The Great War - The Beginning

Blog Editor's Note : Kesaksian Saudari Gitta Diana, salah seorang prajurit Allah di Jogja, ini adalah sambungan dari An Introduction : Gitta Diana's Testimony. Kesaksian ini juga adalah basis dari kesaksian Tim Doa di Adoniyah ini mengenai Peperangan 31 Desember (Another War Series), yang diawali dengan Another War - Horses.

Author : Gitta Diana
Hari itu Jumat 9 Desember 2011.
Ketika saya berdoa, Tuhan berbicara pada saya bahwa komsel kami akan diberi Big Project oleh Tuhan di bulan terakhir di tahun 2011 itu. Dan mengejutkannya lagi, Tuhan menyodorkan ‘surat kontrak’ selama sebulan untuk ‘saya tandatangani’ sebagai tanda bahwa kami sanggup menjalankannya... (Lagian, siapa juga yah, yang berani nolak ‘surat perintah’ dari Raja?).  Anda ingin tahu kira-kira Big Project apa yang Dia berikan kepada kami dan seserius apa itu sehingga saya diminta oleh-Nya untuk ‘ditandatangani’?
Jadi Dia memberikan kami project untuk doa peperangan besar-besaran di akhir tahun 2011. Kami ‘dikontrak’ selama sebulan untuk setiap hari Sabtu (baca: hari kami biasa berkumpul untuk berdoa bersama) di bulan Desember 2011. Secara spesifik, proyek ini mengkhususkan diri kami untuk berdoa menyongsong kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali dan berdoa peperangan yang tidak biasa. Spesifiknya, Tuhan ‘mengontrak’ kami tanggal 10, 17, 24, dan 31 Desember 2011.
Jumat itu saya masih bertanya-tanya pada Tuhan, apa yang Ia maksud sebagai doa peperangan yang tidak biasa. Dalam komsel kami yang biasanya, padahal kami juga pasti berdoa peperangan. Tapi apa yang kali ini Ia rancangkan?

Saya terus berkali-kali ‘menoleh’ pada Tuhan, tetapi Ia masih seperti hanya ‘mengedipkan mata-Nya’ kepada saya. Dan bahkan sampai hari Sabtu 10 Desember 2011, hari pertama dimana kami akan menjalankan project itu, Dia juga masih merahasiakan jawaban dan senyum-senyum melihat banyak tanda tanya kecil besar di atas kepala saya. Sebelum doa dimulai, saya sampaikan briefing lengkap ke teman-teman saya tentang project itu. Di tengah-tengah briefing, tiba-tiba Tuhan bicara pada saya, Aku akan memberi kalian sebuah taktik dan strategi perang yang baru.

Saya diam sejenak sementara teman-teman saya masih pada sharing, saya bertanya pada Tuhan, Taktiknya bagaimana, Lord?”

Dan Dia hanya kembali tersenyum lagi, tetapi dari senyuman-Nya itu saya menangkap seolah-olah Dia mengatakan.”Kita lihat saja nanti...

Setelah briefing cukup, jujur sebenarnya saya juga sedikit ‘nervous’ (padahal sebelumnya juga uda biasa mimpin doa, tetapi yang ini lain), yang pertama karena Tuhan mengatakan bahwa ini akan jadi babak peperangan yang lain dengan taktik yang lain pula. Kedua, saya juga sudah terlanjur mengatakan  kepada teman-teman saya bahwa kami akan diberi taktik peperangan, tetapi saya sendiri saja benar-benar masih blank dengan yang Tuhan maksud. Di tengah ketidaktahuan saya itu, saya tergerak untuk meminta Gabhy untuk menyetel beberapa lagu praise (One Way Jesus, Zaman Elia, Betapa Hebat, Serukan Nama-Nya Hanya di dalam Nama-Nya).
Roh Kudus lalu mengomandokan saya untuk meminta semua dari kami untuk menutup mata, mendengarkan lagu itu, dan menikmati ‘semangat yang lain’. Ini kami sebut juga sebagai kobaran api Roh Kudus, yang ditimbulkan ketika kami ikut menyanyikan lagu-lagu tersebut seraya bertepuk dan menggerak-gerakkan tangan juga badan (meskipun kami saat itu tetap dikehendaki dalam posisi duduk karena rumah Gabhy yang kami tempati untuk berdoa sedikit limited space kalau dipakai untuk jingkrak-jingkrak).
 Entah mengapa, setelah selesai kami menyanyikan lagu ‘Hanya di dalam Nama-Nya’,   saat kami bertepuk riuh, kami sama-sama merasa seperti diguyur dengan air di bagian dada kami sebelah dalam dan di seluruh tubuh. Ini bahkan dirasakan oleh beberapa teman saya yang belum begitu peka terhadap Roh Kudus, dan ini terasa sangat merata.

