Author:
Felicia Yosiana G
20 Januari 2013
Note: Seperti layaknya jurnal atau diari, kali ini
tulisan saya pun bermodel demikian. Tidak ada tema besar yang khusus diteliti…
Saya hanya ingin menuruti saat Tuhan bilang ‘Tulis!’ saja. Tapi kalau boleh
saya klasifikasikan ke dalam tema besar, maka tulisan kali ini bertemakan ‘Validasi,
Nubuatan, Perkenanan Allah, Pengelihatan, dan Memulai Hidup di dalam Roh.’ Nah,
banyak banget kan? Mendingan saya kasih tanggal saja deh sebagai judul… Namanya
juga jurnal~
Ulangan 33 ayat 23 sangat mengusik saya semenjak
beberapa hari yang lalu. Kata ‘perkenanan’, entah mengapa, selalu
terngiang-ngiang di benak saya sejak saya menemukan ulang ayat yang telah saya stabilo
tersebut. Memang, saya dulu pernah mengalami pengelihatan dan pengalaman rohani
yang sangat nyata mengenai bagaimana rasanya dicurahi minyak harum perkenanan,
dan itu tidak akan saya lupakan seumur hidup. Tapi rasanya kurang afdol kalau
saya terus berpegang pada kejadian yang sudah lama berlalu. Bukankah kita semua
harus bertumbuh dan naik level? Nah, pemikiran itulah yang membuat saya
menanyakan kepada Hikmat, bagaimana sebetulnya cara hidup di dalam kekayaan
perkenanan Allah.
Malam hari Minggu itu saya sedang berada dalam
atmosfer girang puji-pujian setelah pelayanan di gereja. Satu kata untuk hari
itu: ‘Waow!’ Kenapa? Semua yang saya cari, dambakan dan dapatkan dari Tuhan
beberapa waktu sebelumnya mendapatkan validasi berkali-kali, ya, berkali-kali, lewat
serangkaian nubuatan pada bulan Januari. Puncak dari validasi mengenai pertanyaan
saya saat itu berhubungan dengan kata perkenanan. “Apakah gue berkenan di mata
Tuhan? Dan kalau ya, apa buktinya, dan apa validasinya?”
Alkitab menulis bahwa untuk mengajukan sesuatu dan
membenarkan sesuatu, dibutuhkan saksi. Jadi, tentu saja, saya tidak bisa
seenaknya memberikan validasi atas nubuatan Tuhan atas hidup saya kalau firman
tersebut hanya saya yang menerima. Butuh ada kejadian yang menunjukan bahwa
nubuatan yang saya terima itu benar, dan butuh pula ada orang lain yang menjadi
saksi dan menubuatkan hal yang sama. Dan, tidak lama setelah saya meminta
validasi serta saksi, Tuhan memberikannya.
Serangkaian ujian, berkat tak terduga dan nubuatan
serta pengurapan gila-gilaan saya terima sejak akhir 2012 sampai sekarang ini.
Semua yang saya terima di rumah divalidasikan oleh hamba-hamba Tuhan di gereja
lewat nubuatan mereka (dan mereka tentunya tidak tahu sama sekali pergumulan
saya, dong). Sukacita dan damai sejahtera itu rasanya tiba-tiba jadi air
terjun, bukan lagi sungai. Janji demi janji, validasi demi validasi—baik secara
buah roh maupun materi—saya petik dan tuai hanya dalam waktu satu tahun. Sampai
saya suka melongo sendiri kalau menengok ke belakang; “Kalkulator Tuhan rusak
ya? Gue nanem apaan sampai hasil penuaian setahun aja bisa meledak begini?”
batin saya sambil geleng-geleng.
Nah, di saat saya sedang merenungkan hal tersebutlah
Roh Kudus berbisik: “Itu namanya perkenanan.”
Saya cengo. “Perkenanan?”
Well, saya memang akhir-akhir ini lagi latihan intensif
untuk lebih giat lagi dalam mendengar suara Tuhan. Nubuatan tadi siang di
gereja dan pengurapan lagi-lagi memvalidasikan hal yang sama: “Telinga, pikiran
dan rohmu akan dibuka oleh Tuhan untuk mendengar dan melihat lebih jelas lagi,”
kata penatua yang mengurapi saya mengiyakan apa yang baru saja saya terima
sehari sebelumnya dari Roh Kudus. So,
berniat untuk menggali lebih dalam sambil latihan crosscheck nubuatan dengan firman dan validasi fakta / kejadian,
saya memberanikan diri untuk memulai pembicaraan.
“Tuhan, saya sudah mengalami runtutan kejadian yang
saya imani sebagai validasi dari janji serta nubuatan ini dan itu. Tapi saya
masih bingung, sebenarnya berkenan itu seperti apa?”
“Berkenan,” kata Roh Kudus, “ya sesimpel bagaimana
Kami, Tri-Tunggal Maha-kudus, merasa senang dan puas dengan performa roh serta
kehidupanmu.”
“Anda menyuruh saya menulis ini… Jadi, bisa tolong
elaborasikan lebih?”
