya?” Kira-kira seperti itu suara hati beberapa dari kami.

Bukan bermaksud jahat atau apa, tapi kami tidak mau dibatasi oleh protokol-protokol manusiawi. Tuhan bisa membuka tikap-tikap Sorgawi kapanpun Dia mau atau bahkan membawa kami tur ke Sorga. Tapi itu tidak Dia lakukan dan kami tidak akan mempertanyakan kebijakan Tuhan. Yang kami tahu memang cuma itu tadi: kejar sebisanya, lari sekencang-kencangnya mengejar Yesus. Dan saya senang punya saudara-saudari yang unik—kalau tidak mau dibilang ‘aneh-aneh’—yang setia menggampar saya setiap saya jatuh. Dan saya tahu apa yang mereka lakukan kepada saya itu berdasarkan kasih yang tidak saya dapatkan di mana-mana...
Kalo tadi Rapture gimana?!” hujam seorang saudara TD kalau saya lagi jatuh atau berhenti mengejar Tuhan. “Gue nggak mau Mudik dengan anggota bolong-bolong! Berdiri! Sekarang!!!” Adalah kata-kata yang terkadang kami katakan ke satu sama lain.
Dan saya biasanya mengancam mereka balik kalau mereka lagi jatuh dan butuh ‘gamparan’, “Berdiri atau gue seret!”


Di situlah tiba-tiba Tuhan mengingatkan saya, bahwa yang Ia butuhkan bukan ‘kemampuan’, tapi ‘kemauan’.Terkadang kita, manusia, suka tanpa sadar membatasi cara bergerak Roh Kudus dalam mengolah hidup kita di hadapan Bapa... Tapi bukan itu cara-Nya. Bukan itu esensi mengejar Tuhan. Kami, Tim yang berjalan, jatuh, nangis dan ngakak bareng-bareng di dalam Yesus Kristsu sudah mengalaminya dan dapat mengiyakannya. Mungkin memang banyak hal-hal yang kami masih tidak mengerti... Kenapa begini? Kenapa Dia begitu? Kok saya begini dan dia begitu? Dan sejuta pertanyaan lainnya.
Tapi lihat intinya: Dia Tuhan, manusia hamba. Tuhan bahkan sampai bilang begini ke saya, “Kamu itu prajurit! Bukan tempat prajurit buat bertanya-tanya apa yang direncanakan Jendral dan Rajanya. Tugasmu cuma maju sesuai perintah dan mempersiapkan diri untuk tugas apapun.”

Saya pun manggut-manggut bego. Dan tiba-tiba, turunlah hujan besar... Yang menandakan waktunya penyembahan dadakan tanpa harus takut teriak-teriak mengganggu tetangga. Saya tidak tahu bahwa Ia akan memberikan jawaban singkat dan penjelasan simpel dari saat-saat penyembahan itu.
Menggunakan lagu Blessed be Your Name, saya pun masuk dalam pujian dan penyembahan singkat. Dan tahu apa lanjutannya? Saya ketawa ngakak begitu mendengar dan meresapinya...! Mari kita lihat, ini adalah lirik yang bikin saya ngakak bareng Tuhan:

Blessed be Your Name on the road marked with suffering, though there’s pain in the offering. Every blessing you pour on, I’ll turn back to praise. When the darkness closes in, Lord, still I will say: Blessed be the Name of the Lord! You give and take away. My heart will choose to say: Lord, blessed be Your Name!
(Terjemahan: Terpujilah Nama-Mu pada jalan yang penuh dengan penderitaan, walaupun ada kesakitan dalam apa yang kami persembahkan. Setiap berkat yang Kau berikan akan aku kembalikan dalam puji-pujian. Saat kegelapan mendekat, Tuhan, aku akan tetap berkata: Terpujilah Nama-Mu! Engkau memberikan dan mengambil. Dan hatiku akan tetap memilih untuk mengatakan: Terpujilah Nama-Mu!)


Jadi, kembali ke prinsip awal: Panggilan kita adalah untuk memuji dan menyembah-Nya, walau mungkin kita tidak paham apa yang sedang Ia kerjakan dalam hidup kita. Tuhan sendiri telah mengatakan hal ini dalam Alkitab (lihat validasi di bawa tulisan ini). Jauh sekali rancangan-Nya dari manusia, dan itulah yang harusnya menjadi pengertian bagi kita bahwa apa yang kita alami—selama kita tidka menyimpang dari jalan-Nya—itu pasti yang TER-baik! Saya ulang sekali lagi, manusia memang tahu yang lebih baik, tapi Tuhan tahu yang ter-baik!
Di situlah kemudian Tuhan nyeletuk, “Aku suka semangat seperti itu! Jangan terpaku pada ‘kado’ seperti pembaptisan roh atau apapun; fokus pada-Ku dan kejar aku sebisanya!” Dan itulah saat dimana saya seperti baru dapat energi untuk salto-salto mengelilingi kamar dalam pujian...
Jadi, saudara-saudara, jangan mau dihalangi oleh tembok-tembok si Iblis. Apapun yang menghalangi Anda untuk mendekat dan mempercayai Tuhan seratus persen adalah dari daging dan Iblis. Keragu-raguan dan penghakiman manusia, contohnya. Ada juga rasa rendah diri, tidak pede, perasaan tidak diperhatikan, atau bahkan terlalu enggan untuk membayar harga dan melepas dunia. Saran saya cuma satu: Tabrak Lari semua tembok-tembok itu!

Eh, ini serius! Kami sudah sering melakukannya tanpa sadar, karena buat kami  kehilangan Tuhan adalah kiamat lokal. (Bayangkan! Bahkan kalau salah satu anggota ada yang merasa tidak bisa ‘konek’ kepada Tuhan aja, dia langsung memobilisiasi satu sayap pasukan untuk penggempuran atau misi penyelamatan... Sms pasti langsung menjalar meminta bala bantuan doa dari setiap member). Jadi sudah lebih dari sering tuh saya mengamati saudara-saudari saya—di dalam roh—yang bangkit dari posisi jatuh, berdiri dengan muka garang dan mulai lari sambil teriak-teriak, “Tuhan menyertai gueee! Minggir loe semua, pikiran-pikiran ga gunaaaa!!” Dan tentu aksi ‘anarkis’ ini sambil disertai penyambitan membabi buta dengan Pedang Firman dan meriam puji-pujian...
Barbar? Yep, saya tahu. Tapi memang mau tidak mau kita semua harus memiliki semangat iman Tabrak Lari terhadap setiap tembok penghalang. Karena tidak mungkin berjalan tampa iman. Dan tidak mungkin juga iman bisa berjalan tanpa langkah konkret. So, ngapain bergalau-galau ria sama tembok-tembok si jahat? Jangan mau disekat sama Iblis! Dia memang tidak ingin kita percaya kalau kita sudah ‘merdeka’ dari dosa karena Darah Kristus. Sekarang, lakukanlah penerobosan bersama Roh Kudus dengan iman!

Validasi : Yesaya 40:31, Yesaya 55:6 dan 9, Zakharia 1:3, Ibrani 4:16, Yohanes 8:36, Galatia 5:1.