Saat itu saya diberi vision oleh Tuhan bahwa itu adalah awal yang sangat baik karena bejana setiap kami sudah terbuka lebar-lebar dan sudah terisi urapan sangat penuh. Setelah selesai diberi vision tentang bejana tersebut, scene vision saya berubah.
Saya melihat beberapa jenis roh-roh jahat yang sudah tidak tahan untuk menyerang karena mereka tidak biasa dilecehkan dan dihina dengan kami menyanyikan puji-pujian dimana inti dari lirik beberapa lagu yang kami nyanyikan adalah segala kuasa harus tunduk dalam nama Yesus. Tuhan memberikan pengertian ke saya, bahwa roh-roh tersebut adalah jenis roh-roh jahat di Laut Pantai Selatan. Mereka adalah jenis roh-roh jahat yang tidak tahan dihina dan dilecehkan karena mereka terbiasa dipuja-puja dan dijadikan sesembahan secara langsung dan berlebihan.

Praise cukup, kami sujud, membuat tanda salib, dan masuk dalam doa. Setelah doa pembukaan dan pertobatan, kami mulai doa untuk Rapture. Ini dimulai dengan saya memimpin dengan sebuah lagu worship, lalu kami bersenandung dalam bahasa roh (berdoa dalam bahasa roh dengan dinyanyikan). Mulanya senandung beralun lembut, tapi entah mengapa lama-kelamaan senandung kami berubah menjadi doa dalam bahasa roh (jadi tidak dalam bentuk nyanyian lagi), lalu saya juga sempat heran karena doa dalam bahasa roh kami lama-kelamaan menjadi semakin cepat dan tajam. Waduh, saya sedikit agak bingung juga karena saya sendiri juga mengalami begitu.
Saya kemudian bertanya sama Tuhan, Loh, Lord, kok senandung untuk menyambut Engkau datang bisa jadi doa roh cepet banget gini?”

Setelah Tuhan memberitahu saya sesuatu, barulah saya tahu... Ternyata itu disebabkan oleh roh kami yang sudah sadar bahwa ‘pihak seberang’ sudah akan memulai perlawanan sehingga roh kami yang tadi awalnya sudah dibakar kuat dengan api Roh Kudus, membuat kami jadi tidak bisa menahan passion untuk segera maju dari garis batas.
Keadaan ini masih ditambah dengan adanya Yuni, salah seorang member, yang ‘mengibar-ngibarkan bendera perang’ sebelum waktunya yang menyebabkan beberapa teman-teman saya yang lain juga ikut ‘mengibarkan’ bendera mereka. Dan alhasil, roh-roh jahat yang tadinya sudah geram abis, sekarang benar-benar merasa sudah ditantangi untuk perang. Duuhh jaann.,, memang Co-Commander kami satu-satunya ini paling heboh kalau dalam hal pembantaian…
(Sekedar info, jadi di doa peperangan dalam komsel kami, saya ditunjuk oleh Tuhan sebagai Commander dan teman saya Yuni sebagai Co-Commander).

Tuhan Yesus bersama dengan malaikat Mikael saat itu sama sekali tidak menegur kami, tetapi malahan langsung mengomandokan kepada saya, Ganti sesi. Sekarang.”

Saya langsung menyerukan kata “Haleluya” sebagai tanda pemberhentian sejenak doa roh kami. Dengan cepat dan lantang saya doa meminta perlengkapan senjata Allah sambil membaca Efesus 6; meminta perlindungan darah Yesus bagi setiap kami, ruangan yang kami tempati, setiap anggota keluarga kami dimanapun mereka sedang berada, dan untuk rumah kami masing-masing. Naaahh, baru di sinilah Tuhan menjelaskan taktik yang harus kami pakai hari itu (Baruu deeh, ‘nervous’ saya ilang...).

Tuhan mengatakan bahwa sebagian dari kami akan menjadi pembawa pujian (ini dirujukkan oleh Tuhan tentang rubuhnya Tembok Yerikho), dan sebagian dari kami menjadi penyerang.
Para pembawa pujian bertugas meruntuhkan benteng dan kubu yang dibangun oleh roh-roh jahat, melemahkan kekuatan dan kuasa roh-roh jahat, menjaga ‘mood’ penyerang dalam menghajar, dan ‘menstabilkan’ atmosfer perang supaya tidak turun (yang dapat menyebabkan semua dari kami merasa lelah, lemas dan mengantuk) juga supaya atmosfer tidak terlalu naik (yang menyebabkan histerikal, ketidakteraturan, ketidaktertiban dalam berdoa). Sedangkan penyerang bertugas untuk membantai roh-roh jahat, mematahkan kuasa-kuasa dan kutuk, membumihanguskan territorial-teritorial yang roh-roh jahat sudah coba duduki, menancapkan bendera perebutan territorialmerebut teritorial-teritorial untuk dijadikan sebagai territorial Tuhan.