“Semua yang Aku mau ada dalam Firman, bukan? Turuti
saja kata Firman, lakukan dengan ketepatan, mendekat lebih lagi kepada-Ku dan
turuti kata-kata-Ku. Buah-buah roh dan materi pasti menyusul. Semudah itu, kok.”
“Anda membuatnya jadi sangat simpel kedengarannya,”
kata saya mulai bingung.
“Perkenanan itu sama saja seperti investasi, nak.”
Hikmat langsung memproses saya saat itu juga. “Ah.
Hukum tabur-tuai.”
“Serta hukum keadilan-Ku,” tambah Tuhan. “Ada bukan
ayatnya: pekerjaan serta iman tiap orang akan nyata? Everything will show. Kamu menanam seribu pohon, ya kamu akan
menuai buah dari seribu. Kamu hanya menanam lima, ya buahmu hanya dari lima
pohon itu. Pada masa panen kan semuanya akan terlihat: buah siapa yang paling
banyak, dan buah siapa yang paling berkualitas. Kamu sekarang sedang mengalami
masa penuaian besar, kan? Bukankah itu sudah menunjukan sesuatu?”
“Apa yang saya tuai boleh saya aminkan?” tanya saya
takut-takut.
Tuhan tersenyum. “Hidupmu itu kan bertolak dari
prinsip tabur-tuai. Kenapa tidak? Kamu bisa membuat daftar kebaikan-Ku dalam
hidupmu dan itu tidak akan pernah selesai. Nah, itulah buah dari keadilan-Ku,
taburanmu, dan juga anugerah serta perkenanan.”
Yah, kalau saya mau membuat daftar benda materi apa
saja yang saya terima di masa penuaian 2012-2013 saja itu tidak akan habis,
gimana kalau ditambah buah dalam bentuk pengalaman dan perlengkapan rohani
seumur hidup? “Jadi, apa yang Anda mau saya bagikan di tulisan ini?”
“Tulis saja apa yang kamu lihat dan dapat tadi siang.”
Baiklah. Ehem.
Begini, Saudara… Siang tadi, saya sedang mengikuti
pelatihan pengerja di gereja. Saat sebelum masuk ke waktu pengurapan dan
nubuatan, saya mendapatkan dari Roh Kudus jelaaaaas sekali kalau favor Tuhan akan diturunkan. Bukan hanya
itu saja, Ia bahkan memberitahukan dalam rupa apa favor yang akan diberikan saat itu, yaitu pelumas mata dan telinga
rohani. Tuhan berkata dengan kencang sehari sebelumnya saat saya sedang berada
di rumah: “You shall see angels at work!”
Yep: “Kamu akan melihat malaikat-malaikat yang sedang.”
Tentu saya waktu itu hanya manggut-manggut tanpa
mengerti. Tapi sesaat sebelum pengurapan dimulai, kata-kata Tuhan terngiang
dengan jelas di telinga saya, dan saat itu juga saya merasa roh saya
benar-benar dibukakan inderanya. Dengan mata dan sensor rohani saya mendengar
dan merasakan kepakan sayap puluhan, bahkan mungkin ratusan, malaikat di
ruangan itu! Suaranya kencaaaaannggg! Saya sampai pingin lompat-lompat saya
mendengar dan merasakannya! Rasanya seperti ada orang yang sedang
mengibar-ngibarkan ratusan bendera yang lebar dan tebal di sebelah Anda! Flap, flap, flap…!
What a mighty display! Jerit roh saya.
Tidak berhenti sampai di situ. Tuhan berkata, “Buka
matamu!” dan saya menurut. Secara jasmani saya tidak melihat apa-apa, tapi
secara rohani saya merasakan dan melihat belasan malaikat besar-besar di
sekitar altar.
Ada beberapa malaikat setinggi dua meter yang sedang
mencatat di buku besar di ujung mimbar; ada malaikat yang sedang memegang
tongkat emas dan menyentuhkan ujungnya ke dahi setiap orang yang diurapi; ada
malaikat-malaikat yang lagi sibuk mondar-mandir membawa gentong-gentong /
tempayan emas ke setiap orang dan menuangkannya ke dalam roh mereka; ada
malaikat yang sedang membuka tangan dan sayapnya lebar-lebar di dekat tengah
altar dengan muka menengadah ke atas; ada beberapa malaikat yang siap dengan
nafiri besar di altar, menunggu aba-aba Tuhan untuk meniupkannya pada saat
puji-pujian dan sorak-sorai dinaikkan; malaikat-malaikat perang memagari
ruangan itu dengan melingkar, sayap terbuka, dan senjata di tangan; dan tentu
saja, malaikat penjaga setiap orang yang bersiaga di belakang masing-masing
anak Tuhan.
