Pedang Berkarat

Author : Aloisius Kevin

Awal Januari 2012.

Saya ingin membagikan soal mimi saya kali ini. Sebelumnya, saya akui kalau akhir-akhir ini saya terbilang malas untuk perang. Bagi yang pernah perang rohani, kalian pasti pernah mengalami menghilangnya glukosa dan protein secara tiba-tiba saat kita sedang aktif dalam roh. Energi yang dibutuhkan jika kita bersungguh-sungguh berperang roh, mungkin setara dengan kalau kita main futsal secara aktif dalam durasi 15 menit. Yah... Bedanya, jika futsal cuma menghabiskan energi fisik, peperangan rohani mengkonsumsi energi fisik dan roh.
Namun setelah melihat teman-teman saya yang berperang secara intens untuk Indonesia dan hal-hal lainnya, saya kembali terpacu untuk perang. (Note: Author sedang berada di luar kota saat 31 Desember). Tapi... Kali ini saya TIDAK boleh maju berperang oleh Sang Komandan.
Ini bikin saya heran. Kenapa...?

Ternyata, saya selama ini berada dalam keadaan malas dalam roh. Dan implikasi hebatnya, saya sedang menumpulkan pedang saya, dalam arti yang sebenarnya.

Ia kemudian memberikan pengelihatan kepada saya bahwa pedang saya telah berkarat, keckelatan dan dikorup kerusakan di mana-mana. Permohonan ampun langsung menyusul pengelihatan itu agar saya dapat kembali bergabug dengan saudara-saudara saya.
Malamnya, Ia memberikan saya sebuah mimpi.


Saya sedang berada bersama dua orang teman saya, satu perempuan dan satu laki-laki. Kami bertiga sedang duduk-duduk santai di atas kasur kamar saya. Namun saya baru sadar kalau saya hanya memakai kaos oblong! Tentunya, dua teman saya mengenakan pakaian yang lebih keren: jubah putih dengan ikat pinggang yang khas dengan pribadi mereka. Kalau digambarkan, ikat pinggang tersebut tampak seperti pita yang mengkikap dengan tambahan bordiran emas di kedua sisinya. Saya dapat melihat nomor tertera di ikat pinggang mereka. Yang satu bernomor ‘6’, dan satunya bernomor ‘7’.
Sepertinya mereka tidak datang ke tempat saya hanya untuk bermain-main. Namun mereka seperti membacakan sebuah gulungan besar berwarna putih—yang dalam roh saya tahu adalah perintah dari Bapa. Salah satu perintahnya adalah untuk tidak maju berperang sampai pedang saya kembali tajam dan siap pakai.
Dan saya pun terbangun.


Hikmat segera memproses saya dan memberikan pengertian:
·         Teman-teman saya yang mengenakan jubah putih dan ikat pinggang khusus, adalah prajurit Tuhan. Mereka memiliki baju dan nomor masing-masing, menandakan bahwa Bapa menghargai karakteristik mereka secara individu.
·         Isi gulungan putih adalah perintah langsung dari Bapa sendiri. Maju perang dengan senjata tumpul memang bukan ide yang baik.

Nah, berhati-hatilah ketika Anda merasa enggan atau tidak mau berperang bagi orang lain—terlebih bila Anda telah diperintahkan Tuhan untuk maju. Karena pada keadaan demikian, Anda sebenarnya sedang menumpulkan pedang roh Anda dan membiarkannya dimakan karat.
Milikilah semangat besar dalam peperangan rohani, tapi jangan pernah sekalipun maju tanpa komando Allah sendiri. Dan tentunya, selalu TANYA dan MINTA kepada Roh Kudus—pembimbing Anda—ketika hendak maju berperang bagi Allah.