Waktu itu kami bersebelas orang. Jadi Gabhy, mbak Arum, Priska, Anika, dan mas Zendy ditunjuk oleh Tuhan sebagai pembawa pujian. Sedangkan mbak Nomie, mbak Rista, mbak Ika, mbak Nining, Yuni, dan saya ditunjuk sebagai penyerang. Pembawa pujian akan berdoa dengan bersenandung dalam bahasa roh. Sedangkan penyerang akan berdoa dalam bahasa roh peperangan (bahasa roh versi cepat dan tajam). Gabhy dikehendaki untuk memimpin worship untuk menghantarkan para pembawa pujian untuk bersenandung.

Setelah worship song selesai dinyanyikan, saya melihat malaikat Mikael seperti memberikan aba-aba, lalu saya melihat banyak sekali malaikat perang maju mendahului kami disusul dengan majunya para penyerang. Yang terjadi seharusnya pada kami adalah para penyerang memberikan kesempatan kepada para pembawa pujian bersenandung dahulu lalu baru bergerak maju menyerbu. Tetapi ini yang terjadi karena kobaran api sudah terlanjur meluap pada para penyerang, teman-teman saya yang penyerang ini malah langsung lari menggeruduk melewati tanda batas dan mendahului para pembawa pujian. Waktu itu telinga rohani dan jasmani kami benar-benar seperti mendengar bunyi guntur.
Keadaan ini lagi-lagi dipicu oleh Yuni yang setelan rohnya dalam peperangan seperti dinamit. Yang membuat saya sedikit agak kalang kabut karena majunya Yuni ini, ia langsung ke tengah-tengah medan perang diikuti oleh mbak Nomie dan mbak Rista, padahal mereka adalah orang-orang baru dalam komsel kami yang belum pernah perang brutal seperti yang biasa kami lakukan!

Saya, yang dipasrahi Tuhan untuk menjadi Commander, tentu saja merasa bertanggungjawab atas hal tersebut karena doa peperangan rohani bukan sesuatu yang main-main. Ini bisa berdampak hebat dalam kehidupan keseharian orang. Bila seseorang tidak sanggup menghadapi hal-hal aneh yang terjadi dalam hidupnya pasca doa perang, ini bisa membuat orang tersebut malah down. Ketika saya berseru “Haleluya” dalam maksud untuk meredakan peperangan sebentar, suara saya tertelan oleh riuhnya suara teman-teman dan peperangan tetap berlanjut.
Saya menjadi semakin ‘celingak-celinguk’ ke arah Tuhan Yesus dan Mikael, yang anehnya tetap bersikap cool. Saya mendapati Yuni bersama mbak Rista sedang ‘main keroyokan’ dan menyerang membabibuta terhadap suatu jenis roh tertentu. Saya nggak habis pikir, ngapain mereka kroyokan sampai begitu sama jenis roh itu, padahal jenis roh yang dihadapi lainnya masih banyak...
Yah, ternyata karena memang dari awal baik Yuni maupun mbak Rista berketetapan dalam hati ingin memerangi secara khusus jenis roh tersebut.


Ketika saya mencoba kedua kalinya untuk meredakan peperangan dengan gerakan bertepuk lambat namun keras, eh malah disinyalir berbeda oleh teman-teman saya...! Mereka menginterpretasi dikira saya memberi aba-aba untuk maju perang lebih intens lagi. Hadeehh...
Tapi setelah saya berseru memberi aba-aba untuk kembali ke garis batas, dengan agak sulit akhirnya mereka menuruti juga. Saat waktu jeda, saya menjelaskan kepada kepada para penyerang untuk lebih teratur dan waspada. Juga kepada para pembawa pujian agar suaranya tidak tertelan oleh penyerang dan jenis senandung yang digunakan adalah senandung peperangan. Lalu kami melanjutkan perang kami lagi. Dengan keganasan yang sama. Dengan kobaran yang semakin membara!
Oops... Ternyata Tuhan sediakan sesuatu yang “Wow” di peperangan kami selanjutnya. Kami segera meluncur ke 17 Desember…

—Bersambung