Rasanya saat itu saya bisa merasakan ada keberadaan
seseorang yang membara, sejuk pada saat bersamaan, tinggi besar, penuh
kedamaian dan kekuatan, yang sedang berdiri dengan pedang terhunus di belakang
saya persis. Tingginya lebih dari dua meter, dan sayapnya terbuka lebar…
Dan bukan itu yang paling keren: Tuhan Yesus ada di
mimbar! Ia sedang membuka tangan-Nya lebar-lebar, memberkati dan mengurapi
setiap orang yang sedang berada di depan dan menjalani altar call!! Saya nyengir otomatis begitu melihat Beliau.
Menyadari bahwa saya memperhatikan-Nya, Tuhan menoleh ke
arah saya dan mengedipkan satu mata sambil tersenyum. “Keep praying in the spirit,” kata-Nya lembut. “Pray for these people. Let the Spirit guide you. Don’t stop, daughter.”
Dan Anda bisa tanya kepada Ivan dan Meitri yang duduk menjepit saya saat itu:
Saya nggak bisa berhenti berbahasa
roh sementara mata saya jelalatan ke mana-mana dengan takjub—mengamati
pemandangan spektakuler itu. (Bukannya nggak mau berhenti, loh ya, tapi tidak bisa. Saat itu karunia pengarti bahasa roh saya juga lagi berjalan
dengan super lancar, jadi saya mengerti sebagian besar apa yang roh saya
doakan: ia meminta jamahan kepada setiap orang di ruangan tersebut. Dan… yah,
itu rekor terlama saya bahasa roh di luar atmosfer peperangan rohani regular di
Tim Doa…)
Nah, apa kaitannya dengan perkenanan Allah? Rupanya
saya baru saja melunasi sebagian dari harga pelumas roh yang dicantumkan pada
Wahyu 3. Tentu saja, belum lunas total. Tapi Tuhan melunaskan sebagian sehingga
saya bisa mendapatkan pelumas level baru melalui diskon perkenanan dan
anugerah-Nya. Lalu, apa yang ingin Ia saya bagikan mengenai cara meraih
perkenanan Allah?
“Tuliskan saja apa yang Aku suruh kamu lakukan mulai
sekarang.”
Ini daftarnya:
1.
Bangun
antara jam 3-6 pagi pada jam kunjungan Allah Bapa (validasi berada di Kejadian
1:8, dimana pada bahasa aslinya, ‘waktu sejuk’ diartikan sebagai ‘waktu subuh’,
dan itu adalah waktu regular Bapa mengunjungi manusia) untuk mengambil stok
Manna, mendirikan benteng rohani bagi Tim Doa dan berdoa.
2.
Doa
Bapa Kami setiap pagi.
3.
Reguler
menaikkan pujian dan penyembahan.
4.
Menggunakan
waktu dengan bijak. Contoh dari apa yang saya coba untuk selalu lakukan adalah
pujian-penyembahan dan berdoa dalam roh di mobil ke manapun saya pergi.
5.
Aktif
berperang di dalam peperangan rohani dan peperangan melawan kedagingan.
6.
Mendekat
lebih lagi ke Tuhan, miliki jadwal pribadi untuk berbincang-bincang dengan-Nya.
7.
Melakukan
tindakan-tindakan profetik dengan iman. Contoh: pengudusan dengan minyak urapan,
tumpang tangan, dst.
8.
Bergantung
pada Tuhan dalam setiap perkara, bahkan dalam perkara paling kecil sekalipun.
9.
Menajamkan
indera rohani dan karunia yang sudah diberikan.
10. Bekerja mengusahakan ‘tanah’ yang diberikan Tuhan,
dalam arti menggunakan talenta dan karunia roh sebaik mungkin.
11. Melakukan apa yang Ia inginkan sambil belajar untuk
menguji setiap apa yang diterima dalam roh.
12. Belajar lebih lagi sambil tetap haus akan firman
Allah. Dapat dilakukan melewati buku-buku rohani, artikel internet, dan tentu
saja, Alkitab sendiri. (Tuhan pernah berkata begini: “Orang-orang masuk ke toko
buku mencari novel dan buku-buku semacamnya… Tidak salah. Tapi siapa yang masuk
ke toko buku dengan pikiran mencari Aku?”)
13. Mengimbangi aktivitas duniawi dengan rohani.
14. Mencari hati Tuhan lebih giat lagi.
15. Bersaksi dan menjadi pembawa Kabar Baik lewat
perkataan dan buah kehidupan. (Contoh buah kehidupan: Nggak mungkin kan saya
bersaksi mengenai berkat materi bahwa Tuhan, yang adalah Jehovah Jireh / Allah
Penyedia, kalau hidup materi saya pas-pas-an dan serba kekurangan?)
16. Memberi tanpa melihat dompet.
17. Mendalami Hikmat dan Pengajaran, baik langsung dari
Tuhan maupun dari hamba Tuhan.
18. Memakai Perlengkapan Senjata Rohani setiap hari. Jangan
lupa di-upgrade!! (Untuk
fungsi-fungsi Armor of God dari
pengalaman saya akan saya tuliskan di tulisan selanjutnya).
19. Lebih banyak mendengar dan bekerja dibanding berkata-kata.
Toh kita punya dua telinga dan dua tangan, sedangkan mulut hanya satu.
20. Menyusun jadwal puasa.